Partikel na ’yang’ Kata Kelas Nomina

Interferensi yang terjadi disebabkan penutur menggunakan pola pembentukan kepemilikan BT yang mengikuti pola sistem BI, sebab sistem BI memang tidak menggunakan preposisi untuk menyatakan kepemilikan, misalnya frasa boneka adik, pintu rumah. Penyimpangan lainnya yang dilakukan penutur BT di Medan juga terdapat pada frasa berikut: • di bagas debata Æ di bagas ni debata ‘di dalam Tuhan’ • sihatahon nasida Æ sihatahon ni nasida ‘dikatakannya’ • di tonga jabu on Æ di tonga ni jabu on ‘di tengah rumah ini’.

2. Partikel na ’yang’

Partikel na dalam BT berfungsi untuk menghubungkan nomina dengan sebuah ajektiva atributif, verba, angka, atau sebuah kalimat. Penyimpangan dalam aspek sintaksis yang dilakukan penutur BT di Medan disebabkan pengaruh sistem sintaksis BI adalah pada partikel na. Dalam BT, apabila terdapat nomina diikuti ajektiva, maka frasa tersebut harus disisipi partikel na, misalnya jabu na bolon ‘rumah yang besar’, anak na burju ‘anak yang baik’. Sedangkan dalam sistem BI, frasa seperti itu tidak harus disisipi kata yang, misalnya baju baru, mobil tua. Terdapat kecenderungan penutur BT di Medan tidak menggunakan partikel na dalam tuturannya sebagaimana mestinya dalam sistem BT baku, misalnya dalam frasa ina nami mewakili ‘ibu kami mewakili’. Dalam frasa tersebut, paruikel na harus digunakan untuk menghubungkan nomina dengan verba yang terdapat secara berurutan, karena dalam sistem BT untuk menghubungkan nomina dengan verba harus disisipkan partikel na sehingga frasa itu harus menjadi ina nami na mewakili. Penyimpangan frasa lainnya yang dilakukan penutur BT di Medan sehingga mengacaukan sistem BT baku adalah: Universitas Sumatera Utara • boruna songon i Æ boruna na songon i ‘putrinya yang seperti itu’ • aha na masa naeng sidohonon Æ aha na masa na naeng sidohonon ‘apa yang terjadi yang akan kami katakan’.

3. Pemarkah kalimat topik do, ma, be, pe,dope

Kalimat topik adalah kalimat yang menekankan unsur yang dikedepankan dalam suatu predikasi lihat Sibarani,1997. Kalimat topik BT dimarkahi oleh partikel do, ma, be, pe, dope. Sebagai pemarkah topik, kelima partikel ini mempunyai perbedaan makna di dalam konteks penggunaannya. Partikel do, ma, dan pe bersifat substitutif yaitu bahwa ketiganya tidak dapat digunakan sekaligus.

a. Pemarkah Kalimat Topik do

Dalam BT sebuah kalimat harus memiliki pemarkah kalimat topik, salah satu di antaranya adalah do. Pemarkah topik do mengandung makna ekslusif yang menegaskan bahwa topiklah yang terjadi dan tidak perlu yang lain lihat Sibarani,1997. Pemarkah kalimat topik do dalam sistem BT dapat diletakkan sesuai dengan fungsi sintaksis yang ditopikalisasikan, misalnya Mulak do hami marsogot ’Kami pulang besok’, Marsogot do hami mulak ’Besok kami pulang’, Hami do mulak marsogot ’Kami besok pulang’. Jadi dapat dikatakan bahwa pemarkah do dalam BT ini bisa terdapat pada fungsi sintaksis yang berbeda, kecuali pada objek, karena objek tidak dapat dipisahkan dengan predikat atau verba transitif lihat Sibarani, 1997. Akan tetapi, penutur BT di Medan telah melakukan interferensi ke dalam sistem sintaksis BT baku ini. Mereka sering tidak menggunakan pemarkah kalimat topik do dalam tuturannya disebabkan pengaruh BI yang tidak menggunakan pemarkah kalimat dalam Universitas Sumatera Utara sistem sintaksisnya. Jadi tampaknya penutur BT di Medan telah memasukkan unsur sistem BT dalam tuturan mereka sehari-hari dengan menghilangkan pemarkah topik do dalam tuturannya. Hal ini tentu saja mengacaukan stuktur BT baku. Penyimpangan dalam sistem BT pada aspek sintaksis yang dilakukan penutur BT di Medan disebabkan adanya interferensi sistem BI antara lain adalah: • adong boruna songon i Æ adong do boruna songon i ’ada putrinya seperti itu’ • adong jut ni roha Æ adong do jut ni roha ’ada kekesalan’ • tuhan takkas diboto ho Æ tuhan takkas do diboto ho ’Tuhan Kau sangat mengetahui’

