menyewa sawah. Ini menunjukkan lahan hutan merupakan sumber nafkah pendukung yang akan ditinggalkan jika tujuan nafkah telah tercapai.
Strategi nafkah yang dilakukan rumahtangga Wa Am tidak dilakukan oleh setiap rumahtangga penggarap lahan hutan atau lahan kebun karet. Rumahtangga
Pak Suh memilih mengalokasikan pendapatan untuk menyekolahkan anak dan memperbaiki rumah. Bagi rumahtangga Pak Suh penggarapan lahan hutan
Perhutani dan lahan kebun karet merupakan sarana produksi yang terus menerus untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga. Bagi rumahtangga Wa Am
penggarapan lahan hutan dan lahan kebun karet merupakan jalan untuk dapat menggarap sawah.
5.1.3 Strategi “Investasi”: Rumahtangga Bi En
Salah satu ciri khas strategi nafkah penduduk Desa Padabeunghar adalah “investasi”. ”Investasi” mengacu pada pembentukan aset yang dapat digunakan
untuk sumber nafkah pada masa yang akan datang. Strategi nafkah “investasi” dilakukan terutama jika rumahtangga telah dapat memenuhi kebutuhan konsumsi
dengan baik. “Investasi” dilakukan pada dua jenis modal yang dianggap penting bagi
nafkah rumahtangga, modal alami dan modal sosial. “Investasi” modal alami dilakukan dengan memelihara hewan ternak yang memiliki nilai jual tinggi seperti
kerbau, memiliki sawah atau kebon , membuka lahan garapan di lahan hutan Perhutani, memperbaiki rumah dan membeli fasilitas dalam rumah. “Investasi”
modal sosial dilakukan dengan menyekolahkan anak, membangun hubungan baik dengan tetangga, saudara dan orang dari luar komunitas Desa Padabeunghar.
Salah satu rumahtangga yang melakukan strategi “investasi” adalah rumahtangga Bi En. Rumahtangga Bi En merupakan rumahtangga dengan dua
KK. Rumahtangga Bi En termasuk rumahtangga yang tergolong “mampu”, karena memiliki rumah tembok, dikramik dengan kramik ukuran 30x30, memiliki
kerbau, sawah dan kebon serta dapat menyekolahkan anak sampai D1. Bi En memiliki anak perempuan yang menikah dengan pamong desa yang memiliki tiga
bau sawah bengkok . Hasil sawah menantu Bi En diberikan kepada Bi En untuk memenuhi kebutuhan makan rumahtangga.
Bi En, 42 tahun, dan Pak Dm, 55 tahun, menikah 30 tahun yang lalu. Pernikahan mereka membuahkan dua orang anak perempuan, Ceu Mm, 26 tahun dan Ikah, 20 tahun.
Ceu Mm sekarang telah menikah dengan Pak Kd, 38 tahun. Pak Kd telah dua tahun ini menjabat kepala Desa Padabeunghar. Pak Kd memang memiliki keturunan sebagai
pemangku jabatan kepala desa. Kakek Pak Kd dulunya juga seorang kepala desa. Pernikahan Ceu Mm dan Pak Kd dikaruniai satu orang anak, Dita yang baru berusia 22
bulan. Ikah, anak kedua Bi En yang berusia 21 tahun sekarang tengah menyelesaikan sekolah di PGTK Pendidikan Guru Taman Kanak -kanak. Struktur rumahtangga Bi En
dapat diamati pada gambar berikut:
Bi En setiap hari akan mulai bekerja pukul 5.00. Setelah sholat subuh Bi En akan menyalakan tungku dan memasak nasi. Bi En menyiapkan makan untuk seluruh anggota
rumahtangga, menyiapkan makanan untuk pekerja yang mengerjakan sawah milik Bi En dan sawah bengkok Pak Kd, dan mengantarkan makanan ke sawah. Bi En mengatur
makanan yang dimakan hari itu, makanan untuk setiap tamu Pak Kd, mengatur pengeluaran dan pemasukan dari Pak Dm dan dari Pak Kd, dan mengatur uang sekolah
Ikah.
