Fonem ŋ+h → [kk] Fonem n+s → [ss]

1,00 3 3.1 3.1 100.0 Total 96 100.0 100.0 5 sian taon ‘dari tahun’ DK Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent ,00 44 45.8 45.8 45.8 1,00 52 54.2 54.2 100.0 Valid Total 96 100.0 100.0 6. Fonem ŋ+h → [kk] Dalam sistem bunyi BT banyak ditemukan asimilasi bunyi seperti asimilasi regresif, progresif, dan resiprokal dalam suku kata dan antar kata. Bunyi jajaran fonem ŋ+h baik dalam suku kata atau antar kata harus direalisasikan sebagai bunyi [kk]. Realisasi bunyi fonem ŋ+h menjadi bunyi[kk] disebut asimilasi resiprokal. Berdasarkan data penelitian terdapat penyimpangan pelafalan terhadap bunyi jajaran fonem ŋ+h yang direalisasikan oleh penutur BT di Medan dengan bunyi [ŋh]. Jajaran fonem n+h terdapat dalam teks singkat berupa kata nang hita [nak kita] ’kita juga’ dan dalam daftar kata berupa kata bereng hamu [b єrєk kamu]’ lihat kalian’. Realisasi pelafalan gabungan fonem ŋ+h menjadi bunyi [kk] adalah sesuai kaidah sistem bunyi BT. Dilihat dari tabel frekuensi interferensi bunyi terhadap fonem ŋh baik dalam teks singkat maupun daftar kata tergambar bahwa responden yang salah melafalkannya adalah 91 94,8 pada TS dan 70 responden 72,9 pada DK. 6 nang hita ‘kita juga’ TS Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent ,00 5 5.2 5.2 5.2 1,00 91 94.8 94.8 100.0 Valid Total 96 100.0 100.0 Universitas Sumatera Utara 6 bereng hamu ‘kalian lihat’ DK Frequenc y Percent Valid Percent Cumulative Percent ,00 26 27.1 27.1 27.1 1,00 70 72.9 72.9 100.0 Total 96 100.0 100.0 7. Fonem n+s → [ss] Dalam sistem bunyi BT banyak ditemukan asimilasi bunyi seperti asimilasi regresif, progresif, dan resiprokal dalam suku kata dan antar kata. Bunyi jajaran fonem n+s baik dalam suku kata atau antarkata harus direalisasikan sebagai bunyi [ss]. Realisasi bunyi jajaran fonem n+s menjadi bunyi [ss] disebut asimilasi regresif. Berdasarkan data penelitian tes interferensi terhadap bunyi jajaran fonem n+s terdapat penyimpangan pelafalan. Jajaran fonem n+s direalisasikan oleh penutur BT di Medan dengan bunyi [ns] atau bunyi [cc] yang terdapat dalam teks singkat berupa kata mansai [massai] ’sangat’ dan dalam daftar kata berupa kata hinsa [hissa] ’lincah’. Dari data hasil tes interferensi, ditemukan bahwa kata-kata mansai dan hinsa direalisasikan responden dengan dua cara yaitu [mansai], [hinsa] dan [maccai], [hicca]. Realisasi pelafalan n+s menjadi bunyi [ns] memperlihatkan bahwa penutur terpengaruh sistem BI karena jajaran fonem tersebut tidak mengalami asimilasi dalam kaidah pelafalan BI. Realisasi pelafalan bunyi fonem ns menjadi bunyi [cc] menggambarkan hal yang sama dengan hasil penelitian Percival 1981. Diungkapkannya bahwa terdapat kecenderungan penutur BT di Medan melafalkan gabungan fonem n+s sebagai bunyi [cc] atau [ss] lihat juga Nababan,1981. Padahal menurut sistem bunyi BT, gabungan fonem n+s harus dilafalkan sebagai [ss]. Dilihat dari tabel frekuensi interferensi bunyi terhadap fonem ns baik dalam teks singkat maupun daftar kata tergambar Universitas Sumatera Utara bahwa responden yang salah melafalkannya adalah 39 orang 40,6 pada TS dan 47 orang 49 pada DK. 7 mansai ‘sangat’ TS Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent ,00 57 59.4 59.4 59.4 1,00 39 40.6 40.6 100.0 Valid Total 96 100.0 100.0 7 hinsa ‘lincah’ DK Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent ,00 49 51.0 51.0 51.0 1,00 47 49.0 49.0 100.0 Valid Total 96 100.0 100.0 8. Fonem n+h → [kk]