b. Pemarkah Kalimat Topik ma

Dalam BT sebuah kalimat harus memiliki pemarkah kalimat topik, salah satu di antaranya adalah ma. Pemarkah topik ma mengandung makna permisif yang menegaskan bahwa topiklah yang terjadi dan jangan yang lain lihat Sibarani,1997. Sama seperti pemarkah topik do, pemarkah kalimat topik ma dalam sistem BT dapat diletakkan sesuai dengan fungsi sintaksis yang ditopikalisasikan, misalnya Saonari ma hami mulak ’Sekarang kami pulang jangan nanti ’, Hami ma mulak saonari ’kami pulang sekarang jangan mereka. Akan tetapi, penutur BT di Medan telah melakukan interferensi ke dalam sistem sintaksis BT baku ini. Mereka sering tidak menggunakan pemarkah kalimat topik ma dalam tuturannya disebabkan pengaruh BI yang tidak menggunakan pemarkah kalimat dalam sistem sintaksisnya. Jadi tampaknya penutur BT di Medan telah memasukkan unsur sistem BT dalam tuturan mereka sehari-hari dengan menghilangkan pemarkah topik ma dalam tuturannya. Universitas Sumatera Utara Hal ini tentu saja mengacaukan stuktur BT baku. Penyimpangan dalam sistem BT pada aspek sintaksis yang dilakukan penutur BT di Medan disebabkan adanya interferensi sistem BI antara lain adalah: • marende hita sian nomor Æ marende ma hita sian nomor ‘kita menyanyi dari nomor’ • mauliate di hamuna Æ mauliate ma di hamuna ‘terimakasih kepada saudara sekalian’ • jala martangiang tu Jahoba Æ jala martangiang ma tu jahoba ’dan berdoa kepada Tuhan’ • naeng jumolo hita Æ naeng ma jumolo hita • uras sami doho mudarmu Æ uras ma hami doho mudarmu ’basuh kami dengan darahmu’.

c. Pemarkah Kalimat Topik pe

Dalam BT sebuah kalimat harus memiliki pemarkah kalimat topik, salah satu di antaranya adalah pe. Pemarkah topik pe mengandung makna otoritif yang menegaskan bahwa topiklah yang terjadi dan tidak perlu yang lain lihat Sibarani,1997. Sama seperti pemarkah topik do dan ma, pemarkah kalimat topik pe dalam sistem BT dapat diletakkan sesuai dengan fungsi sintaksis yang ditopikalisasikan, misalnya Imana pe mulak saonari ’Dia pulang sekarang tidak perlu yang lain ’, Mulak pe imana saonari ’ Dia pulang sekarang tidak perlu yang lain. Partikel pe ini tidak dapat digunakan dalam kalimat tanya BT. Akan tetapi, penutur BT di Medan telah melakukan interferensi ke dalam sistem sintaksis BT baku ini. Mereka sering tidak menggunakan pemarkah kalimat topik pe dalam Universitas Sumatera Utara tuturannya disebabkan pengaruh BI yang tidak menggunakan pemarkah kalimat dalam sistem sintaksisnya. Jadi tampaknya penutur BT di Medan telah memasukkan unsur sistem BT dalam tuturan mereka sehari-hari dengan menghilangkan pemarkah topik pe dalam tuturannya. Hal ini tentu saja mengacaukan stuktur BT baku. Penyimpangan dalam sistem BT pada aspek sintaksis yang dilakukan penutur BT di Medan disebabkan adanya interferensi sistem BI antara lain adalah: • manang aha akka na masa Æ manang aha pe akka na masa ’entah apapun yang terjadi’ • manang mangan hita Æ manang mangan pe hita ’entah kita makanpun’, • nang di na ro ho Æ nang di na ro pe ho ’entah kau datang’, • di negara nami on tuhan Æ di negara nami on pe tuhan ‘di negara kami ini pun Tuhan’