Bi En memasak hasil hutan seperti rebung tunas bambu. Rebung mudah ditemukan di hutan lindung. Suami Bi En sering membawa rebung sepulang dari
menggembalakan kerbau miliknya. Rebung termasuk sering dijadikan menu masakan. Rebung menjadi pilihan karena enak, mudah didapat dan gratis. Di meja makan Bi En
menghidangkan sambel, petai, sayur rebung dan telur yang dimasak cabai merah. Petai dipetik Bi En di kebon. Ia jarang menjual petai, kecuali jika petainya berbuah sangat
banyak. Biasanya petai dimakan sendiri ata u diberikan pada tetangga dan saudara.
Bi En banyak menggunakan bumbu yang dipetik dari kebun atau lahan garapan. Di keranjang bumbu Bi En terdapat cabai rawit, cabai merah, bawang merah, bawang
putih, merica dan tomat. Cabai rawit dipetik Bi En dari Kiara, salah satu lahan garapan Pak Kd di PHBM. Tomat dipetik dari halaman rumah. Beberapa waktu yang lalu, sekitar
dua bulan yang lalu, Nana fasilitator PHBM dari LSM Kanopi memberikan bibit tomat dan beberapa polibag untuk menanam. Sekarang tomat-tomat itu sudah berbuah dan bisa
dipakai untuk bumbu dapur. Cabai merah diperoleh Bi En di warung. Bi En sudah mencoba untuk menanam cabai merah namun hasilnya tidak bagus, buahnya sering
busuk dan tidak besar-besar. Bumbu-bumbu lain seperti kunyit, jahe, kunci, lengkuas sudah dianggap rumput yang tumbuh liar di kebon, setiap orang boleh memetik tanpa
harus meminta ijin.
Beras diperoleh Bi En dari hasil panen. Bi En jarang menjual padi. Beras hasil panen digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Biasanya beras hasil panen dapat
memenuhi kebutuhan sehari -hari sampai musim panen berikutnya jika hasil panen
Pak Dm Bi En
Ceu Mm Ikah
Pak Kd Dita
kurang bagus dan beras tidak mencukupi kebutuhan, Bi En akan membeli beras atau pinjam pada saudara. Membeli biasanya menjadi alternatif terakhir.
Bi En membantu Ceu Mm menjalankan tugas sebagai istri kepala desa. Sebagai rumah kepala desa Bi En harus menyediakan persediaan khusus untuk menjamu tamu
yang sedang datang menemui Pak Kd. Lebih sering tamu tersebut cukup disuguhi air putih di gelas belimbing yang diberi alas gel as dari bahan alumunium. Kadang-kadang
disuguhi teh tawar atau teh manis. Jika tamu tersebut dianggap istimewa tamu tersebut akan disuguhi kopi susu ABC atau teh manis dalam cangkir porselen. Suguhan yang
diberikan adalah kue-kue yang dibeli kiloan, kue-kue basah yang dibeli diwarung, kue yang dibeli Pak Kd, atau makanan kecil buatan sendiri. Bi En jarang membuat makanan
sendiri kecuali jika sedang ada pekerja di sawah.
Bi En tidak mendapatkan uang untuk membeli semua kebutuhan menjamu tamu dari Pak Kd. Bi En mendapatkan bantuan untuk menjamu tamu dalam bentuk lauk nasi,
gula atau makanan kecil dari Pak Kd. Hanya kadang-kadang Ceu Mm memberikan uang untuk membeli lauk makan, membeli detergen atau sabun. Kebutuhan-kebutuhan tersebut
lebih sering dipenuhi oleh Bi En. Jika pun membantu menambah lauk makan dalam bentuk makanan jadi atau bahan mentah dan hanya satu macam dan tidak setiap hari.
