Interferensi yang terjadi disebabkan penutur menggunakan pola pembentukan kepemilikan BT yang mengikuti pola sistem BI, sebab sistem BI memang tidak menggunakan
preposisi untuk menyatakan kepemilikan, misalnya frasa boneka adik, pintu rumah. Penyimpangan lainnya yang dilakukan penutur BT di Medan juga terdapat pada frasa berikut:
• di bagas debata Æ di bagas ni debata ‘di dalam Tuhan’ • sihatahon nasida Æ sihatahon ni nasida ‘dikatakannya’
• di tonga jabu on Æ di tonga ni jabu on ‘di tengah rumah ini’.
2. Partikel na ’yang’
Partikel na dalam BT berfungsi untuk menghubungkan nomina dengan sebuah ajektiva atributif, verba, angka, atau sebuah kalimat. Penyimpangan dalam aspek sintaksis yang
dilakukan penutur BT di Medan disebabkan pengaruh sistem sintaksis BI adalah pada partikel na. Dalam BT, apabila terdapat nomina diikuti ajektiva, maka frasa tersebut harus disisipi
partikel na, misalnya jabu na bolon ‘rumah yang besar’, anak na burju ‘anak yang baik’. Sedangkan dalam sistem BI, frasa seperti itu tidak harus disisipi kata yang, misalnya baju baru,
mobil tua. Terdapat kecenderungan penutur BT di Medan tidak menggunakan partikel na dalam
tuturannya sebagaimana mestinya dalam sistem BT baku, misalnya dalam frasa ina nami mewakili ‘ibu kami mewakili’. Dalam frasa tersebut, paruikel na harus digunakan untuk
menghubungkan nomina dengan verba yang terdapat secara berurutan, karena dalam sistem BT untuk menghubungkan nomina dengan verba harus disisipkan partikel na sehingga frasa itu
harus menjadi ina nami na mewakili. Penyimpangan frasa lainnya yang dilakukan penutur BT
di Medan sehingga mengacaukan sistem BT baku adalah:
Universitas Sumatera Utara
• boruna songon i Æ boruna na songon i ‘putrinya yang seperti itu’ • aha na masa naeng sidohonon Æ aha na masa na naeng sidohonon ‘apa yang
terjadi yang akan kami katakan’.
3. Pemarkah kalimat topik do, ma, be, pe,dope
Kalimat topik adalah kalimat yang menekankan unsur yang dikedepankan dalam suatu
predikasi lihat Sibarani,1997. Kalimat topik BT dimarkahi oleh partikel do, ma, be, pe, dope.
Sebagai pemarkah topik, kelima partikel ini mempunyai perbedaan makna di dalam konteks penggunaannya. Partikel do, ma, dan pe bersifat substitutif yaitu bahwa ketiganya tidak dapat
digunakan sekaligus.
a. Pemarkah Kalimat Topik do
Dalam BT sebuah kalimat harus memiliki pemarkah kalimat topik, salah satu di antaranya adalah do. Pemarkah topik do mengandung makna ekslusif yang menegaskan bahwa
topiklah yang terjadi dan tidak perlu yang lain lihat Sibarani,1997. Pemarkah kalimat topik do dalam sistem BT dapat diletakkan sesuai dengan fungsi
sintaksis yang ditopikalisasikan, misalnya Mulak do hami marsogot ’Kami pulang besok’, Marsogot do hami mulak ’Besok kami pulang’, Hami do mulak marsogot ’Kami besok pulang’.
Jadi dapat dikatakan bahwa pemarkah do dalam BT ini bisa terdapat pada fungsi sintaksis yang berbeda, kecuali pada objek, karena objek tidak dapat dipisahkan dengan predikat atau verba
transitif lihat Sibarani, 1997. Akan tetapi, penutur BT di Medan telah melakukan interferensi ke dalam sistem sintaksis BT baku ini. Mereka sering tidak menggunakan pemarkah kalimat topik
do dalam tuturannya disebabkan pengaruh BI yang tidak menggunakan pemarkah kalimat dalam
Universitas Sumatera Utara
sistem sintaksisnya. Jadi tampaknya penutur BT di Medan telah memasukkan unsur sistem BT dalam tuturan mereka sehari-hari dengan menghilangkan pemarkah topik do dalam tuturannya.
