.4 Struktur pemilikan dan Penggunaan Lahan

4.4 .4 Struktur pemilikan dan Penggunaan Lahan

Lahan memiliki peranan penting dalam rumahtangga petani Desa Padabeunghar. Peran tersebut baru terasa jika ada akses milik atau akses manfaat. Akses milik dan manfaat lahan diatur oleh sistem kepemilikan lahan yang ada dan dibangun oleh masyarakat, negara dan pihak lain yang terkait dengan lahan tersebut. Pemilikan lahan di Desa Padabeunghar dapat dibagi menjadi tiga, lahan milik pribadi, lahan milik pemerintah desa untuk peruntukan desa, dan lahan milik pemerintah desa yang dikelola oleh petani. Struktur pemilikan lahan di Desa Padabeunghar dapat diamati pada tabel berikut: Tabel 3. Jenis Lahan dan Struktur Pemilikan Lahan di Desa Padabeunghar Jenis lahan Pemilik Penggarap Pengalihan akses Sawah Petani Petani Pemjualanpenyewaanpewarisan pengolahan oleh orang lain Kebon Petani Petani Penjualanpewarisan Lahan hutan Perhutani Perhutanipetani NKBNPKpengalihan antar penggarappewarisan Lahan kebun karet Pengusaha pemegang HGU Pengusahapetani Pengalihan antar penggarappewarisan Bengkok Pemerintah desa Pemerintah desapenyewa Peralihan jabatanpenyewaan Iasatiti- sara Pemerintah desa Pemerintah desapetani Perijinan dari pemerintah desa Sumber: D iolah dari data primer , 2005 Sawah dan kebon merupakan lahan milik pribadi atau pemerintah desa yang berhubungan dengan sistem pemilikan tanah negara. Kedaulatan negara ditunjukkan oleh Pajak Bumi dan Bangunan PBB yang harus dibayar oleh pemilik sawah atau kebon setiap tahun. Keterikatan dengan hukum negara menyebabkan lahan milik pribadi pun tidak dapat dialih-fungsikan begitu saja sesuai dengan keinginan pemilik. Lahan sawah tidak dapat dialihfungsikan menjadi kebon , dan sebaliknya. Pengalihfungsian lahan harus melalui perijinan dengan negara pemilik PBB. Berdasarkan tempat, sawah di Desa Padabeunghar dapat dikelompokkan menjadi sawah yang berdekatan dengan mata air dan sawah yang berjauhan dengan mata air. Kedua jenis sawah ini berbeda dalam produktifitas pada musim kemarau dan musim hujan. Sawah yang letaknya berdekatan dengan mata air menghasilkan padi yang lebih baik pada musim kemarau. Sedangkan sawah yang letaknya berjauhan dengan mata air bisa sampai tidak panen di musim kemarau. Sawah dapat dialihkan penggarapannya kepada orang lain melalui penjualan dan penyewaan. Penjualan sawah hanya dilakukan jika ada keperluan uang yang sangat mendesak. Petani yang tidak memiliki sawah dapat menggarap sawah orang lain melalui penyewaan atau penggarapan melalui sistem “maron”. Kebon hanya akan beralih penggarap melalui penjualan dan pewarisan. Pemilikan sawah berkisar antara tidak memiliki sama sekali sampai 22 tempat yang terdiri dari sawah dan kebon. Haji Sukanta, pemilik tanah terbanyak memiliki 22 tempat sawah dan kebon. Responden yang diwawancarai rata -rata memiliki 1,25 bau sawah. Sawah menghasilkan padi yang digunakan sebagai konsumsi utama masyarakat Desa Padabeunghar. Sawah di Desa Padabeunghar hanya akan ditanami padi. Petani tidak menanam tanaman palawija di antara musim tanam padi. Tanaman palawija ditanam di lahan garapan. Produksi gabah kering per 1,25 bau adalah 5-7 kuintal. Sawah dapat dipanen tiga kali dalam satu tahun pada saat hutan Prhutani dan kebun karet masih hijau. Setelah hutan gundul, debit air yang dihasilkan mata air berkurang. Sekarang, sawah hanya dapat dipanen dua kali dalam satu tahun. Tanah milik pemerintah desa dikenal dengan nama tanah titisara , iasa dan tanah bengkok. Tanah bengkok merupakan tanah pemerintah yang diberikan pada pamong desa sebagai gaji. Tanah bengkok dikelola dan diambil hasilnya selama orang tersebut menjabat sebagai pamong desa. Tanah bengkok dapat pula disewakan kepada orang lain selama masa kerja pamong desa masih berlaku. Menurut BE, tanah bengkok di Desa Padabeunghar paling kecil dibandingkan dengan desa-desa lain di Kecamatan Pasawahan. Sebagai