Bagi Bi En tinggal satu rumah dengan Ceu Mm dan Pak Kd bukan beban. Bi En senang dapat mengenal banyak orang melalui tamu-tamu Pak Kd. Bi En juga mendapat
keuntungan material seperti bibit tanaman, dana yang diberikan oleh tamu yang meminta untuk diantar atau menginap, informasi dan akses tentang pembelian lahan oleh stasiun
televisi. Meskipun Bi En banyak membantu Ceu Mm, Ceu Mm sebenarnya lebih suka untuk ngontrak rumah. Namun di Desa Padabeunghar tidak ada rumah yang dapat
dikontrakan. Kalaupun ada, tidak lazim mengontrak rumah sementara ada rumah orang tua. Kalau tetap memaksa mengontrak rumah akan menjadi omongan tetangga.
Pak Dm sekolah sampai SMP. Pak Dm sendiri sebenarnya ingin bersekolah namun ia tidak lulus ujian masuk SMA. Kegagalan ini membuat Pak Dm bertekat untuk
menyekolahkan adik-adiknya setinggi mungkin. Masa-masa sulit mengelola sawah dan menggembalakan kerbau orang tua untuk biaya sekolah adik dilalui Pak Dm. Sekarang
adiknya ada yang bekerja sebagai penyuluh di Lampung, dan guru di Bandung. Satu orang kakak Pak Dm berada di Desa Padabeunghar dan bekerja sebagai petani.
Pekerjaan utama Pak Dm, suami Bi En adalah penggembala kerbau atau di Desa Padabeunghar disebut “tukang angon”. Setiap hari Pak Dm pergi
menggembalakan kerbau, bahkan di hari raya idul fitri atau idul adha pun Pak Dm akan pergi menggembalakan kerbau seusai sholat dan bersalam-salaman dengan tetangga dan
saudara. Jika ada pekerjaan di sawah, Pak Dm akan menyelesaikan pekerjaan di sawah dan segera ke tempat penggembalaan setelah pekerjaan di sawah selesai. Pak Dm
memelihara delapan ekor kerbau, tiga ekor milik orang tuanya dan lima ekor miliknya sendiri. Kerbau-kerbau tersebut tidak dikandangi tetapi diikat di alam terbuka. Pak Dm
memilih menggembalakan kerbau di alam terbuka karena tidak sanggup untuk mencari pakan kerbau jika kerbau dikandangi.
Dari delapan ekor kerbau yang dimiliki Pak Dm hanya satu ekor kerbau yang dapat dikerjakan untuk membajak sawah. Membajak sawah memang menghasilkan
banyak uang, namun sulit untuk mengajarkan seekor kerbau sampai mampu membajak sawah. Seekor kerbau dibayar Rp. 30.000, - untuk membajak sawah dari pukul 6 sampai
12 siang. Namun sekarang jarang sawah yang dibajak dengan kerbau. Kebanyakan sawah hanya akan dicangkul dan diinjak-injak dengan kaki “diicak”. “Diicak” lebih
banyak dilakukan untuk menekan biaya produksi penanaman padi. Selain itu, banyak masyarakat yang membajak sawahnya menggunakan tenaga kerbau orang Ciherang,
desa sebelah Desa Padabeunghar. Pak Dm tidak tahu sebabnya apa, padahal harga ongkosnya sama. Ia lebih senang mengatakan bahwa semua sudah memiliki “ciri” atau
keberuntungan sendiri.
Pak Dm dapat mengandalkan penggembala lain jika tidak dapat menggembalakan kerbau. Penggembala kerbau memiliki kesepakatan untuk saling
menitipkan kerbau jika ada keperluan atau sakit sehingga tidak dapat pergi menggembala. Diantara penggembala juga biasa sali ng meminjam uang, tanpa
perjanjian resmi yang mengikat pinjaman tersebut cukup dilandasi rasa saling percaya.
Ceu Mm lebih suka jika Pak Kd segera menyelesaikan tugasnya sebagai kepala desa. Menurutnya bekerja sebagai Kades banyak resikonya. Bagi Ceu Mm, menjadi istri
Kades menjadi beban tersendiri. Masalah tamu, kepercayaan masyarakat, kegiatan- kegiatan di desa dan di kecamatan semuanya menjadi beban buat Ceu Mm. Beban berat
menjalankan tugas sebagai ibu kepala desa dan kepala desa untuk suaminya hanya ak an terangkat jika Pak Kd selesai menjalankan tugas sebagai kepala desa.
