Klausa Superordinatif disebut juga klausa bebas yaitu klausa yang dihubungkan oleh Kalimat Topik

klausa hanya dapat memiliki satu predikat. Jika sebuah konstruksi memiliki dua predikat, kontruksi tersebut terdiri atas dua klausa. Sebuah klausa merupakan bagian sebuah kalimat. Kalimat yang hanya terdiri dari satu klausa disebut kalimat sederhana, sedangkan yang terdiri atas lebih dari satu klausa disebut kalimat kompleks. Pada kalimat kompleks, salah satu klausanya disebut sebagai klausa utama, sementara kalimat sederhana hanya terdiri dari klausa utama tunggal Percival,1981:79. Klausa utama induk dapat berupa kalimat deklarasi, interogasi atau kalimat perintah. Berdasarkan hubungan antar klausa, klausa BT dibedakan menjadi sebagai berikut.

a. Klausa Superordinatif disebut juga klausa bebas yaitu klausa yang dihubungkan oleh

konjungsi dengan klausa lain yang lebih rendah satus sintaksisnya dan yang dapat berdiri sendiri menjadi kalimat tunggal dengan penambahan intonasi akhir. Klausa superordinatif ini sering juga disebut klausa utama. Misal: So adong na barani mangalo ibana nang pe suhar pambahenna ’Tidak ada yang berani melawan dia meskipun perbuatannya jelek’.

b. Klausa Subordinatif yaitu klausa yang dihubungkan oleh konjungsi dengan klausa lain yang

lebih tinggi status sintaksisnya dan merupakan bagian dari klausa pasangannya serta tidak dapat berdiri sendiri menjadi kalimat tunggal meskipun dengan tambahan intonasi akhir. Oleh sebab itu klausa subordinatif disebut klausa terikat. Misal: tingki so tubu anak nasida ... ’sebelum anak mereka lahir....’ Berdasarkan hubungan antara fungsi dan kategori, klausa bebas superordinatif dapat dibagi atas a klausa nominal, b klausa ajektival, dan c klausa adverbial. a. Klausa Nominal yaitu klausa subordinatif yang bertindak sebagai nomina. Klausa nominal dapat menduduki fungsi subjek dan objek. Konjungsi subordinatif BT yang Universitas Sumatera Utara dapat digunakan untuk memarkahi klausa nominal adalah konjungsi na dan yang berasal dari kata-kata tanya manang aha pe ’entah apa pun’. Misal: Patar do sude di adopanMi manang aha angka na masa tu diri nami ‘Semua jelas di hadapanMU entah apa yang terjadi kepada kami’. b. Klausa Ajektival yaitu klausa subordinatif yang bertindak sebagai ajektival. Klausa ini bertindak sebagai pewatas atau modifikator pada salah satu fungsi sintaksis yang menerangkan atau menjelaskan nomina sebagai objek atau subjek. Konjungsi yang digunakan sebagai pemarkah klausa ajektival adalah na. Misal: Nunga rela ho ro tu portibi on manaon sude na porsuk ‘Kau sudah rela datang ke dunia ini menahan semua derita’ c. Klausa Adverbial yaitu klausa subordinatif yang bertindak sebagai keterangan. Konjungsi yang dapat digunakan dalam klausa adverbial adalah na, konjungsi berasal dari kata-kata tanya seperti manang aha pe ‘entah apa pun, manang andigan pe ‘entah kapan pun, manang di dia pe ‘entah di mana pun, manang songon dia pe ‘entah bagaimana pun’, manang tu dia pe ‘entah kemana pun’. Sesuai dengan perincian makna konjungsi subordinatifnya, klausa adverbial BT terbagi atas klausa adverbial pertentangan, kenyataan, perbandingan, kemiripan, penyebaban, tujuan, persyaratan, pengandaian, akibat, waktu, gabungan, pilihan, percontohan, dan ketidakpastian. Misal: Ai di si ma hami tuhan taruli pasu-pasu ’Karena disitulah kami memperoleh berkat Tuhan’. Universitas Sumatera Utara d. Klausa Koordinatif yaitu klausa bebas yang dihubungkan oleh konjungsi dengan klausa lain yang setara dengannya dan yang dapat berdiri sendiri menjadi kalimat tunggal dengan penambahan intonasi akhir. Klausa koordinatif disebut klausa bebas karena dapat berpotensi menjadi kalimat tunggal dengan penambahan kesenyapan dan intonasi akhir. Selain itu klausa ini sering juga disebut dengan klausa setara karena memiliki hubungan sintaksis yang setara dengan klausa lain yang disebut juga klausa koordinatif. Misal: Unang adong mian di hami gabus, hajahaton, angka hata na so gabeak alai hata na gabe poda ma haruar siap pamangan nami ‘Jangan ada pada kami bohong, kejahatan, kata-kata yang tidak berguna tetapi kata-kata nasihat yang keluar dari mulut kami’. e. Klausa Verbal yaitu klausa yang predikatnya berkategori verba. Berdasarkan jenis verbanya, klausa verbal BT dibagi atas tiga bagian yaitu 1 klausa transitif, 2 klausa intransitif, dan 3 klausa semi-transitif. 1. Klausa transitif adalah klausa yang predikatnya berupa verba transitif yaitu verba yang memiliki penderita. Klausa transitif ini memiliki empat konstruksi yaitu klausa aktif, pasif, medial, dan resiprokal. Misal: jalo ma angka pujion nami ’terimalah semua pujian kami’ 2. Klausa intransitif adalah klausa yang predikatnya berupa verba intransitif yaitu verba yang tidak memerlukan penderita. Misal: alai mareak tonga borngin martangiang ma si Paulus ’tetapi menjelang tengah malam si Paulus berdoa’. 3. Klausa semitransitif yaitu klausa yang predikatnya adalah verba semitransitif yaitu verba yang tidak memerlukan pelengkap. Universitas Sumatera Utara Contoh: mulak tu jabu nga martugarang ibana ‘pulang ke rumah dia sudah merangkak’ 4. Klausa Nonverbal yaitu klausa yang memiliki predikat nonverba. Kategori nonverba yang dapat menduduki predikat dalam BBT adalah nomina, numeralia, ajektiva, dan adverbia frasa preposisional. Misal: - datu bolon do ompungna ‘kakeknya dukun besar’ - di balian dope angkangmu ‘abangmu masih di sawah’

