Diagnosis yang akurat Pekerjaan Sosial dan Kesehatan Jiwa

428 Tabel 12.1 Tiga Kategori untuk Aksis I Gangguan Diagnosis AXIS I Kondisi Lain Yang Dapat Merupakan Fokus Perhatian Gangguan-gangguan Klinis Psikologis dan Medis Kode V xGangguan-gangguan biasanya pertama kali didiagnosis pada masa bayi, masa anak-anak, atau masa remaja tidak termasuk keterbelakangan mental, yang didiagnosis pada Axis II xDelirium, Dementia, dan Amnestic serta Gangguan- gangguan Kognitif lainnya xGangguan-gangguan Mental yang disebabkan oleh Kondisi Medis Umum xGangguan-gangguan yang Berkaitan dengan Obat Bius xSkizofrenia dan Gangguan- gangguan Psikotik Lainnya xGangguan-gangguan Suasana Hati xGangguan-gangguan Kecemasan xGangguan-gangguan Somatoform xGangguan-gangguan Disasosiatif xGangguan-gangguan Seksual dan Identitas Jender xGangguan-gangguan Makan xGangguan-gangguan Tidur xGangguan-gangguan Pengendalian Impuls Yang Tidak Diklasifikasikan Dimana-mana xGangguan-gangguan Penyesuaian xKondisi-kondisi Lain Yang Faktor-faktor Psikologis Yang Mempengaruhi Kondisi Medis x316 -gangguan-gangguan mental -gejala psikologis -sifat-sifat kepribadian atau gaya menghadapi situasi -perilaku sehat yang maladaptif -respons psikologis yang berkaitan dengan stres -faktor-faktor psikologis lainyang tidak dispesifikasikan Gangguan-gangguan Pergerakan Yang Disebabkan Oleh Pengobatan x331.1 Parkinson Yang Disebabkan Oleh Neuroleptic x339.92 Neuroleptic Malignant Syndrome x337.7 Distonia Akut Yang Disebabkan Oleh Neuroleptic x339.99 Dyskinesia Tardive Yang Disebabkan Oleh Neuroleptic x331.1 Tremor Postural Yang Disebabkan Oleh Pengobatan x331.90 Medication- Induced Movement Disorder NOS Gangguan-gangguan Yang Masalah-masalah Rela xV61.9 Masalah-mas Relasi yang berkaitan dengan suatu ganggua mental atau kondisi m umum xV61.20 Masalah Re Orangtua-Anak xV61.1 Masalah Rela Pasangan xV61.8 NOS Masala Relasi Masalah-masalah yang Berkaitan dengan Penyiksaan atau Peng Catatan: Bagi ANAK- ANAK, spesifikasi kod apabila fokusnya pada korban; kalau tidak ko mengacu kepada pelak xV61.21 Penganiaya Anak secara Fisik xV61.21 Penganiaya Anak secara Seksual xV61.21 Pengabaian Catatan: Bago ORANG DEWASA, spesifikasi 995 apabila fokusnya p korban; kalau tidak ko mengacu kepada pelak xV61.21 Penganiayaa Orang Dewasa secara xPenganiayaan Orang Dewasa secara Seksu Kondisi-kondisi Tamba 429 Dapat Merupakan Fokus Perhatian Klinis Disebabkan Oleh Pengobatan Lain x 995.2 Adverse Effects of Medication NOS Yang Dapat Merupaka Fokus Perhatian Klini xV15.81 Ketidaksesu perlakuan xV65.2 Pura-pura sak xV71.01 Perilaku An Orang Dewasa xV71.02 Perilaku An AnakRemaja x780.9 Penurunan Ko yang Berkaitan denga xV62.82 Kehilangan tercinta xV62.3 Masalah Aka xV62.2 Masalah Pek x313.82 Masalah Ide xV62.89 Masalah Keagamaan atau Spir xV62.4 Masalah Aku xV62.89 Fase Masala Kehidupan Seperti dalam setiap asesmen biopsikososial-budaya, pekerja sosial mencocokkan informasi dengan mempertimbangkan status psikologis dan medis klien. Ketika mengases bidang- bidang ini, pekerja sosial sebaiknya menjelajahi faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi kondisi medis misalnya, gangguan depresi serius yang menghambat kesembuhan dari myocardial infraction. Persamaannya, gangguan-gangguan pergerakan yang disebabkan oleh pengobatan dan gangguan- gangguan lain yang disebabkan oleh pengobatan adalah pertimbangan asesmen yang penting karena pentingnya pengobatan itu dalam manajemen pengobatan misalnya, gangguan kecemasan vs neuroleptic malignant syndrome. Kode V merupakan kondisi yang tidak ada kaitannya dengan suatu gangguan mental yang namun demikian menjadi fokus intervensi teraputik. Contohnya meliputi: 430 ƒ Masalah-masalah relasional misalnya, masalah relasional pasangan ƒ Masalah-masalah yang berkaitan dengan penganiayaan atau pengabaian misalnya, penganiayaan anak secara fisik ƒ Kondisi-kondisi tambahan misalnya, ketidaktaatan terhadap perlakuan Pembaca dirujuk kepada manual DSM untuk suatu tinjauan menyeluruh tentang kriteria atas kategori-kategori ini. Pekerja sosial dapat menggunakan kategori “kondisi-kondisi lain” apabila: 1. Masalah merupakan fokus diagnosis dan perlakuan serta individu tidak mengalami gangguan mental misalnya, V61.1, masalah relasional pasangan yakni tidak satu pun pasangan mengalami gangguan mental. 2. Individu mengalami suatu gangguan mental, akan tetapi gangguan itu tidak ada kaitannya dengan masalah misalnya, V61.20, ketika seorang pasangan mengalami suatu fobia dalam kasus mana keduanya dapat diberi kode. 3. Individu mengalami suatu gangguan mental yang ada kaitannya dengan masalah, akan tetapi masalahnya sangat parah sehingga membutuhkan perhatian klinis yang independen misalnya, V61.9, individu dengan skizofrenia kronis yang sedang dalam proses penyembuhan dapat mengalami ketegangan perkawinan.