perbandingan, PK hanya mendapatkan tiga bau tanah bengkok , sedangkan Kepala Desa Pasawahan mendapatkan lima bau. Kualitas tanah bengkok di Desa Padabeunghar juga tidak bagus, lebih banyak hanya dapat ditanam satu kali dalam setahun karena tidak cukup air untuk menanam padi. Jika tanah bengkok ada dalam bentuk sawah, tanah titisara dan tanah iasa ada dalam bentuk sawah, kebon dan pekarangan. Berbeda dengan tanah bengkok yang khusus dikelola oleh pamong desa, tanah iasa dan titisara dapat dikelola oleh petani dengan ijin pemerintah desa. Tanah titisara dan iasa juga dipergunakan untuk sarana umum seperti balai desa, bangunan sekolah dasar, Puskesmas dan kuburan. Desa Padabeunghar juga memliki akses terhadap lahan kebun karet dan lahan hutan Perhutani. Sejak kebun karet dibuka, lahan kebun karet dimanfaatkan petani untuk ladang. Tidak ada aturan khusus mengenai pemilikan lahan garapan di lahan kebun karet. Petani sadar bahwa lahan kebun karet dimiliki oleh pengusaha pemegang HGU, mereka hanya sementara menggarap. Luasan lahan olahan ditentukan oleh kesepakatan diantara petani dan siapa petani yang mengolah lahan terlebih dahulu. Pengalihan pengolahan lahan cukup dengan pembicaraan antara petani dan diketahui oleh petani lain atau pamong desa. Lahan hutan sebanarnya memiliki aturan hak pengelolaan lahan yang lebih teratur. NKB menetapkan luas lahan garapan dan petani-petani yang berhak menggarap lahan serta bagaimana cara menggarap lahan. Namun kenyataannya, petani menggunakan cara penggarapan yang sama dengan lahan kebun karet. Penggarap yang tertulis di NKB belum tentu merupakan penggarap yang sebenarnya di petak yang telah ditentukan. sebagian besar petani menggarap lahan sesaui dengan NKB, ini karena data petani yang dimasukkan ke dalam NKB adalah data petani yang sejak semula telah memiliki lahan garapan di petak tersebut. Luas lahan garapan yang telah ditentuka n juga tidak selalu ditepati. Petani lebih memilih mengatur penggarapan lahan dengan aturan siapa yang sempat dan siapa yang dapat, siapa yang sempat menggarap dan siapa yang dapat menggarap. Pengalihan hak menggarap lahan hutan sama dengan lahan garapan kebun karet. Pengalihan hak menggarap dilakukan dengan persetujuan kedua belah pihak yang diketahui pamong desa. Cara ini tidak sesuai dengan cara yang ditetapkan oleh Perhutani. Menurut peraturan PHBM, pengolahan lahan hutan harus mengikuti aturan yang te lah ditetapkan dalam NKB dan NPK. Penggarap pada suatu petak telah ditetapkan, tidak dapat diganti. Peralihan lahan garapan harus ditetapkan dalam rapat Forum PHBM dan disahkan oleh Perdes Perdes. Kenyataannya, petani masih menggunakan pola penggarapan sebelum ada PHBM. Forum PHBM dan Perdes tidak dapat menjalankan fungsinya. Perdes ini sebetulnya melindungi hak garapan lahan petani sampai ketika penggarap tersebut meninggal, sama seperti girik pada lahan milik pribadi. Struktur pemilikan lahan ini menunjukkan pengaruh struktur di luar desa terhadap akses lahan petani. Struktur luar desa terutama berpengaruh pada akses sumberdaya hutan dan lahan kebun karet. Pengaruh struktur luar desa juga tampak pada pembayaran pajak pada tanah hak miliki dan peruntukan tanah yang telah ditetapkan dalam pajak. Meskipun dianggap berat, mengelola sawah tetap diinginkan petani Desa Padabeunghar. Sawah menghasilkan padi, suatu komoditas penting bagi rumahtangga petani Desa Padabeunghar. Masyarakat Desa Padabeunghar menempatkan kebutuhan beras sebagai kebutuhan nomor satu dalam kehidupan sehari-hari dan kegiatan-kegiatan besar dalam kehidupan masyarakat Desa Padabeunghar. Prinsip “asal gaduh beas” asal punya beras, melekat pada penyediaan beras dalam setiap kegiatan masyara kat Desa Padabeunghar. Pembangunan rumah, hajatan , dan makan sehari-hari menempatkan beras sebagai kebutuhan utama. Kebon ditanami tanaman yang dimiliki petani atau diberikan oleh Pemerintah daerah, Perhutani