360 bisnis, kehilangan pajak, dan pemotongan anggaran
dalam berbagai pelayanan-pelayanan. Ironisnya, sementara menghadapi pemotongan anggaran,
pengangguran meningkatkan tuntutan-tuntutan akan pelayanan-pelayanan sosial.
Pada akhirnya, pengangguran harus dipahami di dalam konteks masyarakat dunia. Kesalingbergantungan
globalisasi ekonomi mengajurkan bahwa dampak- dampak dan solusi-solusi atas pengangguran merupakan
tantangan-tantangan global. Dimana pengangguran merajalela dan penindasan meluas, penyesuaian-
penyesuaian terhadap krisis pengangguran dapat semakin berurat berakar di dalam kebudayaan. Sifat-sifat
kebudayaan seperti suatu rasa pasrah yang berlangsung lama, depresi yang berurat berakar, dan relasi-relasi yang
tidak mantap, yang muncul sebagai suatu akibat dati pengangguran kronis, merupakan “adanya suatu sindrom
stres traumatik yang memancar secara budaya yang disebabkan oleh eksploitasi” Cattell-Gordon, 1990: 41,
dalam DuBois Miley, 2005: 300.
3. Jaminan sosial pengangguran
Santunan-santunan yang diberikan oleh program- program jaminan sosial merupakan sumber-sumber
penghasilan bagi orang-orang yang sewaktu-waktu tidak bekerja atau mengalami kecacatan kerja. Kompensasi
atau tunjangan pengangguran
bermula dari Undang- undang Jaminan Sosial pada tahun 1935. Suatu
kombinasi dari program pemerintah negara bagian dan pusat, kompensasi pengangguran memberikan
kompensasi temporer dalam bentuk pemberian upah kepada orang-orang yang kehilangan pekerjaan. Jaminan
kompensasi pekerja
mencakup orang-orang yang tidak dapat bekerja karena penyakit atau cedera yang berkaitan
dengan pekerjaan. Dana negara-negara bagian mengarahkan program ini. Jaminan dan kompensasi
bagi pengangguran dan kompensasi bagi pekerja sangat bervariasi dari satu negara bagian ke negara bagian lain.
Tidak satu pun program yang menyaratkan pengujian. Karena pekerja sosial memainkan suatu peran yang
361 minimum di dalam program-program ini, orang-orang
yang berhak di dalam program-program ini dapat memperoleh keuntungan dari penglibatan pekerjaan
sosial langsung, khususnya konseling untuk mengalamatkan isu-isu pengangguran dan kesehatan
yang berkaitan dengan pekerjaan Jones, 1995, dalam DuBois Miley, 2005: 300.
Selama bertahun-tahun, para pembuat kebijakan berdebat apakah orang-orang berhak untuk memperoleh
pekerjaan. Peraturan perundang-undangan—khususnya Undang-undang Ketenagakerjaan tahun 1946 pasal
304—lebih menegaskan kesempatan-kesempatan untuk memperoleh pekerjaan daripada memberikan jaminan
pekerjaan. Begitu pula, program-program Penanggulangan Kemiskinan pada tahun 1960-an
mengikuti prinsip yang sama dalam menyediakan kesempatan-kesempatan kerja, dan meningkatkan
tanggung jawab pemerintah untuk menyelenggarakan pelatihan kerja dan pendidikan. Undang-undang
Pengembangan dan Pelatihan Sumberdaya Manusia pasal 87-145, yang menyelenggarakan pelatihan bagi
orang-orang miskin dan para narapidana, menegaskan tanggung jawab ini.
4. Pelayanan-pelayanan bagi para penganggur
Pekerja sosial dapat melakukan suatu pendekatan yang holistik terhadap masalah-masalah pengangguran Briar,
1988, dalam DuBois Miley, 2005: 301. Ada suatu kebutuhan yang sangat mendesak untuk menghadapi bias
di dalam keyakinan yang sudah dianggap umum bahwa orang-orang yang menganggur itu tidak bekerja karena
ada sesuatu yang salah di dalam diri mereka. Jumlah terbesar orang-orang yang menganggur ialah para
pekerja yang kehilangan pekerjaan karena terkena pemutusan hubungan kerja dan penutupan usaha industri.
Para pekerja yang kehilangan pekerjaan ini bergabung dengan jumlah orang-orang yang berusaha memperoleh
posisi baru di dalam suatu masyarakat teknologi yang menuntut pendidikan dan keterampilan-keterampilan
darisisi orang-orang yang membutuhkan pekerjaan- pekerjaan bergaji besar. Kesempatan-kesempatan