Penyimpangan Asimilasi Fonem k + h → [kk]
progresif dalam relasi antar kata yang menghasilkan pelafalan bunyi [ ŋg]. Akan tetapi, dari data
yang diperoleh berdasarkan tuturan penutur, bunyi tersebut diucapkan bunyi [ ŋd]. Penutur BT
tidak menyesuaikannya dengan kaidah pelafalan BT, seperti adong do diucapkan [ado ŋ do],
binereng do diucapkan [bin εrεŋ do], godang do diucapkan [godaŋ do].
Dengan demikian cara pelafalan seperti di atas telah melanggar kaidah sistem pelafalan bunyi BT. Hal tersebut disebabkan antara lain 1 penutur BT yang bilingual kurang
memperhatikan atau 2 kurang memahami kaidah pelafalan BT, atau 3 sikap penutur yang kurang menghormati, bertanggung jawab, dan merasa tidak ikut memiliki bahasanya. Hal ini
menyebabkan penutur yang seharusnya melafalkan fonem ŋd tersebut sebagai [ŋg],
dilafalkannya seperti dalam BI. Hal ini terjadi karena dalam bahasa Indonesia bunyi jajaran fonem
ŋd tidak mengalami perubahan bunyi seperti dalam kata gerbang depan diucapkan
[gerba ŋ depan].
17. Penyimpangan Asimilasi Fonem k + h → [kk]
Jajaran fonem konsonan k + h dalam BT harus direalisasikan sebagai bunyi [kk]. Pengucapan fonem yang demikian disebabkan adanya proses asimilasi di dalam sistem BT. Akan
tetapi terjadi interferensi berupa penyimpangan pelafalan bunyi fonem konsonan BT ini yang seharusnya direalisasikan sebagai bunyi [kk], penutur BT di Medan melafalkannya dengan
fonem kh seperti tuturan berikut. 104 [ai nu
ŋŋa di dok ho hian hir hodoqmu maŋatton sipaŋanonmu] Data I.2
Penyimpangan dalam suturan seperti ini menyebabkan pelanggaran sistem BT. Tuturan tersebut seharusnya
104a [ai nu
ŋŋa didok ko hian hir hodoqmu maŋatt0s sipaŋanom mu]
ya sudah dikatakan kau lebih dulu …. keringatmu mencari makanan mu
Universitas Sumatera Utara
‘Sudah Kau katakan juga agar kamu berlelah-lelah mencari nafkah’ Penyimpangan pelafalan asimilasi konsonan BT seperti ini dapat diperhatikan dalam
tuturan berikut.
105 [marsak hian roha imana saonari] Data Pengamatan Tuturan di atas seharusnya adalah
105a [marsak kiar roha imana saonari] susah sekali hati dia sekarang
’Susah sekali perasaannya sekarang’
Penyimpangan pelafalan asimilasi konsonan seperti di atas disebabkan masuknya serpihan bunyi BI ke dalam sistem pelafalan fonem BT. Berdasarkan sistem fonologis BT,
konsonan fonem k yang merupakan bunyi hambat velar tidak bersuara apabila letaknya berdampingan dengan fonem h yang merupakan bunyi frikatif glottal tidak bersuara akan
mengalami asimilasi progresif dalam relasi antarkata yang menghasilkan pelafalan bunyi menjadi jejeran fonem kh. Akan tetapi, dari data yang diperoleh berdasarkan tuturan penutur,
bunyi tersebut diucapkan tetap dengan bunyi fonem-fonem tersebut kk tanpa menyesuaikannya dengan kaidah pelafalan BT, seperti didok ho diucapkan [didokho], marsak hian diucapkan
[marsak hian]. Dengan demikian cara pelafalan seperti di atas telah melanggar kaidah sistem pelafalan
bunyi BT. Hal tersebut disebabkan antara lain 1 penutur BT yang bilingual kurang memperhatikan atau 2 kurang memahami kaidah pelafalan BT, atau 3 tidak terdapatnya sikap
kesadaran terhadap norma bahasa yang berlaku dalam sistem bahasa penutur sehingga tidak memakai bahasanya secara baik, benar, santun dan korek. Hal ini menyebabkan penutur yang
seharusnya melafalkan jajaran fonem kh tersebut sebagai [kk], dilafalkannya seperti dalam BI
Universitas Sumatera Utara
karena dalam BI bunyi jajaran fonem kh tidak mengalami perubahan bunyi seperti dalam kata
rintik hujan diucapkan [rintik hujan].
Dengan demikian, penyimpangan tuturan seperti di atas dapat ditabelkan seperti berikut.
Tabel 5.17 Penyimpangan Asimilasi Fonem k +h → [kk]
Kata Pelafalan
Kesalahan Pelafalan
Arti
didok ho [didok ko]
[didok ho] kau bilang
marsak hian [marsak kian]
[marsak hian] sangat susah
18. Penyimpangan Asimilasi Fonem p + h → [pp]