atau LSM. Hasil kebon digunakan untuk menambah pendapatan rumahtangga dan sebagai pemenuhan kebutuhan konsumsi. Kebon berguna sebagai tambahan penghasilan rumahtangga. Kebon merupakan suatu sumber pendapatan yang dapat memberikan uang dalam jumlah besar setiap tahun. Satu batang pohon durian dapat menghasilkan uang ratusan ribu. Durian dari pohon dihargai Rp. 2000,- sampai Rp. 30.000,- per buah tergantung dari ukuran dan jenis durian. Petai biasa dipetik buat makan, sedangkan jengkol lebih sering dijual dengan harga sekitar Rp 60.000 satu kali musim berbuah 49 . Sedangkan hasil kebon yang tidak banyak akan dijadikan konsumsi rumahtangga. 49 Wawancara dengan Pak Suh, 10 Maret 2005 Lahan kebun karet menyediakan modal alami bagi petani Desa Padabeunghar setelah ditinggalkan oleh pemegang HGU. Wilayah Desa Padabeunghar meliputi 171 Ha wilayah tanah kebun karet. Pada awalnya, kebun karet dikelola oleh perusahaan pemegang HGU yaitu PT. Yunawati. Tanaman karet ditebang habis pada akhir tahun 80-an 50 . Tanah kebun karet merupakan tanah merah yang ba ik untuk ditanami tanaman kacang-kacangan, umbi-umbian dan singkong. Lahan kebun karet terdapat di sekitar pemukiman dan diantara kebon petani. Lahan kebun karet telah ada pada jaman Belanda. Tempat penampungan getah karet sekaligus pabrik yang mengelola karet terletak berdekatan dengan kampung Muncang Pandak. Seka rang pabrik tersebut menjadi tempat peristirahatan pengurus lahan kebun karet dan penampungan sementara tanaman hasil lahan kebun karet. Menggarap lahan kebun karet lebih disukai dari pada menggarap lahan hutan. Tanah perkebunan karet berupa tanah merah ya ng mekipun berbukit-bukit tetapi tidak berbatu. Tanah kebun karet lebih menguntungkan untuk digarap 51 . Lahan hutan Perhutani merupakan tanah hitam yang dipenuhi batu. Lahan hutan Perhutani menyediakan kayu bakar, batu untuk bahan bangunan, rumput untuk pakan ternak, dan lahan penggembalaan kerbau. Lahan hutan Perhutani digarap untuk mendapatkan tambahan kebutuhan rumahtangga sehari-hari, menggembalakan kerbau dan menabung bahan bangunan. Penggarapan lahan dilakukan oleh tenaga kerja rumahtangga. Lahan sawah dan lahan Perhutani yang digarap oleh penduduk Desa Padabeunghar yang tidak bekerja sebagai petani digarap oleh buruh tani. Tenaga kerja nyeblok hanya berlaku untuk penggarapan sawah. Tabel berikut menunjukkan jenis lahan dan ekonomi lahan bagi rumahtangga. 50 Wawancara dengan Pak Suh, 9 Maret 2005 51 Wawancara dengan Pak Suh dan Bang Lei, 21 Maret 2005 Tabel 4 . Jenis Lahan dan Ekonomi Lahan bagi Rumahtangga Jenis lahan Tanaman utama Skala penanaman Sumber pengairan Tenaga kerja pengelola Orientasi produksi Sawah Padi Skala kecil Air hujanmata air Tenaga kerja rumahtanggaburuh taninyeblok Pemenuhan kebutuhan harian rumahtangga Kebon Durian, petai, tanamana bahan bangunan Skala kecil Air hujanmata air Tenaga kerja rumahtanggaburuh tani Kebutuhan harian dan bahan bangunan Lahan hutan Singkong, pisang Skala kecil Air hujanmata air T enaga kerja rumahtanggaburuh tani Kebutuhan harian rumahtangga Lahan kebun karet Singkong, pisang Skala kecil Air hujanmata air Tenaga kerja rumahtangga Kebutuhan harian rumahtangga Sumber: Diolah dari data primer , 2005 Selain lahan, hewan ternak merupakan sumberdaya yang penting dalam ekonomi rumahtangga di Desa Padabeunghar. Hewan ternak yang dimiliki petani di Desa Padabeunghar adalah kambing, kerbau dan ayam. Ayam dimiliki hampir oleh seluruh petani Desa Padabeunghar. Bagi masyarakat Desa Padabe unghar, ayam merupakan barang yang terpakai di waktu hidup dan mati. Di waktu hidup ayam digunakan untuk dijual, atau disembelih atau diambil telurnya. Di waktu mati, ayam digunakan sebagai sebagai masakan yang harus ada. Setiap ada orang yang meninggal, keluarga yang ditinggalkan akan menyembelih ayam untuk dimasak dan disertakan dalam nasi yang dibawa oleh orang yang tahlilan 52 .