Hal ini tentu saja mengacaukan stuktur BT baku. Penyimpangan dalam sistem BT pada aspek sintaksis yang dilakukan penutur BT di Medan disebabkan adanya interferensi sistem BI antara
lain adalah:
• adong boruna songon i Æ adong do boruna songon i ’ada putrinya seperti itu’ • adong jut ni roha Æ adong do jut ni roha ’ada kekesalan’
• tuhan takkas diboto ho Æ tuhan takkas do diboto ho ’Tuhan Kau sangat mengetahui’
b. Pemarkah Kalimat Topik ma
Dalam BT sebuah kalimat harus memiliki pemarkah kalimat topik, salah satu di antaranya adalah ma. Pemarkah topik ma mengandung makna permisif yang menegaskan bahwa
topiklah yang terjadi dan jangan yang lain lihat Sibarani,1997. Sama seperti pemarkah topik do, pemarkah kalimat topik ma dalam sistem BT dapat
diletakkan sesuai dengan fungsi sintaksis yang ditopikalisasikan, misalnya Saonari ma hami mulak ’Sekarang kami pulang jangan nanti ’, Hami ma mulak saonari ’kami pulang sekarang
jangan mereka. Akan tetapi, penutur BT di Medan telah melakukan interferensi ke dalam sistem sintaksis BT baku ini. Mereka sering tidak menggunakan pemarkah kalimat topik ma
dalam tuturannya disebabkan pengaruh BI yang tidak menggunakan pemarkah kalimat dalam sistem sintaksisnya. Jadi tampaknya penutur BT di Medan telah memasukkan unsur sistem BT
dalam tuturan mereka sehari-hari dengan menghilangkan pemarkah topik ma dalam tuturannya.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini tentu saja mengacaukan stuktur BT baku. Penyimpangan dalam sistem BT pada aspek sintaksis yang dilakukan penutur BT di Medan disebabkan adanya interferensi sistem BI antara
lain adalah:
• marende hita sian nomor Æ marende ma hita sian nomor ‘kita menyanyi
dari nomor’
• mauliate di hamuna Æ mauliate ma di hamuna ‘terimakasih kepada saudara
sekalian’
• jala martangiang tu Jahoba Æ jala martangiang ma tu jahoba ’dan berdoa kepada
Tuhan’
• naeng jumolo hita Æ naeng ma jumolo hita
• uras sami doho mudarmu Æ uras ma hami doho mudarmu ’basuh kami dengan
darahmu’.
c. Pemarkah Kalimat Topik pe
Dalam BT sebuah kalimat harus memiliki pemarkah kalimat topik, salah satu di antaranya adalah pe. Pemarkah topik pe mengandung makna otoritif yang menegaskan bahwa
topiklah yang terjadi dan tidak perlu yang lain lihat Sibarani,1997. Sama seperti pemarkah topik do dan ma, pemarkah kalimat topik pe dalam sistem BT
dapat diletakkan sesuai dengan fungsi sintaksis yang ditopikalisasikan, misalnya Imana pe mulak saonari ’Dia pulang sekarang tidak perlu yang lain ’, Mulak pe imana saonari ’ Dia pulang
sekarang tidak perlu yang lain. Partikel pe ini tidak dapat digunakan dalam kalimat tanya BT. Akan tetapi, penutur BT di Medan telah melakukan interferensi ke dalam sistem
sintaksis BT baku ini. Mereka sering tidak menggunakan pemarkah kalimat topik pe dalam
Universitas Sumatera Utara
tuturannya disebabkan pengaruh BI yang tidak menggunakan pemarkah kalimat dalam sistem sintaksisnya. Jadi tampaknya penutur BT di Medan telah memasukkan unsur sistem BT dalam
tuturan mereka sehari-hari dengan menghilangkan pemarkah topik pe dalam tuturannya. Hal ini tentu saja mengacaukan stuktur BT baku. Penyimpangan dalam sistem BT pada aspek sintaksis
yang dilakukan penutur BT di Medan disebabkan adanya interferensi sistem BI antara lain adalah:
• manang aha akka na masa Æ manang aha pe akka na masa ’entah apapun yang terjadi’ • manang mangan hita Æ manang mangan pe hita ’entah kita makanpun’,
• nang di na ro ho Æ nang di na ro pe ho ’entah kau datang’, • di negara nami on tuhan Æ di negara nami on pe tuhan ‘di negara kami ini pun Tuhan’
d. Pemarkah Kalimat Topik be
Sistem BT memiliki kaidah bahwa sebuah kalimat harus memiliki pemarkah kalimat topik, salah satu di antaranya adalah be. Pemarkah topik be mengandung makna otoritif yang
menegaskan bahwa topiklah yang terjadi dan tidak perlu yang lain lihat Sibarani,1997. Partikel topik be memiliki keistimewaan dalam penggunaannya, yaitu dapat digunakan bersama-sama
dengan salah satu partikel kalimat topik yang sudah dijelaskan di atas seperti tampak berikut ini.
