Bu Et juga bukan penduduk Desa Padabeunghar yang secara aktif melestarikan kelembagaan sosial yang ada di Desa Padabeunghar. Bu Et
berdagang di warung dari pagi hingga sore setiap hari. Bu Et menghabiskan waktu di rumah sebelum pergi ke warung dengan membersihkan rumah dan memasak.
Bu Et tidak mengikuti arisan beras, perabotan, pengajian, hadir dalam b abantu atau ngobeng . Bu Et mewakilkan kehadiran babantu pada Pak Kp atau pada uang
dan rokok. Bu Et memilih untuk tetap tinggal di Desa Padabeunghar dan peluang memperoleh pendapatan yang lebih banyak di desa lain karena Desa
Padabeunghar merupakan tempat kelahiran Bu Et dan tempat saudara -saudara Bu Et tinggal. Keinginan untuk menjadi anggota komunitas dan bersama-sama
dengan komunitas lain merupakan tujuan utama strategi nafkah rumahtangga Bu Et.
6.1.5 Strategi “Asuransi”: Rumahtangga Ma Um
Strategi “a suransi” dilakukan oleh rumahtangga karena tidak ada jaminan akan kehidupan dari pemerintah atau negara di saat tidak mampu lagi melakukan
aktivitas nafkah. Jaminan keterpenuhan kebutuhan pada usia kakek diperoleh dengan membangun mekanisme-mekanisme yang dianggap akan memberi
keamanan pada saat tidak mampu melakukan aktivitas nafkah penggunaan modal alami maupun peluang pekerjaan. “Asuransi” dilakukan dengan membangun dan
menggunakan modal yang dipilih dapat menjamin kehidupan di masa tua. “Asuransi” utama dilakukan penduduk Desa Padabeunghar adalah
“asuransi” dalam bentuk anak. Anak merupakan satu-satunya orang yang dapat diharapkan pada saat orang tua tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup sendiri.
“Asuransi” juga diperoleh dengan memiliki pendapatan tanpa melakukan aktivitas nafkah atau sejenis uang pensiun. Penduduk Desa Padabeunghar yang tidak
bekerja sebagai pegawai negeri sipil dapat memperoleh uang pensiun dengan cara menjadi anggota veteran. Strategi nafkah “asuransi” dapat diamati pada strategi
nafkah Ma Um.
Ma Um, 68 tahun, adalah seorang janda dari pamong desa, atau dikenal dengan nama Pak Ekbang. Pak Ekbang telah meninggal delapan tahun yang lalu. Ma Um tinggal
bersama YN, laki-laki berusia 28 tahun. YN merupakan anak dari adik Ma Um yang diasuh oleh Ma Um sejak kelas 3 SD. YN diasuh oleh Ma Um bersama kakaknya, Ceu
Acih. Ceu Acih lebih tua satu tahun dari pada YN, namun mereka sekelas di SD. YN dan Ceu Acih diasuh oleh Ma Um karena orang tua YN kesulitan mengurus sembilan orang
anak. Selain itu, Ma Um yang tidak dianugerahi anak mengharapkan YN dan Ceu Acih dapat menemani Ma Um. Ceu Acih telah menikah dan tinggal terpisah dari Ma Um.
Ma Um memiliki satu orang anak tiri dari pernikahannya dengan almarhum Pak Ekbang. Hubungan Ma Um dengan anak tiri Ma Um tidak baik. Anak tiri Ma Um lebih
menurut pada istrinya dari pada mengurus Ma Um. Ma Um tidak merasa dapat mengandalkan anak tirinya untuk membantu pekerjaan atau mengurus jika Ma Um sudah
tidak mampu bekerja. Ma Um mengharapkan YN dan Ceu Acih dapat mengurus Ma Um saat Ma Um sakit atau jompo. Struktur rumahtangga Ma Um dapat diamati pada gambar
berikut:
Ma Um dikenal sebagai perempuan yang “rajin”
102
. Di usianya yang sudah senja Ma Um masih menggarap lahan sendiri. Setiap hari Ma Um akan pergi ke lahan
garapan di hutan Perhutani atau di kebun karet. Sekarang Ma Um sedang menggarap sebidang lahan di tanah hutan Perhutani. Tanah tersebut telah dicangkuli oleh buruh
yang ia bayar Rp. 10.000, - per hari selama tiga hari. Ma Um menanam kacang hijau, kacang merah, dan jagung. Tanah tersebut pada awalnya merupakan tanah garapan
orang lain yang telah lama di-bera-kan. Ma Um juga menggarap lahan kebun karet yang terletak bersebelahan dengan lahan garapan hutan Perhutani. Tanah garapan Ma Um di
lahan kebun karet lebih luas dari pada lahan garapan Ma Um di lahan hutan Perhutani. Ma Um menanam ubi jalar, pisang dan jagung di lahan kebun karet.
