Rumahtangga P ak Suh memberi gambaran rumahtangga yang
menggunakan sumberdaya alam sebagai sumber nafkah. Rumahtangga Pak Suh mendapatkan pendapatan untuk konsumsi, sekolah anak dan menghadapi
keadaan-keadaan sulit dengan menggunakan sumberdaya alam termasuk sumberdaya hutan.
3.3.2.2 Rumahtangga yang Menjadikan Sumberdaya Alam Milik Sebagai Orientasi Nafkah
Wa Am merupakan orang yang dikenal sebagai pemimpin kelompok penggarap hutan yang berhasil di Desa Padabeunghar. Wa Am menjadi penggarap
lahan hutan sejak masa tumpangsari, tahun 1980-an. Wa Am memutuskan untuk berhe nti menggarap lahan hutan setelah berhasil menyewa sawah.
Rumahtangga Wa Am memberi pemahaman tentang orientasi menggarap lahan hutan dan nilai sumberdaya alam bagi rumahtangga Desa Padabeunghar.
Wa Am dan kelompoknya tidak menggarap hutan lagi setelah berhasil menyewa sawah. Rumahtangga Wa Am memberi pemahaman bahwa menggarap lahan
hutan merupakan jalan untuk menggarap sawah sebagai modal alami yang paling diinginkan untuk digarap oleh rumahtangga.
3.3.2.3 Rumahtangga yang Menggunakan Sumberdaya Alam Sebagai Salah Satu Bentuk Investasi
Rumahtangga Bi En, 42 tahun, adalah rumahtangga yang menjadi tempat menumpang selama peneliti berada di Desa Padabeunghar. Peneliti tinggal
menumpang dengan rumahtangga Bi En bukan atas pilihan peneliti atau atas keinginan untuk memahami strategi nafkah rumahtangga Bi En tetapi karena
ditempatkan oleh kepala Desa Padabeunghar. Pemilihan rumahtangga Bi En sebagai rumahtangga kasus dilakukan peneliti karena rumahtangga Bi En
merupakan contoh rumahtangga yang menggunakan strategi nafkah berbasis anggota rumahtangga dengan antisipasi jangka panjang yang konstruktif.
Rumahtangga Bi En termasuk rumahtangga dengan dua KK. Anak pertama Bi E n menikah dengan kepala Desa Padabeunghar dan tinggal satu rumah
dengan Bi En. Rumahtangga Bi En melakukan berbagai tindakan untuk menjaga
keamanan ekonomi dan hubungan sosial rumahtangga di masa kini dan di masa depan. Rumahtangga Bi En memberi gambaran penggunaan sumberdaya sebagai
bentuk investasi yang khas di Desa Padabeunghar.
3.3.2.4 Rumahtangga yang Menggunakan Sumberdaya Alam Sebagai Suatu Bentuk Asuransi
Ma Um adalah seorang janda yang berusia 68 tahunan. Ma Um masih aktif menggarap lahan hutan. Ma Um merupakan salah satu dari sekian banyak
perempuan pada kelompok usia kakek yang aktif bekerja di bidang pertanian. Ma Um mempersiapkan lahan garapan untuk memenuhi kebutuhan hidup di saat ia
tak mampu lagi menggarap lahan. Ma Um melakukan berbagai aktivitas nafkah untuk menjamin kehidupan
di masa tua. Ma Um mengangkat dua orang anak, Ceu Acih, 29, dan YN, 28 tahun. Ma Um mengangkat anak untuk menemani, mengurus saat sakit dan
mengurus saat Ma Um tidak mampu bekerja. Ma Um mendapat warisan uang gaji veteran dari almarhum suami Ma Um.
3.3.2.5 Rumahtangga yang Mengutamakan Upaya Bersama dengan Komunitas
Bu Et, 35 tahun, menunjukkan rumahtangga dengan strategi nafkah berdasarkan keterikatan yang kuat dengan tanah kelahirannya. Bu Et pernah
bekerja sebagai pembantu rumahtangga di Jakarta, menikah dan tinggal di Lampung dan kembali ke Desa Padabeunghar dengan mengorbankan kebun kopi,
rumah dan warung yang dimiliki di Lampung. Bu Et merasa kehidupannya di Lampung lebih baik dari pada di Desa Padabeunghar, meskipun begitu, Bu Et
tetap ingin pulang ke Desa Padabeunghar. Bu Et tidak tahan jauh dari Desa Padabeunghar. Rumahtangga Bu Et dapat memberi gambaran basis integrasi
dalam komunit as sebagai dasar pembentukan strategi nafkah rumahtangga. Bu Et merupakan tineliti utama untuk memahami rumahtangga Bu Et.
Peneliti mengenal Bu Et melalui Nana, anggota LSM KANOPI. Setelah itu, berhenti di warung Bu Et jika akan ke lahan garapan Kiara, ke Kuningan atau ke
Kecamatan Pasawahan merupakan keharusan bagi peneliti. Kebiasaan yang sama
dilakukan oleh masyarakat Desa Padabeunghar yang menggarap lahan hutan di Kiara atau menuju desa lain dengan menggunakan motor.
3.3.2.6 Rumahtangga yang Menggunakan peluang Kerja dalam Desa Sebagai