Strategi nafkah Basis Pekerjaan di dalam Desa: Rumahtangga Pak

tetap mendapatkan pekerjaan dari supplier, meskipun tidak ada kontrak yang mengikat dan tidak ada sanksi jika memilih pekerjaan di tempat lain. Bu Ut tetap memilih membuka warung dari pada menggarap kebon milik atau membuka lahan garapan meskipun menghadapi resiko kerugian. Aktivitas nafkah menggunakan modal alami dianggap berat. Bu Ut memilih mendapatkan sedikit keuntungan tetapi dapat tinggal di rumah dan berbincang-bincang dengan ibu-ibu yang datang ke warung. Ini menunjukkan jika ada alternatif untuk memilih sumbe r nafkah, modal alami menjadi pilihan terakhir.

6.2.3 Strategi nafkah Basis Pekerjaan di dalam Desa: Rumahtangga Pak

Bd Salah satu sumber nafkah yang dapat menyebabkan rumahtangga tidak tergantung pada modal alami adalah peluang kerja di dalam desa. Peluang ker ja di dalam desa membuka peluang untuk mendapatkan pendapatan uang dan tetap tinggal di Desa Padabeunghar. Pekerjaan Pak Bd sebagai mandor hutan menyebabkan Pak Bd memperoleh gaji tetap yang diterima setiap bulan. Pendapatan uang tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari- hari. Gaji menjadi sumber pendapatan utama rumahtangga. Pak Bd memilih tidak membuka lahan garapan di lahan hutan Perhutani atau lahan kebun karet dan menyerahkan penggarapan sawah warisan miliknya pada buruh tani. Pemilihan peluang kerja sebagai sumber nafkah dan mengabaikan modal alami merupakan pola umum pilihan pekerjaan di Desa Padabeunghar. Pak Bd, 35 tahun, bekerja sebagai mandor Perhutani. Pak Bd menikah dengan Ceu Yy, 32 tahun dan memiliki dua orang anak Angga, 23 bulan dan Gala kelas lima SD. Struktur rumah tangga Pak Bd dapat diamati pada gambar berikut: Pak Bd mendaftar menjadi mandor hutan selepas SMA. Setiap warga desa yang berbatasan dengan hutan Perhutani mendapat kesempatan mendaftar menjadi mandor Pak Bd Ceu Yy Angga Gala hutan. Di Desa Padabeunghar ada empat orang warga termasuk Pak Bd yang menjadi mandor hutan. Tugas Pak Bd sebagai mandor tanam adalah melakukan pembibitan pohon yang akan ditanam di lahan huta n. Pak Bd juga bertugas melakukan penanaman pohon. Lokasi pembibitan pohon terletak di depan SD Padabeunghar, tidak menguntungkan bagi Pak Bd, karena Pak Bd harus berjalan 3-11 kilometer ke lokasi penanaman. Pak Bd membayar buruh tani untuk melakukan penanaman dengan menggunakan dana dari program banjar harian, suatu program penanaman lahan hutan yang melibatkan penduduk desa sekitar hutan sebagai tenaga kerja penanaman pohon. Jika melakukan pembibitan Pak bd akan mengajak Ceu Yy. Ceu Yy akan mengajak ibu-ibu yang lain untuk ikut mengisi tanah di polybag dengan upah Rp. 10,- setiap polybag. Ceu Yayah rata-rata mendapatkan Rp. 28.000, - per hari jika ada pengisian polybag. Ceu Yayah biasanya mendapatkan hasil terkecil karena harus menyiapkan polybag, mengambil polybag ke rumah jika kehabisan dan mengatur penyimpanan polybag. Pak Bd mengetahui tentang galian C di Blok Cirendang dan sekitar jalan menuju Kiara. Namun Pak Bd memilih untuk tidak menegur orang yang membuat galian C atau melaporkan pembuatan galian C tersebut ke Perhutani KPH Caracas. Pak B d tidak melakukan tugasnya karena didasari oleh alasan “karunya, masih salembur, abdi oge diteunggeul batur nyeri, nya ulah neunggeul batur” --------- kasihan masih satu desa, saya juga dipukul orang lain sakit, maka saya tidak akan memukul orang lain. Pak Bd mendapatkan rokok, uang atau makanan dari mahasiswa atau orang dari luar Desa Padabeunghar yang meminta Pak Bd untuk mengantar ke lahan hutan Perhutani. Program PHBM yang dilaksanakan di Desa Padabeunghar membuat Desa Padabeunghar didatangi oleh LSM dalam dan luar negeri atau mahasiswa yang melakukan penelitian tentang PHBM. Gaji yang diterima Pak Bd sebagai mandor tanam adalah Rp 700.000, - per bulan. Gaji sebesar itu terasa cukup jika Pak Bd bertugas di Desa Padabeunghar. Pak Bd tidak perlu menyediakan uang untuk dua rumah, dirinya dan Ceu Yy istri yang ditinggal di Desa Padabeunghar. Pak Bd hanya datang sekali atau dua kali ke Caracas untuk pengarahan atau ke Pasawahan untuk koordinasi dengan mandor yang lain sehingga Pak Bd dapat mengurangi biaya transportasi yang menyita anggaran rumahtangga Pak Bd. Pak Bd pernah bertugas di Ciledug, berjarak sekitar 45 km dari Desa Padabeunghar, sebelum ditempatkan di Desa Padabeunghar. Ceu Yy tetap tinggal di Desa Padabeunghar selama Pak Bd bertugas di Ciledug. Ceu Yy menganggap biaya hidup di Ciledug terlalu besar. Di Ciledug, semua barang harus dibeli sedangkan di Desa Padabeunghar, Ceu Yy dapat memperoleh barang-barang tersebut dengan meminta atau meminjam dari tetangga atau saudara. Ceu Yy lebih sukatinggal di Desa Padabeunghar. Persaudaraan antar warga Desa Padabeunghar sangat erat. Setiap orang dapat merasakan makanan yang tidak ditanam atau dimasak sendiri. Jika ada warga yang telah panen, maka tetangga di sekitarnya akan dikirim. Jika beras, maka akan dibagi dua kobokan takaran beras yang berupa mangkuk, tiga kobokan setara dengan ±1,5 kg. Sayuran, kacang tanah, ubi jalar, singkong dan olahannya atau masakan akan selalu ditawarkan atau dikirimkan pada tetangga. Untuk hasil kebun, biasanya akan dikirimkan, sedangkan untuk masakan, untuk orang-orang tertentu akan dikirimkan sedangkan untuk tetangga sekitar cukup dengan berteriak “ngararaosan deuh....” ayo coba. Rumah yang sekarang ditempati Pak Bd adalah rumah warisan orang tua Ceu Yy yang direnovasi Pak Bd. Pembangunan rumah tidak banyak memerlukan biaya. Ceu Yy dan Pak Bd cukup menyediakan makanan, batu bata, pasir, semen dan uang untuk membayar dua atau tiga orang tukang. Setiap hari 100-150 orang akan datang untuk babantu. P erempuan membantu memasak, menyiapkan makanan, mengirim makanan pada pekerja babantu di sore hari, dan menurunkan batu bata dari mobil. Babantu dilakukan tidak lebih dari tiga hari. Pak Bd menggarap sawah warisan orang tua Ceu Yy. Sawah tersebut digarap oleh buruh tani atau petani nyeblok. Pak Bd bertugas mengantarkan makanan ke sawah, sedangkan Ceu Yy membuat makanan yang akan diantarkan Pak Bd. Ceu Yy bekerja mengasuh anak dan melakukan pekerjaan rumah setiap hari. Sebelum menikah Ceu Yy bekerja sebagai pembantu rumahtangga dan berhenti ketika menikah dengan Pak Bd. Ceu Yy tidak pergi ke sawah setiap hari. Ceu Yy akan pergi ke hutan untuk mengambil kayu bakar tetapi itu tidak dilakukan semenjak melahirkan Angga. Ceu Yy tidak bisa meninggalkan Angga. Bekerja sebagai mandor hutan selain mendapatkan gaji juga mendapatkan status sosial yang tinggi di masyarakat. Gaji yang diterima setiap bulan merupakan pendapatan yang diinginkan. Meskipun jumlah gaji yang diterima tidak mencukupi pemenuhan kebut uhan hidup, menerima gaji memiliki dua dimensi keuntungan, pendapatan uang pasti dan status sosial tinggi dilekatkan pada pekerja yang mendapatkan gaji. Bagi Pak Bd kesulitan karena tugas jauh dari keluarga dan biaya transportasi tidak sebanding dengan sta tus sebagai mandor dan rasa aman karena memiliki penghasilan terus menerus. Status ini pun dilekatkan pada istri dan keluarga Pak Bd yang dapat menikmati status sebagai Bu Mandor dan mendapatkan peluang menambah pendapatan melalui pekerjaan sebagai pengisi polybag. Basis pekerjaan dalam desa dapat mengurangi kebutuhan pada modal alami namun tidak mengurangi kebutuhan pada modal sosial. Pak Bd menggarap sawah dengan menggunakan jasa buruh tani, namun mengalokasikan waktu kerja dan pendapatan untuk membangun hubungan baik dengan tetangga dan saudara. Kehidupan sosial rumahtangga Pak Bd tidak berbeda dengan rumahtangga yang menggunakan modal alami sebagai sumber nafkah utama.

