Pasif dengan Menggunakan Verba hona-

Tiap-tiap frase preposisi di atas sudah sangat erat hubungannya untuk membentuk konstruksi pasif sehingga frase itu lebih sering digunakan tanpa kehadiran verba yang menyatakan pasif.

g. Pasif dengan Menggunakan Verba hona-

Bentuk pasif yang juga penting diperhatikan adalah penggunaan verba transitif hona ’kena’. Untuk membentuk kalimat pasif, verba transitif hona dapat diikuti oleh verba transitif dasar seperti garar ‘bayar’, lean ‘beri’, dan suan ‘tanam’ atau oleh nomina tertentu seperti hata ‘kata’, sapata ‘sumpahkutukan’, udan ‘hujan’, ari ‘hari, sillam ‘kilat’, pangga ‘cangkul’, golok ‘parang’, gara ‘bara api’, raut ‘pisau’, dan bodil ‘bedilsenapan’. Semua verba transitif dasar dapat mengikuti verba hona untuk membentuk pasif, tetapi hanya beberapa nomina yang dapat digunakan untuk membentuk pasif seperti ini. Biasanya nomina itu adalah nomina yang dapat menjadi pelaku atau penyebab yang merugikan subjek. Makna kalimat pasif dengan menggunakan verba hona ini adalah ‘dikenai’ sebagaimana yang dinyatakan oleh bentuk dasar yang didahuluinya. Jika hona mendahului verba transitif dasar garar ‘bayar’, misalnya, maka artinya ‘dibayar’ dan jika hona mendahului nomina bodil, maka maknanya ‘dikenai bedil atau ditembak’. Apabila hona diikuti oleh verba transitif, kalimat itu tidak dapat memiliki pelaku dan apabila hona diikuti nomina, maka nomina itulah yang menjadi pelaku atau penyebab tindakan tersebut. Bentuk pasif ini juga dapat digunakan dalam klausa relatif sebagaimana terlihat pada kalimat berikut. 1. Nunga hona suan sude haumanami sudah kena tanam semua sawah kami ‘Semua sawah kami telah ditanami padi’ 3. Hona udan hami sadari manipat nantoari. kena hujan kami sehari penuh kemarin Universitas Sumatera Utara ’Kami kehujanan seharian kemarin’ Keberadaan penutur etnik BT di Medan yang bilingual dan hidup berdampingan dengan berbagai etnik dan penutur bahasa yang berbeda sebagaimana telah disebutkan tadi telah melakukan interferensi dalam sistem sintaksis BT. Penutur BT di Medan cenderung memasukkan unsur-unsur BI dalam pembentukan frasa ataupun klausa BT saat bertutur, misalnya dalam penggunaan preposisi ni ‘dari’ yang harus ada di dalam frasa dengan dua nomina yang berurutan. Kondisi ini mengakibatkan penyimpangan-penyimpangan dalam sistem sintaksis BT yang sekaligus mengacaukan sistem sintaksis BT baku. Beberapa penyimpangan dalam sistem BT yang dilakukan penutur BT di Medan dapat dideskripsikan sebagai berikut. 1 . Penggunaan Preposisi ni ’dari’ Preposisi BT ni yang mendahului nomina digunakan untuk menyatakan kepemilikan atau posesif dari benda atau orang lihat Nababan,1981 seperti tarup ni jabu ‘atap rumah’, jabu ni donganhu ‘rumah temanku’, dan ama ni si Ucok ‘ayah Ucok’. Bila kita bandingkan dengan sistem BI, untuk menyatakan kepemilikan, tidak diperlukan preposisi sebagaimana halnya dalam BT, misalnya baju adik, jendela rumah, mobil saya, dan sebagainya. Penyimpangan dalam aspek sintaksis yang dilakukan penutur BT di Medan disebabkan pengaruh sistem sintaksis BI. Terdapat kecenderungan penutur BT di Medan tidak menggunakan preposisi ni dalam tuturannya sebagaimana mestinya dalam sistem BT baku, misalnya dalam frasa di bagas keluarga ‘di rumah keluarga’. Dalam frasa tersebut, preposisi ni harus digunakan untuk mengantarai dua nomina berurutan, karena dalam sistem BT baku, pada dua nomina berurutan harus disisipkan preposisi ni sebagai pengantaranya. Universitas Sumatera Utara Interferensi yang terjadi disebabkan penutur menggunakan pola pembentukan kepemilikan BT yang mengikuti pola sistem BI, sebab sistem BI memang tidak menggunakan preposisi untuk menyatakan kepemilikan, misalnya frasa boneka adik, pintu rumah. Penyimpangan lainnya yang dilakukan penutur BT di Medan juga terdapat pada frasa berikut: • di bagas debata Æ di bagas ni debata ‘di dalam Tuhan’ • sihatahon nasida Æ sihatahon ni nasida ‘dikatakannya’ • di tonga jabu on Æ di tonga ni jabu on ‘di tengah rumah ini’.

2. Partikel na ’yang’