8.3.3 Pola Kalimat Batak Toba

Menurut Sibarani 1997:10 kalimat dalam BT berpola POS VOS atau lebih lengkapnya POSK. Jika sebuah kalimat memiliki K, posisinya berada setelah S. pada umumnya, Pel hadir jika predikatnya berkategori verba dwitransitif atau semitransitif dalam suatu bahasa. Oleh karena BT tidak memiliki verba dwitransitif, pelengkap pel hanya hadir setelah verba semitransitif. Kalimat BT tidak selamanya memiliki O dan juga tidak selamanya P berupa verba, seperti terlihat pada kalimat berikut ini 1 P trans – O – S Mangallang jagal hami di lappo. makan daging kami di warung ‘ Kami makan daging di warung.’ 2 P intrans – S Mangan ma hami di jabuna makan T si Pantun ‘ Kami makan di rumahnya’ 3 P semitrans – Pel – S Mardingding topas do jabuna. berdinding tepas T rumahnya ‘ Rumahnya berdinding tepas’. Universitas Sumatera Utara 4 P trans.Pasif – Pel – S – K Diboan halak i do eme i tu pesta i. dibawa mereka itu T padi itu ke pesta itu ’ Mereka membawa padi ke pesta itu’. 5 P ajektiva – S Marsak roha na mamereng pangalahoni angka ianakkonna. sedih pikiran nya melihat kelakuan tiap anak nya ‘ Hatinya sedih melihat kelakuan semua anaknya’. 6 P n0mina – S – K Siboan tua ma hamu di tongatonga ni keluargamu. pembawa berkat T kalian di tengah-tengah M keluargamu ’Pembawa berkatlah kalian di tengah-tengah keluargamu’. 7 P verba intransitif – S – Pel verba – K Lao do nasida marsomba tu angka inganan parsombaon. pergi T mereka menyembah ke berbagai tempat penyembahan ‘ Mereka pergi menyembah ke berbagai tempat penyembahan’. Jika diperhatikan kalimat-kalimat di atas, terlihat bahwa setiap kalimat memiliki pemarkah topik. Pemarkah topik dalam BT ini adalah do, ma, pe, dope, nama, dan be. Posisi pemarkah topik itu berada setelah unsur sintaksis pertama atau setelah unsur sintaksis ysng dikedepankan. Akan tetapi, apabila verba transitif bersama dengan objek VO dan verba semitransitif bersama dengan Pel Vpel dikedepankan, posisi pemarkah topik berada setelah O dan Pel karena hubungan VO dan Vpel pada umumnya sangat ketat sehingga tidak dapat diantarai unsur lain. BT tidak memiliki verba dwitransitif bitransitif seperti BI dan bahasa Inggris sehingga kalimat BT tidak mengenal dua nomina pengisi fungsi sintaksis secara berurutan setelah predikat. Dengan kata lain, dua nomina yang sangat berfungsi sebagai O dan Pel tidak mungkin Universitas Sumatera Utara secara berurutan mengikuti predikat dalam BT. Dalam istilah tradisional, tidak mungkin terdapat objek langsung dan objek tak langsung dalam kalimat bahasa BT. Oleh karena BT hanya mengenal verba ekatransitif, verba BT hanya membutuhkan satu FN dan verba tersebut tidak dapat menunjukkan peran benefaktif. Yang memperlihatkan peran benefaktif dalam BT adalah preposisi tu “ kepada”. Dengan demikian, BT tidak memiliki struktur kalimat seperti struktur BI dan bahasa Inggris berikut ini: 1. Mereka memberi saya buku 2. They gave me a book Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa predikat dalam kalimat BT mendahului semua sintaksis lain, baik objek, subjek, pelengkap maupun keterangan. Jika semua fungsi sintaksis itu hadir dalam kalimat, polanya P-O-S-K jika kalimat itu memiliki objek atau P- Pel-S-K jika kalimat itu memiliki pelengkap atau P-Pel-S-K jika kalimat itu dalam bentuk kalimat pasif. Variasi lain yang masih mungkin terjadi dalam pola kalimat BT adalah pengedepanan subjek untuk mendapatkan penopikan subjek. Sibarani 1997 : 215 mengungkapkan bahwa dalam pola umum konstruksi kalimat tunggal BT, predikatlah yang menjadi topik suatu kalimat karena predikat itu berada di depan sebuah kalimat. 1. Jenis Kalimat Batak Toba Kalimat adalah satuan bahasa terkecil , dalam wujud lisan, atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh lihat Alwi,dkk.2000. Dalam wujud lisan, kalimat diucapkan dengan suara naik turun dan keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir yang diikuti oleh kesenyapan yang mencegah terjadinya perpaduan ataupun asimilasi bunyi ataupun Universitas Sumatera Utara proses fonologis lainnya. Sementara Chaer 1994 : 240 mendefinisikan kalimat sebagai satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar, yang biasanya berupa klausa dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan dan disertai dengan intonasi final.