d. Pemarkah Kalimat Topik be

Sistem BT memiliki kaidah bahwa sebuah kalimat harus memiliki pemarkah kalimat topik, salah satu di antaranya adalah be. Pemarkah topik be mengandung makna otoritif yang menegaskan bahwa topiklah yang terjadi dan tidak perlu yang lain lihat Sibarani,1997. Partikel topik be memiliki keistimewaan dalam penggunaannya, yaitu dapat digunakan bersama-sama dengan salah satu partikel kalimat topik yang sudah dijelaskan di atas seperti tampak berikut ini. do ma Marmulakan be pe + sude jolma i nama dope ‘Semua orang itu berpulangan’ Akan tetapi, penutur BT di Medan telah melakukan interferensi ke dalam sistem sintaksis BT baku ini. Mereka sering tidak menggunakan pemarkah kalimat topik be dalam tuturannya disebabkan pengaruh BI yang dalam sistem sintaksisnya tidak menggunakan Universitas Sumatera Utara pemarkah kalimat. Jadi tampaknya penutur BT di Medan telah memasukkan unsur sistem BT dalam tuturan mereka sehari-hari dengan menghilangkan pemarkah topik be dalam tuturannya. Hal ini tentu saja mengacaukan stuktur BT baku. Penyimpangan dalam sistem BT pada aspek sintaksis yang dilakukan penutur BT di Medan disebabkan adanya interferensi sistem BI antara lain adalah: • dang adong alasan Æ dang adong be alasan ‘tidak ada lagi alasan’ • dang pola sukkunon songon Ædang pola be sungkunon ‘tidak perlu lagi ditanyakan’ • alana nga ditobus hita Æ alana nga ditobus be hita ‘karena kita telah ditebus’ • unang mabiar hami Æ unang be mabiar hami ‘jangan lagi kami takut’ • unang muraura madabu Æ unang be muraura madabu ‘jangan lagi gampang jatuh’ • asa mulak hami Æ asa mulak be hami ‘supaya kami pulang’ e. Pemarkah Kalimat Topik dope Pemarkah topik dope merupakan gabungan partikel do yang menyatakan waktu lampau dengan partikel pe yang menyatakan waktu mendatang sehingga membentuk makna progresif ’masih’ Sibarani, 1997. Perlu diketahui bahwa partikel topik dope ini tidak dapat digunakan dalam kalimat perintah. Selain itu, partikel topik dope bersama dengan pemarkah kalimat topik lainnya do, ma, pe, dan nama tidak dapat digunakan jika dalam kalimat itu terdapat kata dang ’tidak’, so ’tidak’ dan nunga ’sudah’, misalnya Ro dope hami marsogot ’Kami datang lagi besok’. Akan tetapi, penutur BT di Medan telah melakukan interferensi ke dalam sistem sintaksis BT baku ini. Mereka sering tidak menggunakan pemarkah kalimat topik dope dalam tuturannya disebabkan pengaruh BI yang tidak menggunakan pemarkah kalimat dalam sistem Universitas Sumatera Utara sintaksisnya. Jadi tampaknya penutur BT di Medan telah memasukkan unsur sistem BT dalam tuturan mereka sehari-hari dengan menghilangkan pemarkah topik dope dalam tuturannya. Hal ini tentu saja mengacaukan stuktur BT baku. Penyimpangan dalam sistem BT pada aspek sintaksis yang dilakukan penutur BT di Medan disebabkan adanya interferensi sistem BI antara lain adalah: • boi nasida pasahathon Æ boi dope nasida pasahathon ‘dia masih bisa menyampaikan’ • asa boi hami tuhan las Æ asa boi dope hami tuhan las ‘supaya kami bisa lagi Tuhan langsung’ • binsan diudut ho ngolunami Æ binsan diudut ho dope ngolu nami ‘selagi kau masih menyambung hidup kami’

