Mempertahankan Akses Lahan .3 Kesejahteraan MDH

7.1.4 Mempertahankan Akses Lahan

Salah satu tujuan keterlibatan LSM dalam perumusan PHBM adalah menjamin akses lahan hutan yang selama ini dikuasai oleh Perhutani kepada MDH. Upaya memperoleh akses lahan hutan Perhutani merupakan perjuangan panjang LSM yang telah dirintis sejak masa perhutanan sosial mulai digulirkan. Lembaga yang terlibat dalam pemberian akses lahan tidak hanya LSM dalam negeri tetapi juga lembaga donor dari luar negeri. Akses lahan dianggap sebagai bentuk pengelolaan hutan yang memperhatikan kesejahteraan MDH. Upaya mempertahankan akses lahan dilakukan dengan memperkuat kelembagaan dan mengupayakan keberhasilan PHBM dalam melestarikan hutan dan meningkatkan kesejahteraan MDH. Kelestarian hutan dan kesejahteraan ekonomi MDH merupakan isyu yang digunakan untuk mempertahan pengelolaan hutan oleh MDH. Akses lahan hutan oleh petani dianggap berhasil jika dapat menghilangkan kerusakan hutan dan kemiskinan MDH. 7.2 Kerangka Rasionalitas Strategi Nafkah Penduduk Desa Padabeunghar Istilah sumberdaya Weber, 1968; Turner 1998 disejajarkan dengan sumber nafkah Ellis, 2000 yaitu mengacu pada sumber-sumber yang digunakan oleh rumahtangga dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Telah dibahas pada bab VI, pola pilihan sumber nafkah adalah modal alami dengan modal sosial dan peluang pekerjaan dengan modal sosial. Modal alami sendiri dipilih berdasarkan pola sawah, kebon , lahan kebun karet dan lahan hutan. Ini menunjukkan rumahtangga memiliki alasan yang melandasi pilihan sumberdaya. Penduduk Desa Padabeunghar memiliki rasionalitas sendiri mengenai sumberdaya yang efektif bagi rumahtangga. Sumberdaya tidak hanya dilihat dari efektivitas produksi atau dari produk yang dihasilkan oleh sumberdaya. Pilihan sumberdaya tidak hanya berdasarkan keuntungan atau peningkatan pendapatan rumahtangga. Pilihan sumberdaya selain berdasarkan pendapatan atau hasil produksi yang akan diterima juga berdasarkan nilai yang dilekatkan pada sumberdaya. Alasan pemilikan dan nilai produksi barang secara sosial menyebabkan rumahtangga kehilangan banyak peluang untuk memperoleh keuntungan tambahan dengan menggunakan sumberdaya di luar milik sendiri seperti lahan hutan. Nilai yang dilekatkan pada sumberdaya juga menyebabkan pergeseran nilai kerja pertanian dan desakan pada peluang pekerjaan. Selain keterikatan dengan nilai yang berkembang dalam masyarakat Desa Padabeunghar, rumahtangga memiliki perhitungan pendapatan dan biaya yang berbeda dengan strategi nafkah PHBM. Penambahan lahan untuk meningkatkan pendapatan rumahtangga ada pada strategi nafkah “ekstensifikasi”, “investasi”, “orientasi”, dan“asuransi”. Namun hanya pada strategi nafkah “ekstensifikasi” desakan nafkah pada sumberdaya hutan terjadi. Pengelolaan sumberdaya hutan dilakukan dengan aktivitas nafkah ekstensifikasi, pengurangan resiko pertanian, mengurangi biaya produksi pertanian dan menanam beragam tanaman. Rumahtangga menilai sumberdaya tidak hanya dari produktivitas sumberdaya tetapi dari resiko pengelolaan sumberdaya. Lahan hutan tidak digarap lebih baik berdasarkan perhitungan pendapatan rumahtangga dengan menggarap lahan lain atau mengalokasikan tenaga kerja rumahtangga menjadi tenaga kerja perantau. Sumberdaya sebagai sumberdaya Pilihan untuk di lahan kebun karet adalah pilihan rasional dengan mempertimbangkan, alokasi tenaga kerja rumahtangga, hasil, kondisi tanah dan kepastian akses hasil Rasionalitas penggunaan sumberdaya yang khas dapat dil ihat pada peranan modal sosial sebagai sumber nafkah yang digunakan dan dianggap penting oleh seluruh rumahtangga kasus. Konsep teori pertukaran melihat ikatan sosial sebagai suatu hubungan transaksional antara dua pihak tidak sepenuhnya terjadi. Rumahtangga tetap memilih melakukan aktivitas nafkah membangun hubungan meskipun menghadapi resiko keuntungan yang akan diperoleh kembali marginal utility yang tidak jelas. Kepastian memperoleh keuntungan merupakan faktor yang menentukan pemilihan sumberdaya Weber, 1968. Keuntungan diartikan oleh penduduk Desa Padabeunghar sebagai hubungan baik yang terbangun dan terhindar dari sanksi sosial takut tidak diterima sebagai anggota