Ma Um memiliki 1,25 bau sawah warisan dari suaminya yang dibagi dua dengan anak tirinya. Sawah yang terletak di Blok Pari tersebut tidak digarap sendiri tetapi
disewakan pada orang lain karena jarak sawah dengan rumah Ma Um jauh. Ma Um sudah tidak kuat berjalan jauh ke Blok Pari
103
. Ma Um juga memiliki satu tempat kebon. Ma Um mengaku tidak mem iliki tanah olahan di lahan perhutani atau mengikuti PHBM.
Lahan yang sekarang ia tanami tidak dianggapnya lahan dari PHBM. Pak Ekbang almarhum merupakan anggota veteran yang menerima uang veteran
Rp. 480.000,- setiap bulan. Setelah meninggal uang veteran tersebut diwariskan pada Ma Um, sekarang Ma Um menerima Rp. 380.000,- setiap bulan. Untuk mendapatkan uang
veteran itu, Ma Um harus membayar uang Rp. 600.000, -. Uang tersebut tidak diberikan sekaligus, bertahap setiap kali orang yang akan mengurus uang veteran akan pergi
mengurus. Ma Um mendapatkan uang Rp. 600.000, - tersebut sebagian dari menjual sawah dan sebagian dari uang tabungan.
Kebutuhan makanan sehari-hari Ma Um dipenuhi oleh hasil lahan garapan. Di dapur Ma Um selalu tersedia pisang, ubi jalar atau singkong. Ma Um juga rajin
membuat makanan dari singkong. Ma Um selalu mempunyai persediaan kiripik, gendar atau kilitik jika musim panen jagung. Pisang, ubi, dan singkong rebus juga dijadikan
suguhan untuk menjamu tamu.
102
Perempuan yang rutin pergi dan bekerja di sawah atau lahan garapan dianggap sebagai perempuan rajin, ini menggambarkan tidak banyak perempuan yang mau pergi atau bekerja di
sawah
103
Berdasarkan perkiraan Pak Suh, seorang petani yang juga memiliki sawah di Blok Pari, jarak dari Blok Pari ke rumah Ma Umi sekitar 9 km.
YN
Ma Um
Ma Um tidak dapat setiap hari pergi ke lahan garapannya. Ma Um tidak pergi ke lahan garapannya jika dirasa punggungnya sakit. Ma Um juga mengidap sakit mata
yang sudah menahun. Ma Um pernah berobat ke Rajagaluh, ke seorang dokter yang juga bisa mengobati dengan doa, namun sampai sekarang sakit matanya masih sering terasa.
Jika Ma Um sakit dan YN ada di rumah, YN akan pergi ke lahan garapan menggantikan Ma Um.YN pula yang menggantikan Ma Um untuk babantu atau ngobeng.
YN sedang ada di rumah Ma Um setelah satu bulan ada di Jakarta. Biasanya YN pergi sekitar 1-3 bulan dan baru pulang setelah terkumpul cukup banyak uang atau
setelah ia merasa sangat lelah dan rindu ingin pulang ke rumah. Di Jakarta YN bekerja sebagai buruh bangunan. Sehari ia biasa di bayar Rp. 35.000-40.000 dan dipotong uang
makan Rp. 25.000,- oleh mandor. Potongan tersebut akan bertambah jika pekerja memerlukan ongkos untuk mencapai tempat pekerjaan. Ongkos akan dipotong dari gaji
jika jarak mess dengan tempat pekerjaan cukup jauh dan memerlukan ongkos besar, jika tidak, maka biasanya ongkos ditanggung oleh mandor.
