Asumsi dan Hipotesis Klarifikasi Istilah

dikumpulkannya sebagian dituangkannya dalam buku bacaan dan tata bahasa. Hanya dalam waktu yang singkat yaitu tahun 1855 van der Tuuk telah menerbitkan Over Schrift en Uttspraak der Tobasche Taal Perihal tulisan dan Pengucapan Bahasa Toba. Perkembangan tulisan Batak Toba tidak terlepas dari peranan gereja melalui dua orang pendeta perintis, Nommensen 1862 dan Johannsen yang memberikan khotbah pada setiap acara ibadah di Lembah Silindung. Sampai pada penerbitan alkitab Padan Na Imbaru Perjanjian Baru dalam Aksara Batak, peranan kedua pendeta ini sangat besar dalam usaha pembakuan dan penyebarluasan bahasa BT, disamping peranan para guru dari sekolah guru Sikola Tinggi Pansur na Pitu. Karena semakin banyak orang Batak yang bisa membaca, mulailah alkitab Perjanjian Baru terjemahan Nommensen diterbitkan dalam huruf Latin atas kerjasama lembaga Alkitab di Negeri Belanda dan Inggris sehingga seiring berjalannya waktu, kebanyakan orang Batak tidak menguasai lagi tulisan Batak lihat Siahaan, 2005, Irmawati, 2007. Demikianlah sejarah perjalanan panjang perkembangan tulisan akasara Pallawa BT sampai pada akhirnya menjadi aksara Latin yang digunakan masyarakat BT sekarang sebagai alat komunikasi dalam berbagai aktivitas sehari-hari. Menurut Siahaan 1982, bahasa BT digunakan suku BT dalam kehidupan seharí-hari yaitu: a. dalam kehidupan keluarga: suami-isteri, orang tua - anak, antarsaudara. b. interaksi sosial: tetangga sesuku, perkumpulan marga c. kegiatan kerohanian gereja: berkhotbah, berdoa. d. adat istiadat, dan sebagainya.

1.7 Asumsi dan Hipotesis

Universitas Sumatera Utara Asumsi dalam penelitian ini adalah bahwa gejala interferensi sebagai salah satu masalah dalam peristiwa kebahasaan penutur bilingual disebabkan adanya kecenderungan penutur untuk memasukkan unsur-unsur kedua bahasa yang dikuasainya saat berbahasa. Gejala interferensi ini diasumsikan terjadi juga dalam BT di Medan karena penutur BT yang bilingual BT-BI cenderung memasukkan unsur-unsur kedua bahasa secara bergantian saat berbahasa. Kemungkinan BT mengalami interferensi BI dimulai dari tingkat bunyi, kata, bahkan sampai pada tingkat kalimat. Berdasarkan asumsi tentang adanya gejala interferensi dalam tuturan-tuturan BT yang mungkin terjadi di Medan yang akan dihubungkan pula dengan sikap bahasa penutur, maka dirumuskan empat hipotesis sebagai pegangan sementara sebagai berikut. 1. Terdapat interferensi BI terhadap BT baik pada tataran fonologis, gramatikal, maupun leksikal. 2. Terdapat perbedaan sikap bahasa penutur BT berdasar ciri sosial dengan variabel jenis kelamin, usia, lamanya tinggal, dan pemakaian bahasa. 3. Terdapat sikap bahasa yang positif penutur Batak Toba di Medan terhadap bahasa BT. 4. Terdapat korelasi yang signifikan antara sikap penutur BT di Medan dengan interferensi bahasa dalam BT.

1.8 Klarifikasi Istilah

Berdasarkan deskripsi sebelumnya dapat dirumuskan beberapa istilah yang dipakai dalam kajian BT di Medan, baik yang sudah jelas-jelas dikemukakan dalam paparan tersebut maupun yang masih tersamar. Sebagian dari rumusan ini diharapkan sekaligus dapat mengklarifikasi ruang lingkup kajian yang digarap. Universitas Sumatera Utara Yang pertama perlu ditegaskan adalah perihal bahasa BT yang merupakan bahasa daerah yang digunakan oleh penutur etnik BT dalam berkomunikasi dengan penutur BT lainnya, baik dalam keluarga, tetangga, dan lingkungan sosial bernuansa kedaerahan. Penutur Batak Toba yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mereka yang lahir di daerah asal bona ni pasogit, tinggal menetap di Medan ≥ lima tahun, dan merupakan penutur BT yang berdomisili di kota Medan. Selain itu penutur yang dimaksudkan dalam kajian ini merupakan komunitas bilingual BT dan BI. Bilingualisme mengacu kepada penguasaan dan penggunaan dua bahasa atau lebih secara berganti-ganti, yang mengacu kepada orang yang menguasai bahasa pertama B 1 dan bahasa kedua B 2 ; penguasaan B 2 itu dapat merujuk kepada yang produktif dan reseptif atau kepada penguasaan yang reseptif saja dwibahasawan pasif Sebuah masyarakat tutur diasumsikan mempunyai sejumlah ranah kebahasaan, ranah itu merupakan konstelasi antara partisipan, topik, dan lokasi. Tuturan BT yang memperlihatkan gejala interferensi diperoleh dari berbagai situasi dalam empat ranah, yaitu ranah keluarga, tetangga, keagamaan, dan adat. Ranah ketiga pertama dari keempat ranah tersebut diambil dari Parasher dalam Sumarsono 1993, sementara itu digunakannya ranah adat dalam penelitian ini mengingat bahwa kegiatan adat merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari masyarakat BT. Sehingga terdapat istilah dalam masyarakat bahwa masyarakat BT itu hanya hidup untuk kegiatan adat saja, sebab bila mengikuti suatu acara adat, baik adat perkawinan, kelahiran, kematian, mereka harus hadir dari pagi sampai malam hari bahkan ada juga yang berhari-hari pelaksanaannya, misalnya acara adat untuk orang yang meninggal. Dalam masyarakat bilingual seperti masyarakat etnik BT di Medan, kemungkinan terjadinya gejala interferensi selalu ada karena ketika berbahasa ada kecenderungan mereka Universitas Sumatera Utara untuk memasukkan unsur-unsur kedua bahasa yang dikuasainya BT dan BI secara bergantian. Interferensi yang dimaksudkan di dalam kajian ini adalah interferensi yang sesuai dengan konsep Weinreich 1968 berdasarkan bukunya Languages in Contact yaitu interferensi pada aspek fonologi, gramatikal, dan leksikal. Konsep sikap bahasa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah berdasarkan teori sikap bahasa languages attitude Anderson 1974 yang menyebutkan bahwa sikap merupakan tata keyakinan yang berhubungan dengan bahasa yang berlangsung relatif lama, tentang suatu objek bahasa yang memberikan kecenderungan kepada seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu yang disukainya. Sikap bahasa penutur ditandai oleh tiga ciri seperti yang diungkapkan Garvin dan Mathiot 1968 di dalam kertas kerja mereka berjudul ’The Urbanization of the Guarani Language: A Problem in Language and Culture’ yakni kesetiaan bahasa, sikap kebanggaan bahasa, dan sikap kesadaran terhadap norma-norma bahasa.

1.9 Sistematika Penulisan