4. Pola Konstruksi Frase

Yang dimaksud dengan interferensi dalam konstruksi frase adalah penggunaan konstruksi frase BT menurut pola konstruksi frase BI. Frase adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat. Frase dalam sistem BT dikelompokkan atas dua jenis yaitu frase eksosentris dan frase endosentris lihat Sibarani,1997. a. Frase Nominal Frase Nominal merupakan bagian dari frase endosentris. Frase nominal adalah frase yang mempunyai distribusi dan hulu yang sama dengan nomina. Nomina dalam BT dapat berfungsi sebagai subjek, objek, agen, dan predikat. Jadi frase nominal BT juga dapat menduduki semua fungsi sintaksis, misalnya ruas ni punguan i lima pulu do ’ anggota perkumpulan itu lima puluh’ Universitas Sumatera Utara Keberadaan masyarakat BT di Medan yang harus menguasai BI sebagai B 2 -nya, menyebabkan penutur BT seringkali terpengaruh dengan sistem bahasa ini. Akibatnya, penutur BT melakukan penyimpangan-penyimpangan dalam tuturannya saat menggunakan BT, termasuk penyimpangan dalam pembentukan frase BT. Mereka memasukkan unsur frase BI ke dalam BT sehingga mengacaukan sistem BT. Penyimpangan yang terjadi dalam bahasa BT di Medan disebabkan adanya interferensi unsur BI sebagaimana tampak berikut ini. keluarga lepas keluarga Æ ganup ripe di keadaan ekonomi Æ di parhepengon bencana alam Æ angka mara hikmat kebijaksanaan Æ parohaon na talup b. Frase Verbal Frase verbal yang merupakan bagian dari frase endosentris adalah frase yang mempunyai hulu verba dan berdistribusi yang sama dengan verba. Pewatas frase verbal ada yang mendahului hulu dan ada yang mengikuti hulu. Frase verbal menduduki fungsi predikat dalam kalimat, misalnya ingkon hudapothon ’harus kujumpai’, so tarbege ’tidak terdengar’, dipaulak muse ’dipulangkan kembali’. Penggunaan bahasa BT di Medan telah mengalami penyimpangan juga dalam frase BT. Penutur BT di Medan kelihatannya cenderung memasukkan unsur BI dalam tuturannya padahal padanan dari frase itu ada dalam BT yang mengakibatkan terganggunya sistem BT baku. Penyimpangan pada kelas frase verbal yang terjadi dalam tuturan BT disebabkan adanya interferensi sistem BI sebagaimana tampak berikut ini. • na saling percaya Æ masihaporseaan Universitas Sumatera Utara • tinggal lari Æ holan lintun • berjiwa sosial Æ marroha mangurupi • baru dilantik Æ umbura diojahon Berdasarkan data tuturan di atas, terlihat bahwa penutur BT melakukan penyimpangan terhadap sistem BT yaitu dengan memasukkan unsur BI berupa frase verba. Penyimpangan tersebut disebabkan penutur BT terpengaruh dan terbiasa dengan pola konstruksi frase verba BI yang sering didengarnya ataupun dituturkannya dalam berkomunikasi disebabkan penguasaan kedua bahasa yang tidak sejajar. Penyebab lainnya adalah sikap penutur yang tampak kurang perduli terhadap sistem BT sebagai penanda jati dirinya. c.Frase Ajektival Frase Ajektival merupakan bagian dari frase endosentris yaitu frase yang mempunyai hulu ajektiva dan berdistribusi yang sama dengan ajektiva. Sebuah frase adalah atribut atau predikat. Frase ajektiva BT yang berfungsi sebagai atribut berada setelah nomina dan didahului oleh partikel na atau si, misalnya jampalan na lomak ’lahan yang bagus’. Penggunaan bahasa BT di Medan telah mengalami penyimpangan juga dalam frase ajektiva BT. Penutur BT di Medan kelihatannya cenderung memasukkan unsur BI dalam tuturannya padahal padanan dari frase itu ada dalam BT yang mengakibatkan terganggunya sistem BT baku. Penyimpangan pada kelas frase ajektiva yang terjadi pada masyarakat BT di Medan disebabkan adanya interferensi sistem BI sebagaimana tampak berikut ini. • lanjut usia Æ matua • pende ŋar na setia Æ pananginangi sambing • naung sangat matang Æ naung matoras Universitas Sumatera Utara