a. Kalimat Topik

Kalimat topik adalah kalimat yang menekankan unsur yang dikedepankan dalam suatu predikasi. Dalam pembentukan kalimat topik, BT menggunakan partikel do, ma, pe, nama, be dan dope sebagai pemarkahnya. Meskipun sama-sama berfungsi sebagai pemarkah topik, partikel-pertikel itu memiliki perbedaan makna dalam konteks pemakaiannya. Partikel do, ma , dan pe tidak dapat digunakan sekaligus dalam sebuah kalimat, sedangkan partikel topik be dapat digunakan bersama-sama dengan dengan salah satu partikel tersebut lihat Sibarani, 1997. Dalam pola umum konstruksi kalimat tunggal BT, predikatlah yang menjadi topik suatu kalimat karena predikat itu berada di depan sebuah kalimat. Akan tetapi, pengedepanan unsur lain dapat dilakukan untuk menekankan fungsi sintaksis lain seperti subjek, pelengkap atau keterangan, kecuali objek karena objek tidak dapat dipisahkan dengan predikat atau verba transitifnya Sibarani, 1997 : 216. Contoh: Ingkon ro do hamu tu jabu nami. harus datang T kalian ke rumah kami ‘Kalian harus datang ke rumah kami’ 2. Kalimat Berita Kalimat berita yang disebut juga kalimat deklaratif adalah kalimat sempurna yang memberitakan sesuatu dengan mengharapkan tanggapan berupa pemahaman. Terdapat berbagai macam bentuk kalimat deklaratif seperti kalimat aktif, pasif, medial, resiprokal. negatif, tunggal, Universitas Sumatera Utara majemuk dengan syarat kalimat itu memberitakan sesuatu dan memenuhi kesempurnaan kalimat, yaitu sedikitnya memiliki satu klausa. Kalimat berita dalam BT tersebut dapat dilihat berikut ini. - Marumur ma imana pitupulu sada ‘Dia berusia tujuh puluh satu’. - Dang imana na markareta ’Bukan dia yang naik kereta’. - Laos dipaboa nasida ma hata ni tuhan i tu ibana dohot tu saluhut donganna sabagas ‘Langsung diberitahukan mereka perkataan Tuhan itu kepada dia dan kepada semua keluarganya’.

3. Kalimat Tanya

Kalimat tanya atau disebut juga kalimat interogatif adalah kalimat yang menanyakan sesuatu atau seseorang dengan mengharapkan tanggapan berupa jawaban. Kalimat tanya dalam BT memiliki 11 kata tanya dasar yakni aha ‘apa’, ise ‘siapa’, andigan ‘kapan mendatang, nandigan ‘kapan lampau’, piga ‘berapa terhitung’, sadia ‘berapa tak terhitung’, boha ‘bagaimana’, dia ‘yang mana’, boasa ‘kenapa’, mahua ‘apa yang terjadi’, dan marhua ‘melakukan apa’. Selain kata-kata tanya dasar tersebut, BT juga memiliki kata tanya kompleks yang pembentukannya diperoleh dari kata tanya dasar didahului preposisi dan biasanya digunakan untuk menggantikan atau menanyakan frase preposisional dalam kalimat tanya. Kata- kata tanya kompleks tersebut antara lain sian aha ‘dari apa’, songon aha ‘seperti apa’, tu aha ‘untuk apa’, di dia ‘dimana’, sian dia ‘dari mana’, tu ise ‘untuk siapa’, songon dia ‘bagaimana’. Misal: - Ai marhua do anak ni tukkanghau ro tu son? ‘Apa yang dikerjakan anak tukang kayu datang kemari?’ - Nandigan ro hamu? ‘Kapan kalian datang?’ - Didia ho maringanan ? ‘Dimana kamu tinggal?’ Universitas Sumatera Utara