Pembentukan Nomina BT Frase preposisi-lokatif yaitu frase yang didahului oleh preposisi lokatif dan yang

- hata batak ’bahasa Batak’ - tao toba ’danau Toba’ - huta hatubuan ni raja i ’kampung kelahiran raja’ - harotas panuratan ’kertas surat’. Sebagaimana disebutkan di atas bahwa keberadaan penutur etnik BT di Medan yang bilingual dan hidup berdampingan dengan berbagai etnik dan penutur bahasa yang berbeda sebagaimana telah disebutkan tadi tampaknya mengalami fenomena interferensi bukan hanya pada sistem fonologis tetapi juga pada sistem morfologis BT. Penutur BT di Medan cenderung memasukkan unsur-unsur BI dalam pembentukan kata BT saat bertutur. Akibatnya, terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam sistem morfologis BT yang mengacaukan sistem morfologis BT. Interferensi morfologis yang terjadi dalam bahasa BT di Medan adalah berupa penyimpangan-penyimpangan dalam proses pembentukan kata BT. Interferensi morfologis yang diidentifikasi terdapat dalam tuturan BT di Medan adalah terhadap pembentukan kata yang di dalamnya terdapat unsur BI yang morfem tersebut terdapat padanannya dalam BT. Penyimpangan proses pembentukan morfem BT disebabkan terjadinya interferensi bahasa dideskripsikan sebagai berikut.

1. Pembentukan Nomina BT

Pada umumnya, proses pembentukan nomina BT berpola Morfem Terikat + Morfem Bebas atau Morfem Bebas + Morfem Terikat, misalnya pada {hepengmi} ‘uangmu’. Kata ini dibentuk dari nomina BT {hepeng} + Afiks BT {-mi}. Proses pembentukan nomina ini sesuai dengan sistem morfologis BT baku. Universitas Sumatera Utara Akan tetapi, proses pembentukan nomina BT di Medan mengalami penyimpangan disebabkan pengaruh unsur BI yang masuk ke dalam sistem pembentukan nominanya. Pembentukan nomina yang menyimpang dari sistem BT misalnya pada proses pembentukan kata ikatta. Penutur BT membentuk nomina tersebut melalui proses Nomina BI {ikan} + Morfem terikat BT {-ta,-muna}. Pembentukan kata dengan pola demikian dikatakan sebagai penyimpangan sebab padanan kata ikan , terdapat dalam BT yaitu dengke [dekke]. Proses pembentukan seperti itu telah mengacaukan sistem BT karena terjadinya interferensi unsur BI ke dalam sistem BT. Interferensi morfologis dalam pembentukan nomina BT seperti ini disebabkan penutur BT telah mengenal kosakata ikan dalam BI dan bahkan sering menggunakannya saat bertutur dalam BT. Penyimpangan proses pembentukan nomina BT lainnya ditemukan juga dalam kata berikut {bawahanna} ’bawahannya’, {rayaqna} ’rakyatnya’, {barakkon} ’barangku’, {g ərejana} ’gerejanya’, {p ərasaanna} ’perasaannya’, {sekitarna}, {misalna}, {contohna}. Interferensi lainnya yang terjadi dalam pembentukan nomina seperti di atas semakin jelas memperlihatkan bahwa penutur BT di Medan telah dipengaruhi sistem BI, sebagaimana tampak dalam penyimpangan proses pembentukan nomina BT yang berpola Nomina BI + Afiks BT {-hu, -na}, seperti tampak pada nomina berikut {seniorhu}, {sabotulna}, demikian juga dalam proses pembentukan reduplikasi BT, misalnya {marmaccam-maccam}, {kurapkurapon}.