Ceu Mm ingin bekerja untuk membantu penghasilan Pak Kd. Bu Oyoh, kakak Pak Kd yang bekerja sebagai kepala sekolah SD menawari Ceu Mm untuk sekolah PGSD
di Rajagaluh. Ceu Mm hanya perlu sekolah tiap hari Sabtu dan Minggu. Namun Pak Kd tidak mengijinkan karena Pak Kd lebih suka jika Ceu Mm tinggal di rumah dan berjualan
membuka warung di rumah.
Pak Kd menggarap tanah bengkok sebagai imbalannya menjadi pamong desa. Dari 3 bau bengkok miliknya, ia hanya mengolah 1 bau. Panen kemarin Pak Kd
mendapatkan hasil 2 ton 8 kuintal. Selama masa penanaman Pak Kd menggunakan pupuk 6 kuintal untuk dua kali pemupukan. Ia melakukan dua kali pemupukan agar
hasilnya bagus. Padi yang biasa ditanam adalah Pandan wangi, Fatmawati dan Ciherang. Padi yang paling banyak ditanam adalah Pandanwangi karena tahan hujan
dan kemarau.
Pak Kd mengelola lahan hutan Perhutani melalui PHBM. Lahan olahan Pak Kd berada di Blok Kiara. Pak Kd menanam petai, durian, singkong, pisang dan tanaman
buah lain. Tujuan utama Pak Kd mengolah lahan PHBM adalah untuk memberi contoh dan semangat penduduk Desa Padabeunghar untuk turut serta dalam program PHBM.
Pak Kd juga mengajak seluruh pamong desa untuk ikut mengolah lahan PHBM. Pak Kd telah menyuruh tenaga kuli untuk membabat ilalang, menanam, dan memupuk tanaman
dengan upah Rp. 10.000, - per hari.
Lahan PHBM Pak Kd sudah menghasilkan uang dari tanaman jangka pendek. Hasil lahan garapan Pak Kd diberikan pada Bi En. Bi En mendapatkan uang hasil
penjualan sereh. Sereh di satu tempat lahan garapan dibeli seharga Rp. 50.000, -. Bi En juga memetik cabai dan tomat yang ditanam di lahan garapan Pak Kd di Blok Kiara. Pak
Kd memberikan hasil lahan garapannya karena menurutnya lahan garapan tersebut juga ditanami Bi En.
Uang hasil penjualan sereh atau pisang disimpan Bi En untuk biaya sekolah Ikah. Ikah pulang setiap minggu dan Ikah akan diberi uang Rp 20.000, - sampai Rp.
30.000,-. Bi En tetap memberikan uang bekal mingguan dan mempersiapkan uang uang sekolah tahunan sebesar Rp. 500.000, - pada Ikah meskipun sekarang Ikah telah bekerja
sebagai GBS Guru Bantu Sementara.
Ikah bekerja sebagai GBS sejak bulan Januari 2005. Sebagai GBS Ikah mendapatkan gaji Rp. 460.000, - per bulan. Melalui uang gaji tersebut sekarang Ikah
dapat membayar uang SPP pendidikannya sebesar Rp. 60.000,- per bulan. Ikah mampu membeli sebuah ponsel seharga Rp. 750.000,- dan membeli baju. Bi En membelikan baju
untuk Ikah hanya jika lebaran dan acara-acara keluarga misalkan ada pernikahan keluarga yang memerlukan memakai baju baru.
Keperluan sekolah Ikah saat ini merupakan kebutuhan uang yang paling mendesak bagi Pak Dm dan Bi En. Namun tidak terlalu menekan karena biaya sekolah
Ikah bisa dicicil. Rencana Pak Dm mengumpulkan uang untuk membeli kebon antara penggembala kerbau tidak terlaksana karena kebutuhan menyekolahkan anak dianggap
lebuh mendesak.