YN memperoleh penghasilan bersih Rp. 1.700.000, - jika bekerja di Jakarta dan Rp. 2. 300.000,- jika ia bekerja di luar Jawa. Dari pendapatan bersihnya ini, YN akan
memberikan uang tersebut pada Ma Um, keluarganya di Bogor dan untuknya sendiri. Ia biasa memberikan uang ±Rp 150.000, - pada Ma Um dan Rp. 150.000, - pada orang tua di
Bogor. YN juga akan memberikan uang pada keponakan-keponakannya di Bogor. Untuk keponakan yang sudah besar SMP atau SMA YN memberikan Rp. 20.000,- dan untuk
keponakan yang masih kecil SD atau belum sekolah, YN akan memberikan Rp. 10.000,-. YN biasa menggunakan hasil kerjanya sendiri untuk membeli pakaian, membeli tape
recorder, dan bermain dengan teman-temannya pada saat ia pulang ke Desa Padabeunghar.
Ma Um akan tinggal sendiri jika YN bekerja di Jakarta. Ma Um tidak merasa takut atau khawatir tinggal sendirian, tetapi Ma Um lebih senang jika ada YN, rumah
terasa ramai karena teman-teman YN sering berkumpul di rumah Ma Um. Jika Ma Um sakit, Ceu Acih akan datang membantu membereskan rumah, memasak atau mengirim
makanan.YN dan Ceu Acih merupakan orang yang dapat diandalkan Ma Um saat sakit atau saat membutuhkan pertolongan.
Ma Um mempersiapkan rumah dan tanah yang sekarang ia tempati agar dapat diwariskan kepada YN. Tanah dan rumah dapat menjadi milik YN jika YN memiliki Rp.
1.000.000, - untuk menebus tanah dan rumah pada saudara-saudara Ma Um yang lain. Namun, YN tidak memiliki uang sebanyak Rp. 1.000.000,-. YN tidak memiliki tabungan,
uang hasil merantau habis digunakan untuk biaya hidup di Jakarta, membeli baju dan bermain dengan teman-teman YN di Desa Padabeunghar.
Pada saat seorang penggarap telah memasuki usia kakek, ia akan mempersiapkan dirinya memasuki kehidupan di mana ia tidak dapat memenuhi
kebutuhannya sendiri. Penggarap yang tidak memiliki lahan milik ia akan mempersiapkan lahan garapan yang dapat digarap dan dipetik sendiri atau oleh
anak, mempersiapkan anak melalui sistem pewarisan dan sumber pendapatan lain yang mungkin didapatkan seperti uang veteran.
Penggarapan lahan merupakan salah satu aktivitas nafkah yang dapat dilakukan di hari tua, di saat tidak ada lagi sumber nafkah yang dapat diakses
rumahtangga. Pada usia kakek, anggota rumahtangga tidak dapat pergi merantau karena fisik yang tidak memungkinkan dan nilai “malu orang tua merantau”.
Pekerjaan di dalam desa seperti pamong desa, tukang, pegawai negeri, sopir angkutan dan dukun bayi memiliki batas usia pekerja dan tidak dapat diakses
setiap orang. Ma Um seorang wanita berusia 68 tahun yang tidak memiliki anak
mengangkat dua orang anak sebagai anak angkat. Kedua anak tersebut, YN dan Ceu Acih, mengurus Ma Um pada saat sakit, mengerjakan pekerjaan yang tidak
dapat dilakukan Ma Um, memberikan kiriman uang dan makanan serta menemani Ma Um di masa tuanya sekarang. YN dan Ceu Acih adalah orang yang paling
diharapkan oleh Ma Um dibandingkan dengan saudara Ma Um yang lain. Anak menjadi “asuransi” yang dapat diharapkan untuk mengurus kehidupan Ma Um di
saat tua. “Asuransi” dalam bentuk anak dimantapkan dalam sistem pewarisan.
Memebantu pembangunan rumah anak dalam bentuk pemberian tanah pekarangan atau bahan bangunan merupakan keharusan bagi orang tua yang mampu. Sistem
pewarisan dirancang agar anak dekat dengan tempat tinggal orang tua atau tinggal di rumah orang tua. Ma Um berusaha agar rumah milik Ma Um dapat diwariskan
kepada YN. Pemberian rumah kepada YN membuat YN tinggal bersama dengan Ma Um dan mengurus Ma Um meskipun telah menikah.
6.2 Strategi Nafkah Basis Bukan Modal Alami