komunitas. Berdasarkan pembahasan pada bab V, pendapatan dibagi menjadi tiga macam, pendapatan barang, uang dan pendapatan sosial. Pendapatan tidak hanya diukur dari jumlah yang diterima tetapi peranannya dalam strategi nafkah rumahtangga, kebutuhan rumahtangga dan nilai sosial yang dilekatkan pada pendapatan. Bantuan anak pada saat sulit penting bagi rumahtangga Ma Um yang menerapkan strategi nafkah “asuransi”. Penguatan ekonomi uang menggeser kebutuhan rumahtangga pada pendapatan dalam bentuk barang produk pertanian dan rumahtangga mengalokasikan sebagian besar pendapatan uang untuk menyekolahkan anak karena anak meningkatkan status sosial orang tua. Biaya diartikan sebagai segala sesuatu yang dikeluarkan dalam proses produksi. Biaya yang dianggap paling berat adalah uang. Keterbatasan pendapatan uang dalam rumahtangga penduduk Desa Padabeunghar menyebabkan rumahtangga memperhitungkan pengeluaran uang yang dikeluarkan rumahtangga. Rumahtangga tidak memperhitungkan alokasi waktu tenaga kerja rumahtangga, atau barang produksi pertanian yang diperoleh tidak dari pembelian. Waktu kerja untuk b abantu , ngobeng , ngalongok atau neang dialokasikan dengan sengaja tanpa dianggap sebagai biaya. Pemberian bumbu yang ditanam di halaman rumah, daun singkong yang dipetik dari lahan hutan atau lahan kebun karet, atau pupuk kandang yang tidak terpakai tidak dianggap sebagai biaya. Rumahtangga mulai menghitung, jika rumahtangga tidak mendapatkan pendapatan seperti biaya yang dikeluarkan. Alokasi waktu kerja untuk babantu atau ngobeng pada seseorang akan diperhitungkan jika orang tersebut tidak membalas babantu atau ngobeng pada saat pembangunan rumah atau hajatan. Tindakan pengelolaan sumberdaya mengikuti ketersediaan waktu, pola pilihan modal alami rumahtangga, dan pola pilihan aktivitas nafkah rumahtangga. Alokasi waktu rumahtangga ditentukan berdasarkan kebutuhan yang mendesak saat itu dan tidak selalu berdasarkan pertimbangan ekonomi. Sanksi sosial atas suatu tindakan menentukan alokasi waktu kegiatan rumahtangga. Rumahtangga mengatur anggota rumahtangga untuk meninggalkan penggarapan lahan, penggembalaan kerbau, pekerjaan di perantauan atau membolos sekolah jika ada saudara hajatan . Kelembagaan sosial dipandang sebagai institusionalisasi pertukaran Blau dalam Turner, 1998. Strategi nafkah penduduk Desa Padabeunghar menunjukkan kelembagaan tidak diset unt uk memperlancar pertukaran, namun kelembagaan menset adanya pertukaran. Kelembagaan kondangan, babantu , ngobeng, ngalongok atau neang mengatur pertukaran sumberdaya diantara anggota komunitas Desa Padabeunghar. Kelembagaan sosial merancang sanksi dan imbalan anggota komunitas yang dilestarikan melalui aktivitas nafkah penggunaan modal alami. Tindakan aktivitas nafkah dan pilihan strategi nafkah dipengaruhi oleh kelembagaan sosial masyarakat. Kelembagaan sosial maupun pembentukan organisasi sosial seperti organisasi kerja pekerja bangunan dibentuk berdasarkan ikatan-ikatan dalam komunitas. Kelembagaan sosial atau organisasi sosial dibangun berdasarkan semangat “integrasi” dan upaya untuk tetap bersama sebagai bentuk jaminan sosial yang diberikan komunitas. Settiap anggota komunitas memiliki keawajiban untuk melestarikan kelembagaan sosial atau organisasi sosial agar tetap mendapatkan fasilitas yang diberikan komunitas. Berdasarkan uraian di atas, strategi nafkah penduduk Desa Padabeunghar dijalankan dalam kerangka berikut: Sumber: Diolah dari data primer, 2005 Gambar 7. Kerangka Rasionalitas Strategi Nafkah Penduduk Desa Padabeunghar Kerangka pemikiran tersebut menunjukkan keterikatan strategi nafkah penduduk Desa Padabeunghar dengan nilai-nilai yang ada di dalam komunitas Desa Padabeunghar yang diinstitusionalisasikan dalam bentuk kelembagaan sosial dan ikatan sosial. Jika PHBM memandang institusionalisasi nilai-nilai dilakukan oleh MDH dan perhutani untuk memperlancar pelaksana an tindakan pengelolaan Pilihan sumberdaya Tindakan pengelolaan sumberdaya Pengukuran pendapatan Pilihan strategi nafkah Institusio nalisasi nilai-nilai Pengukuran biaya sumberdaya hutan, makan penduduk Desa Padabeunghar memandang institusionalisasi nilai sebagai ukuran yang menentukan pilihan strategi nafkah.