4.5 Kelembagaan Ekonomi

Dokumen yang terkait

Bentuk Kearifan Lokal Terkait Pemanfaatan Hasil Hutan Di Sekitar Tahura Bukit Barisan (Studi Kasus Di Desa Kuta Rakyat, Desa Dolat Rakyat, Desa Jaranguda, Dan Desa Tanjung Barus, Kabupaten Karo)

2 38 114

DAMPAK PROGRAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT(PHBM) TERHADAP EKONOMI MASYARAKAT DESA HUTAN

0 4 12

DAMPAK PROGRAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT(PHBM) TERHADAP EKONOMI MASYARAKAT DESA HUTAN

0 4 3

DAMPAK PROGRAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT(PHBM) TERHADAP EKONOMI MASYARAKAT DESA HUTAN (Studi Evaluasi Program Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat di Lembaga Masyarakat Desa Hutan Artha Wana Mulya Desa Sidomulyo Kabupaten

0 2 14

Analisis gender pada kegiatan pengelolaan hutan bersama masyarakat (Kasus rumahtangga peserta PHBM, Desa Lolong, Jawa Tengah)

1 16 172

Formulasi Strategi Kebijakan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat

2 35 364

Pengetahuan masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM): kasus di Desa Bojong Koneng dan Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Bogor, Jawa Barat

0 11 70

Struktur dan Strategi Nafkah Rumahtangga Petani Peserta Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di Bogorejo

1 16 141

Analisis Efektivitas Kelembagaan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung Utara Jawa Barat

4 28 104

Strategi Dan Struktur Nafkah Rumahtangga Petani Sekitar Hutan Desa Seputih Kecamatan Mayang Kabupaten Jember

2 21 89