d. Frase Adverbial

Frase adverbial adalah frase endosentris berinduk satu yang induknya adverbia dan modifikatornya adverbia lain atau partikel. Adverbia adalah kategori kata yang menerangkan verba. Frase Adverbia BT digolongkan atas tiga yaitu adverbial cara, adverbia tempat dan adverbia waktu. Dari segi bentuk, BT tidak membedakan adverbial cara dengan ajektiva lihat Sibarani, 1997, misalnya Tung mansai burju do anakna i ‘Anaknya sangat baik’, frase tung mansai burju pada kalimat ini adalah frase ajektival yang berfungsi sebagai predikat. Bandingkan dengan frase adverbial berikut dalam kalimat Tung mansai burju do mula-ulaon anakna i ‘Putranya sungguh sangat rajin bekerja’. Dengan demikian tampak bahwa BT memiliki kaidah dalam pembentukan frase ajektivanya. Akan tetapi, penggunaan bahasa BT baku di Medan telah mengalami penyimpangan termasuk dalam frase adverbial. Penutur BT di Medan kelihatannya cenderung memasukkan unsur BI dalam tuturannya padahal padanan dari frase itu ada dalam BT yang mengakibatkan terganggunya sistem BT baku. Penyimpangan pada kelas frase adverbial yang terjadi pada masyarakat BT di Medan disebabkan adanya interferensi sistem BI sebagaimana tampak berikut ini. • lebih kurangÆ hurang lobi. • sesuai tu arahan ni panitia Æ hobbar tu na pinabinotohon • setiap hari Æ ganup arisiapari • secara senior pe Æ hombar tu ruhutruhut pe

8.4 Leksikal Bahasa Batak Toba

Universitas Sumatera Utara Kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa. Kata dalam BT dapat terdiri atas satu fonem, misalnya i ‘itu’, e ’hey’, bisa juga terdiri dari dua fonem atau lebih, misalnya on ‘ini’, an ‘itu, ala ’karena’. . Gejala interferensi dalam tuturan BT penutur di Medan menyebabkan kekacauan dalam sistem BT. Penyimpangan leksikal BT yang tampak merupakan serpihan-serpihan leksikal BI yang masuk ke dalam tuturan BT. Persoalan penyimpangan ini timbul disebabkan oleh perkembangan sistem suatu bahasa termasuk BT sebab setiap bahasa mana pun tidak pernah berada pada satu keadaan tertentu. Ia selalu berubah sesuai dengan perubahan zaman. Setiap bahasa mempunyai caranya sendiri-sendiri dalam mengembangkan unsur-unsurnya itu. Proses perkembangan ini tergantung selain kepada unsur internal bahasa itu sendiri, yakni kesiapan bahasa menerima perubahan yang terjadi pada bahasa itu sendiri juga pada faktor eksternal bahasa, seperti tuntutan keadaan sosial budaya, tuntutan perkembangan IPTEK, tuntutan politik bahasa dan lain-lain. Masuknya unsur BI ke dalam BT dianggap sebagai interferensi yang menyebabkan penyimpangan terhadap sistem BT karena serpihan leksikal BI tersebut ada padanannya dalam BT. Sebagaimana dinyatakan Chaer 2004 : 158 bahwa bila penggunaan serpihan bahasa lain mengakibatkan penyimpangan terhadap suatu bahasa maka hal tersebut menyebabkan terjadinya peristiwa interferensi. Interferensi leksikal yang terjadi dalam BT di Medan diklasifikasikan berdasarkan kelas kata seperti berikut.

