463 ancaman-ancaman dan penggunaan kekuatan kepada
anak, antara lain meliputi berbagai tindakan seksual yang termasuk menyentuh kemaluan, bersanggama,
perkawinan sedarah, pemerkosaan, sodomi, dan pornografi anak.
3. Faktor-faktor yang menyumbang bagi salah asuh
anak
Model ekologis mempertimbangkan suatu interaksi yang kompleks di antara factor-faktor yang terdapat di dalam
berbagai level sistem Bethea, 1999; Hansen, Sedlar, Warner-Rogers, 1999; Wiehe, 1996; dalam DuBois
Miley, 2005: 374. Karakteristik orangtua yang menyumbang bagi salah asuh anak antara lain ialah
rendahnya harga diri, terbatasnya toleransi terhadap frustrasi, kesepian atau keterasingan, harapan-harapan
yang tidak sesuai dans erring kaku terhadap perilaku anak-anak, keyakinan-keyakinan yang ebrkaitan dengan
hukuman, kurangnya empati terhadap anak-anak, serta pengetahuan yang kurang memadai tentang tingkat-
tingkat perkembangan anak. Alkohol dan obat-obatan memainkan suatu peran yang signifikan dalam salah
asuh anak. Perkiraan menunjukkan bahwa “anak-anak yang orangtuanya menyalahgunakan alkohol dan obat-
obatan cenderung tiga kali lebih sering dianiaya dan empat kali lebih sering diterlantarkan daripada anak-anak
yang orangtuanya tidak menyalahgunakan alkohol dan obat-obatan” Child Welfare League of America, 2000,
dalam DuBois Miley, 2005: 374. Kosumsi alkohol dapat mengakibatkan orangtua mengabaikan norma-
norma perilaku dan mengabaikan tanggung jawab pengasuhannya.
Relasi dan jejaring kekerabatan merupakan sumberdaya- sumberdaya yang penting bagi keluarga. Kekuatan
relasi-relasi interpersonal dan dukungan-dukungan sosial dapat mengurangi penganiayaan; kurangnya dukungan
social menambah ketegangan dan keterkucilan, dua fakor yang dapat meningkatkan salah asuh anak. Konflik atas
perubahan harapan-harapan peran dan konflik khususnya karena anak-anak nampaknya memperparah kekerasan.
Stres, pengangguran, masalah-masalah perkawinan,
464 isolasi sosial, dan sejarah kekerasan keluarga juga dapat
memainkan suatu peran.
Sambil tetap mempertimbangkan pengaruh-pengaruh level mikro, faktor-faktor sosial seperti kualitas
masyarakat dan ketetanggaan, kepolisian, sistem peradilan kriminal, badan-badan sosial yang terdapat di
dalam sistem penyelenggaraan pelayanan sosial, dan dunia kerja semuanya mempengaruhi keluarga. Temuan-
temuan penelitian menunjukkan bahwa stres akibat pengangguran memicu semua jenis penganiayaan.
Masyarakat sebaliknya menyumbang bagi penganiayaan apabila masyarakat merespons secara tidak efektif
terhadap masalah. Faktor-faktor seperti tingginya tingkat kekerasan di dalam masyarakat, termasuk kekerasan
dalam rumahtangga, cenderung menyumbang bagi salah asuh anak. Kemiskinan disebut sebagai masalah kedua
setelah keterlibatan dalam penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan menurut para pejabat kesejahteraan anak
Children’s Defense Fund, 2000a, dalam DuBois Miley, 2005: 375. Selanjutnya, “pemahaman bahwa
orangtua memiliki hak untuk mengasuh anak-anaknya sesuai dengan kemampuannya, di dalam privasi
rumahnya, merupakan suatu tradisi yang berakar dalam di dalam sejarah Amerika Serikat” Vondra, 1990: 25,
dalam DuBois Miley, 2005: 375.
4. Efek psikologis salah asuh anak
Efek-efek psikologis dari penganiayaan dan penerlantaran terhadap anak-anak sangat luar biasa
Lowenthal, 1999; Thomas, Leicht, Hughes, et al., 2003; dalam DuBois Miley, 2005: 374. Sebagai contoh,
anak-anak yang mengalami penganiayaan dapat mengalami kesulitan-kesulitan dalam mengatur dan
mengungkapkan emosinya; menghindari hubungan- hubungan sosial yang erat dengan cara menarik diri,
menghindari kontak mata, dan perilaku-perilaku yang hiperaktif atau tidak sesuai; dan berperilaku provokatif
dan agresif. Mereka juga dapat mengalami gangguan- gangguan dalam memelihara hubungan-hubunan sosial
yang erat dan kesulitan-kesulitan dalam belajar. Anak- anak yang mengalami salah asuh sering berpikir secara
465 negatif tentang dirinya sebagai pembelajar, mengalam
harga diri yang rendah, dan memperlihatkan tingkat motivasi yang rendah dalam pencapaian sekolah
Lowenthal.
5. Penganiayaan seksual anak-anak
Penganiayaan seksual mencakup serangkaian tindakan yang salah memperlakukan dan menyalahgunakan
seksual sexual maltreatment and misuseoleh anggota- anggota keluarga dan orang lain. Penganiayaan seksual
mencakup pencabulan, pemerkosaan, pornografi anak, perkawinan sedarah, dan pelacuran anak. Melalui
berbagai undang-undang hak-hak azasi manusia internasional, masyarakat dunia searang menyadari
bahwa semua anak-anak memiliki suatu hak yang fundamental terhadap perlindungan dari penganiayaan
seksual Levesque, 1999, dalam DuBois Miley, 2005: 375.
Di Amerika Serikat, gambaran-gambaran yang didasarkan atas suatu hasil survei Gallup yang berskala
nasional pada tahun 1995 terhadap 1000 orangtua “mengungkapkan bahwa 1,1 juta anak-anak per tahun
dipaksa untuk melakukan hubungan seksual, pernah disentuh secara seksual, atau pernah dipaksa melakukan
sentuhan seksual oleh orang dewasa atau anak yang lebih tua” American Medical Association, 1996, dalam
DuBois Miley, 2005: 375. The American Academic of Pediatrics 2000, dalam DuBois Miley, 2005: 376
melaporkan bahwa sekurang-kurangnya 1 dari 5 orang perempuan dewasa dan 1 dari 10 orang laki-laki dewasa
dilaporkan pernah dianiaya secara seksual pada masa anak-anak. Perbandingan proyeksi kejadian ini dengan
angka aktual yang dilaporkan menyatakan bahwa hanya sebagian kecil penganiayaan seksual anak-anak
dilaporkan kepada pihak-pihak yang berwenang.
Penganiayaan seksual anak-anak mencakup perilaku seksual yang menggunakan kekerasan yang melibatkan
seorang anak dan kegiatan seksual antara seorang anak dan seseorang yang “lebih tua” misalnya, berusia 5
tahun atau lebih daripada anak sebagai pemuasan