Penyimpangan h sebagai bunyi [k] dan [h]

r [r] b. Penyimpangan h sebagai bunyi [k] dan [h] Penyimpangan dalam alternasi bunyi konsonan BT h yang diucapkan sebagai bunyi [k] dan [h], misalnya pada kata kuasa yang diucapkan [kuaso] dan [huaso]. Gejala penyimpangan dengan adanya variasi fonem ini ditemukan dalam tuturan berikut. 19 [molo marguraja debata dipuji-pujiatta pittor ado ŋ do kuaso] Data II.7 Tuturan 19 memperlihatkan terjadinya penyimpangan dalam pengucapan konsonan BT. Kata kuaso kuaso seharusnya diucapkan penutur sebagai [huaso] seperti tampak dalam 19a berikut. 19a [molo marguraja debata di pujipujiat ta pittor ado ŋ do huaso] kalau ber tuhan di pujian kita langsung ada T kuasa ‘Kalau Tuhan berada di atas puji-pujian kita langsung ada kuasa’ Penyimpangan dalam alternasi bunyi konsonan BT h yang diucapkan sebagai bunyi [k] dan [h], misalnya dalam kata kuasa yang diucapkan sebagai [huaso] dan [kuaso]. Alternasi ini tidak bersifat distingtif karena tidak membedakan makna. Penutur BT mengucapkan kedua variasi ini secara bergantian dan tanpa ada keteraturan. Berdasarkan data, penutur BT melakukan alternasi dalam mengucapkan bunyi fonem h seperti dalam kata huaso yang diucapkan penutur BT menjadi [kuaso] padahal kata tersebut harus diucapkan sebagai [huaso] seperti dalam tuturan berikut. 20 [so ŋon hala na porsєa na gabe meŋandalkan huaso]. Data II.5 seperti orang yang percaya yang jadi mengandalkan kuasa ‘seperti orang percaya yang jadi mengandalkan kuasa’ Sebagai bandingan variasi ini, misalnya terdapatnya alternasi fonem h pada kata hopi yang diucapkan [kopi] dan [hopi]. Di sini alternasi [k] dan [h] yang berasal dari fonem h sifatnya tidak distingtif. Para penutur BT mengucapkan variasi bunyi tersebut tanpa ada Universitas Sumatera Utara keteraturan. Variasi ini dapat disejajarkan dengan variasi bebas free variation. Seperti telah diungkapkan pada bab IV dalam penelitian ini bahwa dalam sistem BT, fonem k tidak terdapat pada posisi awal dan tengah. Nababan 1981 menyebutkan kemunculan fonem k pada posisi awal dan tengah dalam BT termasuk sebagai perkembangan baru dalam sistem BT melalui kosakata pinjaman BI lihat juga Warneck, 2001. Fenomena penyimpangan seperti ini ditemukan juga dalam data tuturan BT lainnya seperti berikut. 21 [alai tarso ŋon i ma kuaso na adoŋ di hita molo tapuji debata] Data II.7 Tuturan ini seharusnya adalah 21a [alai tarso ŋon i ma huaso na adoŋ di hita molo ta puji debata] tetapi seperti itu T kuasa yang ada di kita kalau kita puji tuhan ‘Tetapi seperti itulah kuasa yang ada pada kita jika kita memuji Tuhan’. Alternasi fonem h juga terdapat dalam kata ulang reduplikasi yang dituturkan oleh penutur BT dalam sebuah pidato saat menyampaikan kata sambutan. Tuturan yang disampaikannya mengindikasikan bahwa penutur tersebut adalah seorang penutur bilingual BT- BI yang tidak sejajar seperti dalam tuturannya berikut. 22 [akka kekura ŋankekuraŋan i dak pola ...] Data IV.12 Tuturan seperti di atas seharusnya adalah 22a [akka hahura ŋanhahuraŋan i dak pola ...] semua kekurangankekurangan itu tidak perlu ’Semua kekurangan itu tidak perlu....’ 23 [... ado ŋ akka hahuraŋanhahuraŋan....] Data IV.12 ada semua kekurangankekurangan ’...ada semua kekurangan....’ Tuturan seperti di atas juga menggambarkan penutur yang bersikap kurang memiliki kesadaran untuk mematuhi sistem BT dalam tuturannya walaupun kelihatannya sikap untuk mempertahankan eksistensi bahasa BT sebagai jati diri penutur masih terlihat dengan Universitas Sumatera Utara mencampuradukkan kedua bahasa yang dikuasainya. Artinya, kedua tuturan tersebut mengindikasikan bahwa di satu sisi penutur BT ini ingin menunjukkan identitas dirinya dengan menggunakan kata hahuranganhahurangan, di sisi lain penutur tidak mampu menghindarkan diri dari pengaruh BI dengan masuknya kosakata BI kekurangan-kekurangan. Dengan demikian, variasi konsonan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut. [k] h [h] c. Penyimpangan d sebagai bunyi [j] dan [d]