7.3 Dasar Rasionalitas Strategi Nafkah Penduduk Desa Padabeunghar

Dokumen yang terkait

Bentuk Kearifan Lokal Terkait Pemanfaatan Hasil Hutan Di Sekitar Tahura Bukit Barisan (Studi Kasus Di Desa Kuta Rakyat, Desa Dolat Rakyat, Desa Jaranguda, Dan Desa Tanjung Barus, Kabupaten Karo)

2 38 114

DAMPAK PROGRAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT(PHBM) TERHADAP EKONOMI MASYARAKAT DESA HUTAN

0 4 12

DAMPAK PROGRAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT(PHBM) TERHADAP EKONOMI MASYARAKAT DESA HUTAN

0 4 3

DAMPAK PROGRAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT(PHBM) TERHADAP EKONOMI MASYARAKAT DESA HUTAN (Studi Evaluasi Program Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat di Lembaga Masyarakat Desa Hutan Artha Wana Mulya Desa Sidomulyo Kabupaten

0 2 14

Analisis gender pada kegiatan pengelolaan hutan bersama masyarakat (Kasus rumahtangga peserta PHBM, Desa Lolong, Jawa Tengah)

1 16 172

Formulasi Strategi Kebijakan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat

2 35 364

Pengetahuan masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM): kasus di Desa Bojong Koneng dan Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Bogor, Jawa Barat

0 11 70

Struktur dan Strategi Nafkah Rumahtangga Petani Peserta Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di Bogorejo

1 16 141

Analisis Efektivitas Kelembagaan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung Utara Jawa Barat

4 28 104

Strategi Dan Struktur Nafkah Rumahtangga Petani Sekitar Hutan Desa Seputih Kecamatan Mayang Kabupaten Jember

2 21 89