Pola Pilihan Penggunaan Modal Alami

bangunan dapat diakses oleh laki-laki yang masuk kelompok usia anak karena ada nilai “malu merantau” untuk kelompok usia orang tua. Pengelolaan modal alami merupakan pilihan satu-satunya bagi rumahtangga yang dilahirkan sebagai petani, tidak memiliki keterampilan lain, tidak memiliki uang untuk modal usaha, tidak memiliki kesempatan menjadi pegawai baik sebagai pamong desa, pegawai swasta, atau pegawai negeri sipil. Pengelolaan modal alami menjadi pengaman persediaan pangan untuk rumahtangga yang memiliki sumber nafkah peluang pekerjaan. Modal sosial selalu ada dan digunakan dalam strategi nafkah rumahtangga penduduk Desa Padabeunghar. Rumahtangga baik yang memilih menggunakan sumber nafkah modal alami maupun yang menggunakan sumber nafkah peluang pekerjaan selalu mengalokasikan tenaga kerja rumahtangga untuk membangun modal sosial. Modal sosial berkaitan erat dengan keanggotaan dalam komunitas Desa Padabeunghar. Jika rumahtangga dapat membangun dan melestarikan modal sosial, maka rumahtangga mendapatkan fasilitas sebagai anggota komunitas dan sebaliknya.

6.3.2 Pola Pilihan Penggunaan Modal Alami

Bagi rumahtangga yang menggunakan modal alami, sawah merupakan lahan yang dipilih pertama kali. Sawah dipilih berdasarkan kepemilikan lahan dan nilai hasil produksi sawah, beras, yang menempati posisi penting dalam strategi nafkah penduduk Desa Padabeunghar. Istilah “asal aya beas”------asal ada beras, menunjukkan nilai beras dalam nafkah rumahtangga. Kebon menempati urutan berikutnya di mana kebon menyediakan pendapatan dalam dalam jumlah besar diperlukan bagi petani untuk keperluan sekolah, memperbaiki kerusakan rumah atau membeli pupuk. Kebon menyediakan pendapatan yang membuka peluang bagi rumahtangga memperbaiki keadaan ekonomi rumahtangga. Kebon dipilih setelah sawah karena kebon juga merupakan lahan milik pribadi rumahtangga. Diantara lahan kebun karet dan lahan hutan Perhutani, lahan kebun karet merupakan lahan garapan yang dipilih untuk digarap terlebih dahulu. Lahan kebun karet juga menyediakan lahan garapan bagi rumahtangga yang tidak memiliki lahan. Lahan kebun karet terletak lebih dekat dengan pemukiman dan tidak berbatu seperti lahan hutan Perhutani. Lahan kebun karet menyediakan pendapatan jangka pendek melalui penjualan sayuran, pisang, singkong, ubi jalar, dan jagung. Lahan hutan perhutani menyediakan hal yang sama seperti kebun karet. Hal yang membedakannya adalah jenis tanah berbatu di tanah Perhutani dan letaknya yang jauh yang menyebabkan petani Desa Padabeunghar lebih suka mengolah lahan kebun karet. PHBM membuka penanaman intensif beberapa blok di lahan hutan Perhutani. Penanaman tanaman kayu keras yang mendatangkan pendapatan jangka panjang selama ini tidak dipilih petani karena tidak ada jaminan bahwa hasil tanaman itu dapat dipetik oleh petani. Lahan Perhutani menyediakan lahan untuk tanaman sumber penghasilan utama petani Desa Padabeunghar, pisang. Pisang menyediakan pendapatan yang terus menerus untuk rumahtangga. Hasil pisang menyediakan ongkos untuk sekolah anak, uang untuk kondangan dan untuk membeli kebutuhan rumahtangga di luar yang bisa dihasilkan oleh kebon atau lahan garapan. Berdasarkan uraian di atas, penduduk Desa Padabeunghar memiliki dua kategori dalam membedakan lahan, lahan milik dan lahan bukan milik petani. Bagi lahan bukan milik penduduk Desa Padabeunghar tidak membedakan dengan jelas antara lahan hutan Perhutani dengan lahan kebun karet. Ini juga ditunjukkan dengan julukan “leuweung” yang meliputi wilayah lahan kebun karet, tanah iasa dan kebon penduduk. Bagi penduduk Desa Padabeunghar lahan ditentukan berdasarkan lima hal, 1 kepemilikan lahan, lahan milik pribadi lebih dipilih untuk digarap; 2 nilai barang yang diproduksi di lahan, nilai produksi ini meliputi nilai ekonomi dan nilai sosial; 3 jarak lahan dengan rumah, semakin dekat semakin dipilih sebagai lahan garapan; 4 kemudahan untuk mengelola, lahan berbatu menyulitkan penggarapan sehingga lahan kebun karet yang tidak berbatu dipilih sebagai lahan garapan; 5 jaminan keamanan akses penggarapan dan pemetikan hasil lahan. Jaminan keamanan akses lahan menentukan pola tanam. Penggarap menanam tanaman jangka pendek, dapat segera dipetik hasilnya, karena memperhitungkan jaminan pemetikan hasil tanaman yang ditanam. Proses perubahan akses lahan, penebangan tanaman penduduk di lahan hutan Perhutani dan pembukaan lahan kebun karet, mendorong penggarapan lahan kebun karet.

6.3.3 Pola Pilihan Aktivitas Nafkah Anggota Rumahtangga

Dokumen yang terkait

Bentuk Kearifan Lokal Terkait Pemanfaatan Hasil Hutan Di Sekitar Tahura Bukit Barisan (Studi Kasus Di Desa Kuta Rakyat, Desa Dolat Rakyat, Desa Jaranguda, Dan Desa Tanjung Barus, Kabupaten Karo)

2 38 114

DAMPAK PROGRAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT(PHBM) TERHADAP EKONOMI MASYARAKAT DESA HUTAN

0 4 12

DAMPAK PROGRAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT(PHBM) TERHADAP EKONOMI MASYARAKAT DESA HUTAN

0 4 3

DAMPAK PROGRAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT(PHBM) TERHADAP EKONOMI MASYARAKAT DESA HUTAN (Studi Evaluasi Program Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat di Lembaga Masyarakat Desa Hutan Artha Wana Mulya Desa Sidomulyo Kabupaten

0 2 14

Analisis gender pada kegiatan pengelolaan hutan bersama masyarakat (Kasus rumahtangga peserta PHBM, Desa Lolong, Jawa Tengah)

1 16 172

Formulasi Strategi Kebijakan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat

2 35 364

Pengetahuan masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM): kasus di Desa Bojong Koneng dan Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Bogor, Jawa Barat

0 11 70

Struktur dan Strategi Nafkah Rumahtangga Petani Peserta Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di Bogorejo

1 16 141

Analisis Efektivitas Kelembagaan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung Utara Jawa Barat

4 28 104

Strategi Dan Struktur Nafkah Rumahtangga Petani Sekitar Hutan Desa Seputih Kecamatan Mayang Kabupaten Jember

2 21 89