6.3 Pola Umum Strategi Nafkah Rumahtangga Penduduk Desa

Dokumen yang terkait

Bentuk Kearifan Lokal Terkait Pemanfaatan Hasil Hutan Di Sekitar Tahura Bukit Barisan (Studi Kasus Di Desa Kuta Rakyat, Desa Dolat Rakyat, Desa Jaranguda, Dan Desa Tanjung Barus, Kabupaten Karo)

2 38 114

DAMPAK PROGRAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT(PHBM) TERHADAP EKONOMI MASYARAKAT DESA HUTAN

0 4 12

DAMPAK PROGRAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT(PHBM) TERHADAP EKONOMI MASYARAKAT DESA HUTAN

0 4 3

DAMPAK PROGRAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT(PHBM) TERHADAP EKONOMI MASYARAKAT DESA HUTAN (Studi Evaluasi Program Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat di Lembaga Masyarakat Desa Hutan Artha Wana Mulya Desa Sidomulyo Kabupaten

0 2 14

Analisis gender pada kegiatan pengelolaan hutan bersama masyarakat (Kasus rumahtangga peserta PHBM, Desa Lolong, Jawa Tengah)

1 16 172

Formulasi Strategi Kebijakan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat

2 35 364

Pengetahuan masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM): kasus di Desa Bojong Koneng dan Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Bogor, Jawa Barat

0 11 70

Struktur dan Strategi Nafkah Rumahtangga Petani Peserta Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di Bogorejo

1 16 141

Analisis Efektivitas Kelembagaan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung Utara Jawa Barat

4 28 104

Strategi Dan Struktur Nafkah Rumahtangga Petani Sekitar Hutan Desa Seputih Kecamatan Mayang Kabupaten Jember

2 21 89