do ma
Marmulakan be pe
+
sude jolma i
nama dope
‘Semua orang itu berpulangan’
Akan tetapi, penutur BT di Medan telah melakukan interferensi ke dalam sistem sintaksis BT baku ini. Mereka sering tidak menggunakan pemarkah kalimat topik be dalam
tuturannya disebabkan pengaruh BI yang dalam sistem sintaksisnya tidak menggunakan
Universitas Sumatera Utara
pemarkah kalimat. Jadi tampaknya penutur BT di Medan telah memasukkan unsur sistem BT dalam tuturan mereka sehari-hari dengan menghilangkan pemarkah topik be dalam tuturannya.
Hal ini tentu saja mengacaukan stuktur BT baku. Penyimpangan dalam sistem BT pada aspek sintaksis yang dilakukan penutur BT di Medan disebabkan adanya interferensi sistem BI antara
lain adalah:
• dang adong alasan Æ dang adong be alasan ‘tidak ada lagi alasan’ • dang pola sukkunon songon Ædang pola be sungkunon ‘tidak perlu lagi
ditanyakan’
• alana nga ditobus hita Æ alana nga ditobus be hita ‘karena kita telah ditebus’ • unang mabiar hami Æ unang be mabiar hami ‘jangan lagi kami takut’
• unang muraura madabu Æ unang be muraura madabu ‘jangan lagi gampang jatuh’
• asa mulak hami Æ asa mulak be hami ‘supaya kami pulang’ e. Pemarkah Kalimat Topik dope
Pemarkah topik dope merupakan gabungan partikel do yang menyatakan waktu lampau dengan partikel pe yang menyatakan waktu mendatang sehingga membentuk makna progresif
’masih’ Sibarani, 1997. Perlu diketahui bahwa partikel topik dope ini tidak dapat digunakan dalam kalimat perintah. Selain itu, partikel topik dope bersama dengan pemarkah kalimat topik
lainnya do, ma, pe, dan nama tidak dapat digunakan jika dalam kalimat itu terdapat kata dang ’tidak’, so ’tidak’ dan nunga ’sudah’, misalnya Ro dope hami marsogot ’Kami datang lagi
besok’. Akan tetapi, penutur BT di Medan telah melakukan interferensi ke dalam sistem
sintaksis BT baku ini. Mereka sering tidak menggunakan pemarkah kalimat topik dope dalam tuturannya disebabkan pengaruh BI yang tidak menggunakan pemarkah kalimat dalam sistem
Universitas Sumatera Utara
sintaksisnya. Jadi tampaknya penutur BT di Medan telah memasukkan unsur sistem BT dalam tuturan mereka sehari-hari dengan menghilangkan pemarkah topik dope dalam tuturannya. Hal
ini tentu saja mengacaukan stuktur BT baku. Penyimpangan dalam sistem BT pada aspek sintaksis yang dilakukan penutur BT di Medan disebabkan adanya interferensi sistem BI antara
lain adalah:
• boi nasida pasahathon Æ boi dope nasida pasahathon ‘dia masih bisa
menyampaikan’
• asa boi hami tuhan las Æ asa boi dope hami tuhan las ‘supaya kami bisa lagi Tuhan
langsung’
• binsan diudut ho ngolunami Æ binsan diudut ho dope ngolu nami ‘selagi kau masih menyambung hidup kami’
4. Pola Konstruksi Frase
Yang dimaksud dengan interferensi dalam konstruksi frase adalah penggunaan konstruksi frase BT menurut pola konstruksi frase BI. Frase adalah satuan gramatikal yang
berupa gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat. Frase dalam sistem BT dikelompokkan atas dua jenis yaitu frase eksosentris dan frase endosentris lihat
Sibarani,1997. a. Frase Nominal
Frase Nominal merupakan bagian dari frase endosentris. Frase nominal adalah frase yang mempunyai distribusi dan hulu yang sama dengan nomina. Nomina dalam BT dapat berfungsi