2. Pembentukan Verba BT

Dalam proses pembentukan verba, pada umumnya sistem BT juga memiliki pola Morfem Terikat + Morfem Bebas, misalnya pada kata {marende} ‘bernyanyi’. Universitas Sumatera Utara Penyimpangan-penyimpangan dalam proses pembentukan kata BT disebabkan masuknya unsur BI adalah dengan pola Morfem Terikat BI + Verba BT atau Morfem Terikat BT + Verba BI. Penyimpangan proses pembentukan verba BT lainnya juga dilakukan melalui proses pembentukan dari dua morfem bebas yaitu morfem bebas BI + morfem bebas BT atau merupakan verba pinjaman dari luar BT yaitu morfem bebas BI + Morfem bebas bukan BT, misalnya pada bentukan verba { pakke mik} Æ marmik ’memakai pengeras suara’. Verba itu sebenarnya terbentuk dari pola frasa BT. Namun tetap dikategorikan sebagai pembentukan verba dalam BT yang terinterferensi karena unsur-unsur yang bukan BT itu disesuaikan cara pengucapannya dengan BT. Contoh lain yang dapat diamati adalah verba {martanggung jawab}. Proses pembentukan verba {martanggung jawab} diperoleh dari Afiks BT {mar- } + nomina BI {tanggung jawab}. Penyimpangan terjadi pada morfem itu karena dalam sistem BT kata {martanggung jawab} sebenarnya ada padanannya dalam BT yaitu {maralus}. Penyimpangan proses pembentukan lainnya dapat juga diamati pada verba BT yang terinterferensi unsur BI seperti pada verba {barpikkiran} yang sebenarnya verba tersebut dapat dikatakan sepenuhnya merupakan verba dan afiks BI, tetapi pembentukan itu tidak lazim dalam BI. Penutur BT di Medan menerapkan pola pembentukan verba BT, yaitu {maN-, -hon} + {pikkir} ke dalam pola pembentukan BI dan menjadikannya sebagai verba BT. Demikian pula pada proses pembentukan verba {manuntun} dan {manjual}. Pembentukan verba ini berpola BT{maN-} + tuntun dan {maN-} BT + jual yang padanannya dalam BT adalah manogu dan manggadis. Di sini, unsur verba BI disisipkan dalam pembentukan verba BT. Penyimpangan pembentukan verba BT seperti itu karena pengaruh leksikal BI. Universitas Sumatera Utara Penyimpangan proses pembentukan verba BT yang dilakukan penutur BT di Medan juga tampak dalam proses pembentukan penggunaaan enklitik BT + verba BI, misalnya {hukuasai}, {tahapal} yang padanannya terdapat dalam BT yaitu {huhuasoi}, dan {ta apil} Ada juga penyimpangan verba BT yang dibentuk melalui verba BI + afiks BT yang mengakibatkan kekacauan dalam sistem BT seperti berikut {beberhonon}, {berdayahokkamu} yang sebenarnya BT memiliki padanannya yaitu jojorhon dan marguna. Penyimpangan proses pembentukan verba BT yang lebih kacau lagi terdapat pada morfem {memprioritaccon} yang merupakan bentukan dari verba BI {meN-} + {prioritas} + afiks BT {-hon}. Gugus konsonan sh dalam {prioritas} + {-hon} mengalami asimilasi menjadi [cc] hingga menghasilkan verba yang merusak kaidah BT dengan pengucapan [memprioritaccon]. Sebenarnya verba ini terdapat padanannya dalam BT yaitu patujolohon. Pola penyimpangan yang mirip dengan kasus di atas tampak pula dalam verba mabbalosson yang dibentuk melalui pola afiks BT {maN-, -on} + verba BI {balas} yang padanannya juga ada dalam BT yaitu mamalosson ‘membalaskan’.

8.3 Sintaksis Bahasa Batak Toba

Sintaksis adalah bidang tata bahasa yang membicarakan seluk beluk kalimat dan hubungan antarunsur di dalam kalimat. Berdasarkan kajiannya, sintaksis membicarakan frase, klausa, dan kalimat.

8.3.1 Frase Batak Toba

Universitas Sumatera Utara Frase adalah kelompok kata yang secara deskriptif berfungsi sebagai satu unsur sintaksis dalam kalimat. Istilah kelompok kata sengaja digunakan untuk membedakan frase dari kata majemuk. Hubungan antarkata dalam frase lebih longgar daripada hubungan antarkata dalam kata majemuk karena gabungan kata dalam kata majemuk sudah melebur untuk membentuk satu makna baru. Oleh karena itu atribut dalam kata majemuk tidak dapat ditanggalkan, sedangkan atribut pada frase dapat ditanggalkan tanpa mengubah makna dasar hulu kelompok kata itu. Misalnya jika atribut na tolu ’yang tiga’ ditanggalkan dari kata majemuk dalihan na tolu ’sistem interaksi sosial BT”, makna dasar kata majemuk itu telah hilang karena dalihan ’tungku’ tidak lagi mengandung makna yang sama dengan sistem masyarakat. Akan tetapi meskipun atribut na bolon ’yang besar’ ditanggalkan dari frase horbo na bolon ’kerbau yang besar’, makna dasar frase itu masih tetap yaitu kerbau. Secara deskriptif, frase menduduki satu fungsi sintaksis dalam kalimat. Fungsi sintaksis itu mungkin berupa predikat, subjek, objek, pelengkap atau keterangan. Oleh karena frase hanya boleh menduduki satu fungsi sintaksis, maka frase tidak memiliki struktur predikatif struktur bersubjek-predikat. Frase dalam sistem BT dikelompokkan atas dua jenis yaitu frase eksosentris dan frase endosentris sebagaimana diterangkan berikut.

a. Frase Eksosentris

Frase eksosentris adalah frase yang tidak salah satu unsurnya dapat mewakili keseluruhan frase itu untuk menduduki fungsi sintaksis yang sama. Frase ini disebut juga frase tak berhulu atau frase tak berpusat. Selain itu frase eksosentris selalu didahului preposisi atau kata penghubung sehingga disebut juga sebagai frase preposisional atau frase relasional. Frase eksosentris dalam bahasa BT dibedakan atas: Universitas Sumatera Utara

1. Frase preposisi-lokatif yaitu frase yang didahului oleh preposisi lokatif dan yang

berfungsi sebagai keterangan tempat. Preposisi yang dapat digunakan untuk membentuk frase preposisi-lokatif adalah preposisi dasar, preposisi turunan, dan preposisi ganda. Preposisi-lokatif dasar BBT adalah di ‘di’, tu ‘ke’, dan sian ‘dari’. Contoh: di jabu ‘di rumah’, tu huta ‘ke kampung’, sian onan ‘dari pasar’.

2. Frase preposisi benefaktif yaitu frase yang didahului oleh preposisi benefaktif dan yang