menggambarkan bahwa masyarakat kelompok orangtua mengacu kepada pola pemertahanan bahasa aktif, sedangkan pada kelompok anak mengacu kepada pola pemertahanan bahasa pasif.
4. Ma’alip, Saadiah 2008
Penelitian disertasi ”Sikap Bahasa Identity Bangsa : Suatu Kajian kes Masyarakat Narum di Serawak” oleh Maalip 2008. Penelitian ini dilakukan terhadap masyarakat minoritas
Narum yang multilingual dengan bahasa daerah Narum dan bahasa Melayu di Serawak. Hasil penelitiannya berdasarkan kuesioner yang diukur dengan lima dimensi tentang sikap afektif,
sikap setia bahasa, sikap terhadap identitas bahasa, pernyataan bersikap politik, dan sikap terhadap pemertahanan bahasa Narum memperlihatkan bahwa penutur bahasa Narum memiliki
sikap yang sangat positif, akan tetapi para generasi mudanya banyak yang tidak menguasai bahasa Narum dan lebih menguasai bahasa Melayu Serawak.
5. Sigiro, Elisten 2009
Penelitian tesis oleh Sigiro berjudul ”Fenomena dan Sikap Penutur Bahasa Simalungun” mengkaji tentang gejala bahasa yang terjadi pada masyarakat di kota Pematang Siantar yang
sangat heterogen, khususnya dalam penggunaan bahasa. Keheterogenan masyarakat itu mengakibatkan terdapatnya kecenderungan masyarakat menggunakan lebih dari satu bahasa
secara ”bebas” yang pada akhirnya mengubah perilaku bahasa masyarakat penutur, dalam hal ini adalah penutur bahasa Simalungun, dalam pilihan bahasanya language choice yang
dikhawatirkan akan berlanjut pada pergeseran bahasa language shift sehingga pemertahanan bahasa language maintenance Simalungun. Hasil Penelitiannya memperlihatkan bahwa dalam
penggunaan bahasa terdapat diglosia bocor pada beberapa ranah seperti ranah adat, keluarga,
Universitas Sumatera Utara
agama, tetangga, pergaulan, transakasi, pekerjaan, dsb. Akan tetapi pada kedua ranah pendidikan dan pemerintahan memperlihatkan diglosia yang tidak bocor. Selain itu sehubungan dengan
sikap bahasa responden digambarkan cenderung negatif terhadap penggunaan bahasa Simalungun bila ditinjau dari segi keindahan, keakraban dan keseharian, akan tetapi berdasarkan
indikator kesetujuan dan ketidaksetujuannya, mereka cenderung positif.
2.4 Kajian tentang Bahasa Batak Toba
Sampai saat ini kajian tentang BT telah dilakukan sejak abad 18, baik oleh bangsa Belanda, Jerman maupun oleh orang Batak itu sendiri. Berikut adalah kajian singkat dari
beberapa penelitian tentang tatabahasa BT.
1. Herman Van der Tuuk 1849
Van der Tuuk 1824-1894 seorang peneliti dari Belanda, dikirim ke India Timur oleh Lembaga Alkitab Belanda pada tahun 1849 dan dari tahun 1851 – 1857 melakukan penelitian
tentang bahasa Batak Toba dengan mengambil lokasi di Barus Sibolga. Dalam penelitiannya, Van der Tuuk membuat perbandingan bunyi-bunyi bahasa Batak Toba dengan bahasa Batak
Mandailing dan bahasa Batak Dairi di samping tata bahasa Batak Toba itu sendiri. Deskripsinya tentang Batak Toba didasarkan pada dialek penutur di Barus Atas. Tatabahasa Batak Toba yang
dikajinya benar-benar akurat pada masa itu dan sekarang ini telah mengalami perubahan. Ulasannya tentang morfologi benar-benar menyeluruh. Akan tetapi aspek sintaksis cenderung
dikesampingkan dan tidak ditampilkan secara sistematis. Untuk memperoleh data bahasa Batak Toba, Van der Tuuk menggunakan bahasa tulisan dari naskah-naskah tulis dan dari hasil tulisan
Universitas Sumatera Utara
penutur-penutur Batak yang dituliskan untuknya dan mereka sekaligus digunakannya sebagai informan.
2. Nababan, P.W.J 1966
Disertasi Nababan 1966 merupakan usaha untuk mendeskripsikan bahasa Batak Toba secara menyeluruh. Penelitiannya terdiri dari laporan sangat singkat tentang fonologi, yang lebih
penuh dengan perlakuan morfofonemik dan sintaksis, dan satu bagian yang terpusat pada morfologi. Di dalam penelitiannya tersebut, Nababan juga menganalisis tatabahasa teks sastra
sebagai sampelnya. Tetapi disayangkan bahwa ulasannya tentang banyak fenomena yang mendasar tidak mencukupi dan penyusunan materinya kurang memikat.
3. Silitonga, Mangasa 1973