sebagai subjek, objek, agen, dan predikat. Jadi frase nominal BT juga dapat menduduki semua fungsi sintaksis, misalnya ruas ni punguan i lima pulu do ’ anggota perkumpulan itu lima puluh’
Universitas Sumatera Utara
Keberadaan masyarakat BT di Medan yang harus menguasai BI sebagai B
2
-nya, menyebabkan penutur BT seringkali terpengaruh dengan sistem bahasa ini. Akibatnya, penutur
BT melakukan penyimpangan-penyimpangan dalam tuturannya saat menggunakan BT, termasuk penyimpangan dalam pembentukan frase BT. Mereka memasukkan unsur frase BI ke dalam BT
sehingga mengacaukan sistem BT. Penyimpangan yang terjadi dalam bahasa BT di Medan disebabkan adanya interferensi
unsur BI sebagaimana tampak berikut ini. keluarga lepas keluarga Æ ganup ripe
di keadaan ekonomi Æ di parhepengon bencana alam Æ angka mara
hikmat kebijaksanaan Æ parohaon na talup b. Frase Verbal
Frase verbal yang merupakan bagian dari frase endosentris adalah frase yang mempunyai hulu verba dan berdistribusi yang sama dengan verba. Pewatas frase verbal ada yang
mendahului hulu dan ada yang mengikuti hulu. Frase verbal menduduki fungsi predikat dalam kalimat, misalnya ingkon hudapothon ’harus kujumpai’, so tarbege ’tidak terdengar’, dipaulak
muse ’dipulangkan kembali’. Penggunaan bahasa BT di Medan telah mengalami penyimpangan juga dalam frase BT.
Penutur BT di Medan kelihatannya cenderung memasukkan unsur BI dalam tuturannya padahal padanan dari frase itu ada dalam BT yang mengakibatkan terganggunya sistem BT baku.
Penyimpangan pada kelas frase verbal yang terjadi dalam tuturan BT disebabkan adanya interferensi sistem BI sebagaimana tampak berikut ini.
• na saling percaya Æ masihaporseaan
Universitas Sumatera Utara
• tinggal lari Æ holan lintun • berjiwa sosial Æ marroha mangurupi
• baru dilantik Æ umbura diojahon Berdasarkan data tuturan di atas, terlihat bahwa penutur BT melakukan penyimpangan
terhadap sistem BT yaitu dengan memasukkan unsur BI berupa frase verba. Penyimpangan tersebut disebabkan penutur BT terpengaruh dan terbiasa dengan pola konstruksi frase verba BI
yang sering didengarnya ataupun dituturkannya dalam berkomunikasi disebabkan penguasaan kedua bahasa yang tidak sejajar. Penyebab lainnya adalah sikap penutur yang tampak kurang
perduli terhadap sistem BT sebagai penanda jati dirinya.
c.Frase Ajektival Frase Ajektival merupakan bagian dari frase endosentris yaitu frase yang mempunyai
hulu ajektiva dan berdistribusi yang sama dengan ajektiva. Sebuah frase adalah atribut atau predikat. Frase ajektiva BT yang berfungsi sebagai atribut berada setelah nomina dan didahului
oleh partikel na atau si, misalnya jampalan na lomak ’lahan yang bagus’. Penggunaan bahasa BT di Medan telah mengalami penyimpangan juga dalam frase
ajektiva BT. Penutur BT di Medan kelihatannya cenderung memasukkan unsur BI dalam tuturannya padahal padanan dari frase itu ada dalam BT yang mengakibatkan terganggunya
sistem BT baku. Penyimpangan pada kelas frase ajektiva yang terjadi pada masyarakat BT di Medan disebabkan adanya interferensi sistem BI sebagaimana tampak berikut ini.