Ceu Mm mengakui bahwa ia tidak pernah bekerja di sawah. Ceu Mm hanya bertugas untuk belajar dan pergi ke sekolah selama masa sekolah. Pekerjaan yang biasa
Ceu Mm lakukan adalah menanak nasi, memasak makanan, menyapu rumah dan halaman, mencuci piring dan mencuci baju. Khusus untuk menanak nasi dan memasak
hanya dilakukan oleh Ceu Mm jika Bi En pergi ke sawah atau hutan atau pergi ke luar desa. Memasak lauk makan hanya dilakukan Ceu Mm jika ada pesanan khusus dari Bi
En. Setelah menikah dengan Pak Kd Ceu Mm hanya membersihkan rumah, mencuci piring dan mencuci pakaian serta mengasuh anak. Bahkan terkadang Bi En mengerjakan
pekerjaan mencuci piring dan mencuci sendiri pakaian milik Bi En dan Pak Dm.
Selepas SMA Ceu Mm bekerja di Bandung sebagai karyawan pabrik garment. Ceu Mm pulang ke Desa Padabeunghar sebulan sebelum menikah dengan Pak Kd.
Selama di Bandung Ceu Mm tinggal di kamar kontrakan. Selama bekerja di bandung Ceu Mm tidak pernah secara khusus menyiapkan uang untuk dikirimkan pada Bi En. Ceu Mm
merasa tidak pernah jajan dan jarang membeli baju namun uang gajinya selalu habis. Ceu Mm akan membawa oleh- oleh untuk Ikah jika uang gajinya masih ada sisa. Ceu Mm
pernah membelikan Ikah baju, tas dan sepatu.
Kebutuhan uang dalam jumlah besar dan serentak dirasakan Pak Dm dan Bi En ketika menikahkan Ceu Mm. Dana menikahkan anak sekitar Rp. 8.000.000,- itu diperoleh
dari dana simpanan, uang dari calon suami Ceu Mm dan meminjam dari adik Pak Dm yang tinggal di Bandung dan saudara Bi En.
Meminjam uang pada saudara jauh hanya dilakukan Bi En untuk kebutuhan uang yang cukup besar. Kekurangan uang dalam jumlah yang kecil biasa dipinjam dari
saudara bapak atau ibu di Desa Padabeunghar. Pada bulan-bulan di mana banyak orang hajatan, Pak Dm seringkali harus meminjam uang untuk kondangan. Meminjam
uang dilakukan jika Pak Dm harus kondangan pada lebih dari satu orang sehari. Jumlah pinjaman tidak besar, cukup untuk kebutuhan kondangan saat itu. Terkadang Pak
Dm meminjam uang pada pedagang pengumpul pisang atau beras. Pinjaman tersebut dibayar dengan pisang atau beras.
“Investasi” dilakukan dalam aktivitas nafkah sehari-hari. Rumahtangga melakukan strategi konsumsi yang berbasis hasil pertanian sehingga dapat
menekan biaya konsumsi. Penekanan biaya konsumsi dilakukan untuk menyiapkan dana untuk biaya sekolah anak, hubungan sosial dan pemeliharaan
aset yang membutuhkan perawatan dan tidak mendatangkan pendapatan setiap saat seperti hewan ternak.
“Investasi” dilakukan dengan pola dan tujuan yang berbeda diantara anggota rumahtangga. Bi En mengalokasikan waktu kerja dan sumberdaya untuk
membina hubungan baik di dalam rumah antara KK orang tua dan KK anak, membangun hubungan baik dengan saudara dan tetangga dan menjalin hubungan
dengan orang-orang dari luar komunitas Desa Padabeunghar. Pak Dm mengalokasikan waktu kerja dan sumberdaya untuk memelihara kerbau sebagai
tabungan rumahtangga. Ceu Mm berusaha agar tetap memiliki keluarga untuk
menjaga status sebagai istri dan anak. Pak Kd membangun modal yang dapat digunakan untuk membangun rumahtangga sendiri.
“Investasi” dalam bentuk pengelolaan modal alami pun dilakukan dalam pola yang berbeda antara Bi En dan Pak Kd. Bi En melakukan strategi investasi
dengan membangun modal alami milik pribadi melalui pewarisan yang diperoleh dari ikatan sosial persaudaraan. Pak Kd melakukan strategi investasi dengan
membangun modal alami bukan milik sendiri dari lahan hutan Perhutani, lahan kebun karet dan sawah bengkok serta intensifikasi penggarapan lahan dengan
menggunakan bibit dan pemupukan. Bagi Bi En investasi modal alami dilakukan untuk menjaga keterpenuhan kebutuhan konsumsi dan cadangan untuk saat sulit,
sedangkan untuk Pak Kd investasi dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan membangun sumber pendapatan yang terus menerus di masa depan.