1. Kata Kelas Nomina

Universitas Sumatera Utara Kata kelas nomina merupakan kata yang biasanya dapat berfungsi sebagai subjek atau objek klausa. Kelas kata ini sering berpadanan dengan orang, benda, atau hal lain yang dibendakan. Penggunaan unsur leksikal BI yang menginterferensi BT di Medan merupakan pengacauan dalam sistem BT baku, sebab leksikal BI yang menginterferensi BT tersebut ada padanannya dalam BT baku. Kata atau leksikal yang menginterferensi BT di Medan misalnya kata serapan telepon, kata kacamata, ijajah, yang diucapkan penutur BT sebagai [t єlєpon] padahal leksikal tersebut padanannya dalam BT yakni talipon, hillo, bisoloit. Leksikal talipon ini merupakan kata serapan dalam BT yang telah disesuaikan pengucapannya ke dalam sistem BT. Sebenarnya leksikal tersebut dalam BT baku adalah tokkok kawat akan tetapi leksikal ini tidak pernah lagi digunakan oleh masyarakat BT karena penutur BT cenderung untuk menggantikannya dengan kata serapan talipon. Selanjutnya leksikal kacamata yang merupakan nomina BI tampaknya juga leksikal yang sangat sering terdengar digunakan penutur BT di Medan, sementara kosakata ini terdapat dalam BT baku yaitu hillo. Tetapi tampaknya kosakata ini tidak digunakan lagi di dalam masyarakat BT di Medan. Sementara itu, kosakata serapan BI ijajah yang diucapkan penutur BT sebagai [ijaja] tampak menginterferensi sistem BT. Berhubung dalam BT baku fonem h tidak pernah berada pada posisi akhir, maka penutur mengucapkannya tanpa menggunakan fonem h. Padanan ijajah terdapat dalam BT yaitu bisoloit yang merupakan kata serapan dari bahasa Belanda beslagch. Kosakata ini ternyata dikenal oleh penutur BT generasi tua yang tinggal di Medan, akan tetapi mereka sudah mulai jarang menggunakannya sedangkan generasi muda tampaknya tidak mengenal kosakata bisoloit tersebut. Universitas Sumatera Utara Selain kata serapan di atas, terdapat juga leksikal BI jam yang kelihatannya frekuensi penggunaannya cukup tinggi oleh penutur BT di Medan untuk menyatakan keadaan waktu, misalnya jam walu yang konstruksinya sama seperti dalam BI, jam delapan. Padahal leksikal ini lazimnya dalam sistem BT adalah untuk menyatakan masa waktu lamanya suatu peristiwa berlangsung yakni walu jom. Apabila orang ingin menyatakan keadaan waktu dalam BT, maka leksikal yang harus digunakan ialah pukkul, pukkul sanpulu, pukkul onom dan seterusnya. Masyarakat penutur BT di Medan sebenarnya boleh dikatakan masih memiliki pola kehidupan masyarakat di daerah asal, khususnya dalam penyelenggaraan berbagai pesta yang selalu disertai acara adat. Salah satu leksikal BT yang kerapkali muncul dalam berbagai acara adat ialah kata juhut atau jagal yang digunakan orang BT sebagai salah satu unsur yang harus ada di dalamnya. Akan tetapi, leksikal ini tampaknya terinterferensi BI karena penutur BT di Medan menggunakan kata daging yang seharusnya adalah jagal atau juhut. 2. Kata Kelas Verba Verba adalah kelas kata yang biasanya berfungsi sebagai predikat, dalam beberapa bahasa lain verba mempunyai ciri morfologis seperti ciri kala, aspek, persona atau jumlah. Interferensi leksikal BI pada kata kelas verba yang terjadi dalam tuturan BT di Medan misalnya pada verba bertanggung jawab. Verba ini sangat jelas merupakan leksikal BI. Karena penutur BT tampaknya terbiasa dengan leksikal tersebut, umumnya mereka menggunakan verba martanggung jawab BI ini dalam berbagai kesempatan, meskipun kadang-kadang mereka ada yang memasukkan unsur BT ke dalamnya sehingga menjadi martanggung jawab. Tampaknya penutur BT tidak terlalu akrab dengan padanan leksikal tersebut dalam BT yaitu maralus sehingga kata bertanggung jawab atau martanggung jawab yang lebih sering mereka gunakan. Universitas Sumatera Utara Leksikal kelas verba dengan aksi resiprokal dalam BT ditandai dengan afiks masi-. Penyimpangan pada afiks BT masi- tersebut adalah dengan digunakannya leksikal BI seperti saling percaya, saling menerima yang menginterferensi sistem leksikal BT. Padahal BT memiliki padanan verba tersebut yaitu masihaporseaan dan masijaloan. Akan tetapi, rupanya ada hal yang perlu juga menjadi catatan, bahwa saat penutur BT di Medan menggunakan verba resiprokal tersebut dalam BT mereka umumnya menggunakan afiks marsi- dan bukan masi-. Penyimpangan ini tentunya termasuk juga sebagai pengacauan sistem BT baku.

3. Kata Kelas Ajektiva