• lanjut usia Æ matua • pende
ŋar na setia Æ pananginangi sambing • naung sangat matang Æ naung matoras
Universitas Sumatera Utara
d. Frase Adverbial
Frase adverbial adalah frase endosentris berinduk satu yang induknya adverbia dan modifikatornya adverbia lain atau partikel. Adverbia adalah kategori kata yang menerangkan
verba. Frase Adverbia BT digolongkan atas tiga yaitu adverbial cara, adverbia tempat dan adverbia waktu. Dari segi bentuk, BT tidak membedakan adverbial cara dengan ajektiva lihat
Sibarani, 1997, misalnya Tung mansai burju do anakna i ‘Anaknya sangat baik’, frase tung mansai burju pada kalimat ini adalah frase ajektival yang berfungsi sebagai predikat.
Bandingkan dengan frase adverbial berikut dalam kalimat Tung mansai burju do mula-ulaon anakna i ‘Putranya sungguh sangat rajin bekerja’. Dengan demikian tampak bahwa BT memiliki
kaidah dalam pembentukan frase ajektivanya. Akan tetapi, penggunaan bahasa BT baku di Medan telah mengalami penyimpangan termasuk dalam frase adverbial. Penutur BT di Medan
kelihatannya cenderung memasukkan unsur BI dalam tuturannya padahal padanan dari frase itu ada dalam BT yang mengakibatkan terganggunya sistem BT baku. Penyimpangan pada kelas
frase adverbial yang terjadi pada masyarakat BT di Medan disebabkan adanya interferensi sistem BI sebagaimana tampak berikut ini.
• lebih kurangÆ hurang lobi.
• sesuai tu arahan ni panitia Æ hobbar tu na pinabinotohon
• setiap hari Æ ganup arisiapari • secara senior pe Æ hombar tu ruhutruhut pe
8.4 Leksikal Bahasa Batak Toba
Universitas Sumatera Utara
Kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa. Kata dalam BT dapat
terdiri atas satu fonem, misalnya i ‘itu’, e ’hey’, bisa juga terdiri dari dua fonem atau lebih, misalnya on ‘ini’, an ‘itu, ala ’karena’. .
Gejala interferensi dalam tuturan BT penutur di Medan menyebabkan kekacauan dalam sistem BT. Penyimpangan leksikal BT yang tampak merupakan serpihan-serpihan leksikal BI
yang masuk ke dalam tuturan BT. Persoalan penyimpangan ini timbul disebabkan oleh perkembangan sistem suatu bahasa termasuk BT sebab setiap bahasa mana pun tidak pernah
berada pada satu keadaan tertentu. Ia selalu berubah sesuai dengan perubahan zaman. Setiap bahasa mempunyai caranya sendiri-sendiri dalam mengembangkan unsur-unsurnya itu. Proses
perkembangan ini tergantung selain kepada unsur internal bahasa itu sendiri, yakni kesiapan bahasa menerima perubahan yang terjadi pada bahasa itu sendiri juga pada faktor eksternal
bahasa, seperti tuntutan keadaan sosial budaya, tuntutan perkembangan IPTEK, tuntutan politik bahasa dan lain-lain.
Masuknya unsur BI ke dalam BT dianggap sebagai interferensi yang menyebabkan penyimpangan terhadap sistem BT karena serpihan leksikal BI tersebut ada padanannya dalam
BT. Sebagaimana dinyatakan Chaer 2004 : 158 bahwa bila penggunaan serpihan bahasa lain mengakibatkan penyimpangan terhadap suatu bahasa maka hal tersebut menyebabkan terjadinya
peristiwa interferensi. Interferensi leksikal yang terjadi dalam BT di Medan diklasifikasikan berdasarkan kelas kata seperti berikut.
1. Kata Kelas Nomina
Universitas Sumatera Utara
Kata kelas nomina merupakan kata yang biasanya dapat berfungsi sebagai subjek atau objek klausa. Kelas kata ini sering berpadanan dengan orang, benda, atau hal lain yang
dibendakan. Penggunaan unsur leksikal BI yang menginterferensi BT di Medan merupakan
pengacauan dalam sistem BT baku, sebab leksikal BI yang menginterferensi BT tersebut ada padanannya dalam BT baku. Kata atau leksikal yang menginterferensi BT di Medan misalnya
kata serapan telepon, kata kacamata, ijajah, yang diucapkan penutur BT sebagai [t єlєpon]
padahal leksikal tersebut padanannya dalam BT yakni talipon, hillo, bisoloit. Leksikal talipon ini merupakan kata serapan dalam BT yang telah disesuaikan pengucapannya ke dalam sistem BT.
