Penyimpangan Asimilasi Fonem ŋ +d → [ŋg]

asimilasi regresif dalam relasi antarkata yang menghasilkan pelafalan bunyi [rr]. Akan tetapi, dari data yang diperoleh, bunyi tersebut diucapkan dengan fonem nr tanpa menyesuaikannya dengan kaidah pelafalan BT, seperti on ro diucapkan [onro], di bagasan r oha diucapkan [dibagasan roha], dan mangoddih on rumatangga diucapkan [ma ŋoddihon rumataŋga]. Dengan demikian cara pelafalan seperti di atas telah melanggar kaidah sistem pelafalan bunyi BT. Hal tersebut disebabkan antara lain 1 penutur BT yang bilingual kurang memperhatikan atau 2 kurang memahami kaidah pelafalan BT, atau 3 sikap penutur yang kurang menghormati, bertanggung jawab, dan merasa tidak ikut memiliki bahasanya. Hal ini menyebabkan penutur yang seharusnya melafalkan jajaran fonem nr tersebut sebagai bunyi [rr], dilafalkannya seperti dalam BI. Hal ini terjadi karena dalam BI bunyi jajaran fonem nr tidak mengalami perubahan bunyi seperti dalam kata jangan resah diucapkan [ja ŋan resah]. Dengan demikian, penyimpangan konsonan nr ini dapat ditabelkan sebagai berikut. Tabel 5.15 Penyimpangan Asimilasi Fonem n +r → [rr] Kata Pelafalan Kesalahan Pelafalan Arti on ro [or ro] [onro] sampai di bagasan roha [dibagasar roha] [dibagasan roha] di dalam hati mangondihon rumatangga [ma ŋoddihor ruma ta ŋga] [ma ŋoddihor ruma ta ŋga] bertanggungjawab di rumahtangga 16. Penyimpangan Asimilasi Fonem ŋ +d → [ŋg] Jajaran fonem konsonan ŋ + d dalam BT harus direalisasikan sebagai bunyi [ŋg]. Pengucapan fonem yang demikian disebabkan adanya proses asimilasi di dalam sistem BT. Akan Universitas Sumatera Utara tetapi terjadi interferensi berupa penyimpangan pelafalan bunyi fonem konsonan BT ini yang seharusnya direalisasikan sebagai bunyi [ ŋg], penutur BT di Medan melafalkannya dengan fonem ŋd seperti tuturan berikut. 101[molo marguraja debata dipuji-pujiatta pittor ado ŋ do huaso] Data II.17 Tuturan yang mengalami penyimpangan di atas seharusnya dituturkan sebagai berikut 101a [molo marguraja debata di pujipujiat ta pittor ado ŋ go huaso] kalau bertahta tuhan di pujipujian kita langsung ada T kuasa ‘Kalau Tuhan bertahta di dalam puji-pujian kita, langsung ada kuasa’ Agar persoalan interferensi berupa penyimpangan pelafalan asimilasi konsonan BT seperti di atas lebih jelas, perhatikan tuturan-tuturan berikut. 102 [molo bin єrєŋ do di akka na masa ....] Data II.5 103 [goda ŋ do rupani na gabe... ] Data IV.14 Tuturan di atas seharusnya adalah sebagai berikut 102a [molo bin εrεŋ go di akka na masa....] kalau dilihat T di semua yang terjadi ‘Kalau melihat semua kejadian....’ 103a [goda ŋ go rupa ni na gabe ....] banyak T rupa nya yang jadi ‘banyak rupanya yang jadi ... ’ Tabel 5.16 Penyimpangan Asimilasi Fonem ŋ + d → [ ŋg ] Kata Pelafalan Kesalahan Pelafalan Arti adong do [ado ŋ go] [ado ŋ do] ada binereng do [bin εrεŋ go] [bin εrεŋ do] terlihat godang do [goda ŋ go] [goda ŋ do] banyak Penyimpangan pelafalan asimilasi konsonan seperti di atas disebabkan masuknya serpihan bunyi BI ke dalam sistem pelafalan fonem BT. Berdasarkan sistem fonologis BT, konsonan fonem ŋ yang merupakan bunyi nasal velar bersuara apabila letaknya berdampingan dengan fonem d yang merupakan bunyi hambat alveolar bersuara akan mengalami asimilasi Universitas Sumatera Utara progresif dalam relasi antar kata yang menghasilkan pelafalan bunyi [ ŋg]. Akan tetapi, dari data yang diperoleh berdasarkan tuturan penutur, bunyi tersebut diucapkan bunyi [ ŋd]. Penutur BT tidak menyesuaikannya dengan kaidah pelafalan BT, seperti adong do diucapkan [ado ŋ do], binereng do diucapkan [bin εrεŋ do], godang do diucapkan [godaŋ do]. Dengan demikian cara pelafalan seperti di atas telah melanggar kaidah sistem pelafalan bunyi BT. Hal tersebut disebabkan antara lain 1 penutur BT yang bilingual kurang memperhatikan atau 2 kurang memahami kaidah pelafalan BT, atau 3 sikap penutur yang kurang menghormati, bertanggung jawab, dan merasa tidak ikut memiliki bahasanya. Hal ini menyebabkan penutur yang seharusnya melafalkan fonem ŋd tersebut sebagai [ŋg], dilafalkannya seperti dalam BI. Hal ini terjadi karena dalam bahasa Indonesia bunyi jajaran fonem ŋd tidak mengalami perubahan bunyi seperti dalam kata gerbang depan diucapkan [gerba ŋ depan]. 17. Penyimpangan Asimilasi Fonem k + h → [kk]