Penyimpangan Asimilasi Fonem l+d → [ll]

melafalkannya sama seperti dalam BI. Hal ini terjadi karena dalam BI bunyi jajaran fonem konsonan n+h tidak mengalami perubahan bunyi seperti dalam kata calon hakim diucapkan [cal0nhakim], balon hijau diucapkan [balonhijau]. 6. Penyimpangan Asimilasi Fonem l+d → [ll] Jajaran fonem konsonan l+d dalam BT harus direalisasikan sebagai bunyi [ll]. Pengucapan fonem yang demikian disebabkan adanya proses asimilasi di dalam sistem BT. Akan tetapi terjadi interferensi berupa penyimpangan pelafalan bunyi fonem konsonan BT ini yang seharusnya direalisasikan sebagai bunyi [ld], penutur BT di Medan melafalkannya dengan fonem ll seperti tuturan berikut. 67 [ala maol do lokka ŋ sian nasida budaya hasipelebeguan i] Data II.5 Tuturan yang sesuai dengan sistem BT seharusnya adalah 67a [ala maol lo lokka ŋ sian nasida budaya hasipelebeguan i] karena sulit T lepas dari mereka budaya penyembahan roh itu ‘karena sulit bagi mereka melepaskan budaya penyembahan berhala itu’ Dalam tuturan 64 di atas, tampak terjadi penyimpangan pelafalan disebabkan masuknya serpihan bunyi BI yang terjadi dalam pelafalan fonem BT. Berdasarkan sistem fonologis BT, konsonan fonem l yang merupakan lingual lateral alveolar bersuara apabila letaknya berdampingan dengan fonem d yang merupakan hambat alveolar bersuara akan mengalami asimilasi progresif dalam relasi antarkata yang menghasilkan pelafalan bunyi [ll]. Akan tetapi, dari data yang diperoleh berdasarkan tuturan penutur, bunyi tersebut diucapkan sesuai dengan bunyi fonem-fonem tersebut l+d tanpa menyesuaikannya dengan kaidah pelafalan BT, seperti ma ol do diucapkan [maol do]. Universitas Sumatera Utara Dengan demikian cara pelafalan seperti di atas telah melanggar kaidah sistem pelafalan bunyi BT. Hal tersebut disebabkan antara lain 1 penutur BT yang bilingual kurang memperhatikan atau 2 kurang memahami kaidah pelafalan BT, atau 3 disebabkan sikap penutur yang kurang perduli terhadap sistem BT sebagai penanda jati dirinya. Hal ini menyebabkan penutur salah melafalkan fonem l + d yang sesuai sistem BT. Penutur yang seharusnya melafalkan bunyi jajaran fonem l+d tersebut sebagai [ll], dilafalkannya seperti dalam BI karena dalam BI bunyi jajaran fonem l+d tidak mengalami perubahan bunyi seperti dalam kata pasal dua diucapkan [pasaldua]. saldo diucapkan [saldo]. Penyimpangan dalam asimilasi seperti ini, di dalam penelitian ini hanya ditemukan pada kata maol do maol do yang harus diucapkan [maol lo]. Akan tetapi bila diamati dalam masyarakat BT di Medan, penyimpangan pengucapan asimilasi konsonan ini tampak dalam kata-kata seperti somal do somal do yang menurut sistem BT seharusnya diucapkan penutur sebagai [somal lo], akan tetapi diucapkan penutur sebagai [somal do] seperti dalam tuturan Somal do halak i ro tu son ‘Biasa orang itu datang ke sini’. Dengan demikian penyimpangan tersebut dapat ditabelkan sebagai berikut. Tabel 5.6 Penyimpangan Asimilasi Fonem l+ d → [ll] Kata Pelafalan Kesalahan Pelafalan Arti maol do [ maol lo ] [maol do] sulit somal do [somal lo ] [somal do] biasa 7. Penyimpangan Asimilasi Fonem n+p → [pp]