Sebenarnya leksikal tersebut dalam BT baku adalah tokkok kawat akan tetapi leksikal ini tidak pernah lagi digunakan oleh masyarakat BT karena penutur BT cenderung untuk
menggantikannya dengan kata serapan talipon. Selanjutnya leksikal kacamata yang merupakan
nomina BI tampaknya juga leksikal yang sangat sering terdengar digunakan penutur BT di Medan, sementara kosakata ini terdapat dalam BT baku yaitu hillo. Tetapi tampaknya kosakata
ini tidak digunakan lagi di dalam masyarakat BT di Medan. Sementara itu, kosakata serapan BI ijajah yang diucapkan penutur BT sebagai [ijaja] tampak menginterferensi sistem BT.
Berhubung dalam BT baku fonem h tidak pernah berada pada posisi akhir, maka penutur
mengucapkannya tanpa menggunakan fonem h. Padanan ijajah terdapat dalam BT yaitu bisoloit yang merupakan kata serapan dari bahasa Belanda beslagch. Kosakata ini ternyata
dikenal oleh penutur BT generasi tua yang tinggal di Medan, akan tetapi mereka sudah mulai jarang menggunakannya sedangkan generasi muda tampaknya tidak mengenal kosakata bisoloit
tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Selain kata serapan di atas, terdapat juga leksikal BI jam yang kelihatannya frekuensi penggunaannya cukup tinggi oleh penutur BT di Medan untuk menyatakan keadaan waktu,
misalnya jam walu yang konstruksinya sama seperti dalam BI, jam delapan. Padahal leksikal ini lazimnya dalam sistem BT adalah untuk menyatakan masa waktu lamanya suatu peristiwa
berlangsung yakni walu jom. Apabila orang ingin menyatakan keadaan waktu dalam BT, maka leksikal yang harus digunakan ialah pukkul, pukkul sanpulu, pukkul onom dan seterusnya.
Masyarakat penutur BT di Medan sebenarnya boleh dikatakan masih memiliki pola kehidupan masyarakat di daerah asal, khususnya dalam penyelenggaraan berbagai pesta yang
selalu disertai acara adat. Salah satu leksikal BT yang kerapkali muncul dalam berbagai acara adat ialah kata juhut atau jagal yang digunakan orang BT sebagai salah satu unsur yang harus
ada di dalamnya. Akan tetapi, leksikal ini tampaknya terinterferensi BI karena penutur BT di
Medan menggunakan kata daging yang seharusnya adalah jagal atau juhut.
2. Kata Kelas Verba
Verba adalah kelas kata yang biasanya berfungsi sebagai predikat, dalam beberapa bahasa lain verba mempunyai ciri morfologis seperti ciri kala, aspek, persona atau jumlah.
Interferensi leksikal BI pada kata kelas verba yang terjadi dalam tuturan BT di Medan misalnya pada verba bertanggung jawab. Verba ini sangat jelas merupakan leksikal BI. Karena
penutur BT tampaknya terbiasa dengan leksikal tersebut, umumnya mereka menggunakan verba martanggung jawab BI ini dalam berbagai kesempatan, meskipun kadang-kadang mereka ada
yang memasukkan unsur BT ke dalamnya sehingga menjadi martanggung jawab. Tampaknya penutur BT tidak terlalu akrab dengan padanan leksikal tersebut dalam BT yaitu maralus
sehingga kata bertanggung jawab atau martanggung jawab yang lebih sering mereka gunakan.
Universitas Sumatera Utara
Leksikal kelas verba dengan aksi resiprokal dalam BT ditandai dengan afiks masi-. Penyimpangan pada afiks BT masi- tersebut adalah dengan digunakannya leksikal BI seperti
saling percaya, saling menerima yang menginterferensi sistem leksikal BT. Padahal BT memiliki padanan verba tersebut yaitu masihaporseaan dan masijaloan. Akan tetapi, rupanya
ada hal yang perlu juga menjadi catatan, bahwa saat penutur BT di Medan menggunakan verba resiprokal tersebut dalam BT mereka umumnya menggunakan afiks marsi- dan bukan masi-.
Penyimpangan ini tentunya termasuk juga sebagai pengacauan sistem BT baku.
3. Kata Kelas Ajektiva