Perbedaan investasi antara Pak Kd dan Bi En menunjukkan perbedaan preferensi antara anggota rumahtangga usia anak da n usia orang tua terhadap
modal alami. Bagi anggota rumahtangga usia orang tua, modal alami merupakan sumber pendapatan barang dan uang untuk menjaga keamanan pangan sedangkan
bagi usia anak modal alami merupakan sumber pendapatan barang untuk konsumsi dan membangun aset untuk menunjang pembangunan rumahtangga
sendiri. Bentuk “investasi” yang penting dalam rumahtangga di Desa
Padabeunghar adalah anak. “Investasi” dalam bentuk anak dilakukan untuk 1 mendapat rasa aman dan kepastian kehidupan di hari tua dan 2 mendapat rasa
bangga akan keberhasilan anak dalam pekerjaan, sekolah dan pernikahan. Rasa aman ditunjukkan dengan harapan Bi En dan Pak Dm bahwa Ceu Mm dan Ikah
akan mengurus kehidupan mereka setelah mereka tidak sanggup bekerja di sawah. Rasa bangga yang juga berhubungan dengan status sosial di masyarakat terpenuhi
terutama jika anak bekerja sebagai pegawai negeri. “Investasi” melalui pendidikan anak tidak dilakukan untuk mendapatkan pendapatan uang atau barang. Bi En dan
Pak Dm tidak mengharapkan kiriman uang atau barang dari Ceu Mm dan Ikah yang ditunjukkan dengan tidak adanya tuntutan untuk memberikan kiriman uang
atau bantuan biaya sekolah setelah Ceu Mm dan Ikah bekerja. Bi En dan Pak Dm cukup merasa senang jika Ceu Mm dan Ikah dapat memenuhi kebutuhan hidup
mereka sendiri “melihat anak hidup enak pun sudah terasa enak”, begitu ungkapan Bi En.
Investasi modal sosial disebut sebagai investasi karena hubungan baik merupakan sumber pendapatan sosial, barang dan uang yang terus -menerus bagi
rumahtangga. Bi En membangun hubungan baik dalam kehidupan sehari-hari seperti dalam peranannya sebagai “tuan rumah kepala desa”, tetangga dan
saudara. Membangun maupun menggunakan modal sosial merupakan aktivitas nafkah yang dianggap sebagai suatu kebiasaan dan keharusan.
Perempuan anggota rumahtangga melakukan peranan sebagai pembangun modal sosial. “Investasi” bagi perempuan lebih banyak untuk keamanan sosial,
misalnya Ceu Mm yang lebih suka jika Pak Kd tidak jadi kepala desa atau kepatuhannya untuk tidak mengikuti sekolah PGSD yang sangat diinginkannya
karena tidak disukai Pak Kd. Laki-laki anggota rumahtangga berperan sebagai pembangun aset untuk mendapatkan kesejahteraan material, misalnya, Pak Dm
memelihara kerbau yang menjadi “investasi” terbesar rumahtangga Bi En dan Pak Kd mendapatkan lahan bengkok, mengupayakan legalisasi lahan hutan Perhutani
dan lahan kebun karet. Strategi nafkah “investasi” seperti yang dilakukan rumahtangga Bi En
merupakan pola umum investasi yang dilakukan rumahtangga penduduk Desa Padabeunghar. Hubungan baik dan modal alami berupa pembukaan lahan
garapan, tanah milik atau hewan ternak merupakan pilihan untuk menjaga keamanan ekonomi rumahtangga di masa yang akan datang yang diartikan
sebagai keterjaminan pangan dan perumahan dan pemeliharaan status sosial dalam masyarakat.
6.1.4 Strategi “Integrasi”: Rumahtangga Bu Et