Penyimpangan Asimilasi Fonem n+p → [pp]

Dengan demikian cara pelafalan seperti di atas telah melanggar kaidah sistem pelafalan bunyi BT. Hal tersebut disebabkan antara lain 1 penutur BT yang bilingual kurang memperhatikan atau 2 kurang memahami kaidah pelafalan BT, atau 3 disebabkan sikap penutur yang kurang perduli terhadap sistem BT sebagai penanda jati dirinya. Hal ini menyebabkan penutur salah melafalkan fonem l + d yang sesuai sistem BT. Penutur yang seharusnya melafalkan bunyi jajaran fonem l+d tersebut sebagai [ll], dilafalkannya seperti dalam BI karena dalam BI bunyi jajaran fonem l+d tidak mengalami perubahan bunyi seperti dalam kata pasal dua diucapkan [pasaldua]. saldo diucapkan [saldo]. Penyimpangan dalam asimilasi seperti ini, di dalam penelitian ini hanya ditemukan pada kata maol do maol do yang harus diucapkan [maol lo]. Akan tetapi bila diamati dalam masyarakat BT di Medan, penyimpangan pengucapan asimilasi konsonan ini tampak dalam kata-kata seperti somal do somal do yang menurut sistem BT seharusnya diucapkan penutur sebagai [somal lo], akan tetapi diucapkan penutur sebagai [somal do] seperti dalam tuturan Somal do halak i ro tu son ‘Biasa orang itu datang ke sini’. Dengan demikian penyimpangan tersebut dapat ditabelkan sebagai berikut. Tabel 5.6 Penyimpangan Asimilasi Fonem l+ d → [ll] Kata Pelafalan Kesalahan Pelafalan Arti maol do [ maol lo ] [maol do] sulit somal do [somal lo ] [somal do] biasa 7. Penyimpangan Asimilasi Fonem n+p → [pp] Universitas Sumatera Utara Jajaran fonem konsonan n+p dalam BT harus direalisasikan sebagai bunyi [pp]. Pengucapan fonem yang demikian disebabkan adanya proses asimilasi di dalam sistem BT. Akan tetapi terjadi interferensi berupa penyimpangan pelafalan bunyi fonem konsonan BT ini yang seharusnya direalisasikan sebagai bunyi [pp], penutur BT di Medan melafalkannya dengan fonem np seperti tuturan berikut. 68 [akka na dume ŋgan sian pardalanan ŋoluna] Data II.6 Pada tuturan di atas terdapat penyimpangan dalam pengucapan fonem n + p. Tuturan yang benar dan sesuai dengan sistem BT adalah 68a [akka na dume ŋgas siap pardalanan ŋolu na] semua yang lebih baik dari perjalanan hidup nya ‘Semua yang lebih baik dari perjalanan hidupnya’ Agar lebih memperjelas peristiwa interferensi asimilasi fonem konsonan BT yang mengakibatkan penyimpangan dalam tuturannya, perhatikan pula tuturan-tuturan berikut. 69 [tu dia boru ma ŋalakka tu si ma boru dapotan passamotan] Data V.18 70[alai huboak kami do so ŋon paŋurupion sian paŋurus] Data V.16 71 [...asa iboan popparan pu ŋuan om ma popparan ni siahan ....] Data III.11 72 [so ŋon paddohan hami nakkin hamu ma…] Data III.12 Pada tuturan di atas tampak terjadi penyimpangan pelafalan asimilasi pada sistem BT. Tuturan yang seharusnya adalah 69a [tudia boru ma ŋalakka tu si ma boru dapotap passamotan] kemana anak melangkah ke situ T anak mendapat rejeki ‘Kemanapun putri kami pergi di sana pun kamu mendapatkan rejeki’ 70a [alai huboak kami do so ŋop paŋurupios siap paŋurus] tetap kubawa kami T seperti bantuan dari pengurus ’Tetapi kami membawa sesuatu sebagai bantuan dari pengurus’ 71a [...asa iboap popparap pu ŋuan om ma popparan ni siahan ....] agar dibawa keturunan perkumpulan ini T keturunan dari siahaan Universitas Sumatera Utara ‘...agar dibawa keturunan perkumpulan keturunan siahaan 72a [so ŋop paddohak kami nakkin hamu ma….] seperti perkataan kami tadi kalian T ’seperti kami katakan tadi kalianlah....’ Peristiwa penyimpangan pelafalan asimilasi seperti di atas disebabkan masuknya serpihan bunyi BI ke dalam sistem pelafalan fonem BT. Berdasarkan sistem fonologis BT, konsonan fonem n yang merupakan nasal alveolar bersuara apabila letaknya berdampingan dengan fonem p sebagai hambat bilabial tidak bersuara akan mengalami asimilasi regresif dalam relasi antarsuku kata yang menghasilkan pelafalan bunyi menjadi jejeran fonem pp. Akan tetapi, dari data yang diperoleh berdasarkan tuturan penutur, bunyi tersebut diucapkan tetap dengan bunyi fonem-fonem tersebut nm tanpa menyesuaikannya dengan kaidah pelafalan BT, seperti sian pardalanan diucapkan [sian pardalanan] , dapotan pansamotan diucapkan [dapotan passamotan], dan songon pangurupion diucapkan [so ŋon paŋurupion]. Dengan demikian cara pelafalan seperti di atas telah melanggar kaidah sistem pelafalan bunyi BT. Hal tersebut disebabkan antara lain 1 penutur BT yang bilingual kurang memperhatikan atau 2 kurang memahami kaidah pelafalan BT, atau 3 sikap penutur yang kurang perduli terhadap sistem bahasanya. Hal ini menyebabkan penutur salah melafalkan fonem n + p yang sesuai sistem BT. Penutur yang seharusnya melafalkan bunyi jajaran fonem n + p tersebut menjadi [pp], dilafalkannya seperti dalam BI. Hal ini terjadi karena dalam BI bunyi jajaran fonem n + p tidak mengalami perubahan bunyi seperti dalam kata tanpa diucapkan [tanpa], jangan pergi diucapkan [ja ŋanpergi]. Dengan demikian penyimpangan tersebut dapat ditabelkan sebagai berikut. Tabel 5.7 Penyimpangan Asimilasi Fonem n+ p → [pp] Kata Pelafalan Kesalahan Pelafalan Arti sian pardalanan [siap pardalanan] [sian pardalanan] dari Universitas Sumatera Utara perjalanan dapotan pansamotan [dapotap passamotan] [dapotan passamotan ] mendapatkan songon pangurupion [so ŋop pa ŋurupion] [so ŋon paŋurupion] sebagai bantuan iboan punguan [iboap pu ŋuan] [iboan pu ŋuan] dibawa perkumpulan songon pandohan [so ŋop paddohan] [soŋon paddohan] seperti dikatakan 8. Penyimpangan Asimilasi Fonem r+n → [rr]