C. Mengembangkan tujuan-tujuan perlakuan

Sekali asesmen sudah dilakukan dan suatu diagnosis sudah ditetapkan, pekerja sosial dan klien bersiap-siap untuk mengembangkan tujuan-tujuan perlakuan. Kami mengusulkan lima pedoman untuk mengembangkan tujuan- tujuan perlakuan. Tujuan-tujuan sebaiknya: 1 bersumber dari asesmen dan diagnosis; 2 menyaratkan partisipasi yang maksimum dari klien; 3 dinyatakan dalam istilah- istilah yang positif; 4 fisibel, realistik, dan sesuai dengan sumber-sumber yang ada pada klien; dan 5 didefinisikan dengan baik, dapat diamati, dan dapat diukur. 431 1. Tujuan-tujuan perlakuan sebaiknya bersumber dari asesmen dan diagnosis masalah klien. Sebaiknya ada suatu nexus antara asesmendiagnosis dengan tujuan- tujuan. Sebagai contoh, apabila asesmen dan diagnosis menyatakan bahwa klien sedang mengalami kekurangan tidur sekunder sleep deprivation secondary hingga suatu gangguan kecemasan, tujuan- tujuan perlakuan jangka pendek dan jangka panjang sebaiknya berfokus pada penstabilisasian pola-pola tidur sambil tetap mengurangi kecemasan dan gejala- gejalanya. 2. Pengembangan suatu tujuan perlakuan sebaiknya meliputi partisipasi aktif dari klien. Suatu tujuan tidak boleh dianggap bersumber dari klien. Klien yang berpartisipasi secara aktif dalam pengembangan tujuan- tujuan perlakuan lebih termotivasi untuk mematuhi rencana perlakuan. Partisipasi yang aktif meliputi pekerjaan rumah yang dikerjakan dan diselesaikan di luar setting klinis. Perlakuan-perlakuan yang meliputi tugas-tugas pekerjaan rumah cenderung untuk meningkatkan kepatuhan klien dan memfasilitasi penggeneralisasian perilaku yang berubah terhadap linkungan lain. 3. Tujuan-tujuan perlakuan sebaiknya dinyatakan dalam istilah-istilah yang positif. Sebagai contoh, klien lebih termotivasi untuk meningkatkan frekuensi dan intensitas peristiwa-peristiwa yang menyenangkan daripada menghentikan peristiwa-peristiwa yang mengakibatkan depresi. Persamaannya, seorang pengguna obat bius tidak hanya sekedar akan berhenti menggunakan obat-obatan berbahaya akan tetapi untuk meningkatkan durasi antara penggunaan dan jumlah hari bersih dan sober. Suatu tujuan yang dinyatakan secara positif memiliki manfaat inheren bagi peningkatan kepatuhan terhadap rencana perlakuan dan mendorong klien untuk berpartisipasi dalam apa yang mereka inginkan dan anggap baik. 4. Suatu tujuan perlakuan sebaiknya fisibel agar dapat dicapai oleh klien. Apabila tujuan tidak jelas atau terlalu ambisius, hasilnya kemungkinan besar adalah kegagalan. Alih-alih keberfungsian sosial meningkat, klien dapat mengalami suatu kurang berhasil, 432 kekecewaan, dan erosi kepercayaan diri Wood, 1978. Oleh karena tujuan tidak boleh terlalu ambisius, tujuan juga sebaiknya menantang dan realistik. Tujuan-tujuan yang spesifik dan menantang kemungkinan besar lebih dapat dicapai daripada tujuan-tujuan yang tidak jelas dan mudah. Pekerja sosial juga sebaiknya menguji sumber-sumber apa yang klien miliki untuk mencapai tujuan-tujuan yang disepakati. Sebagai contoh, apakah klien memiliki ongkos bis atau bantuan rawat siang day-care help untuk mengikuti kelompok terapi yang dijadwalkan? 5. Akhirnya, tujuan perlakuan sebaiknya dapat diamati. Klien, pekerja sosial, atau orang-orang lain yang relevan sebaiknya dapat mengamati perubahan. Salah satu cara terbaik untuk mengamati tujuan-tujuan ialah dengan instrumen asesmen yang membantu merumuskan asesmen dan diagnosis. Sebagai tambahan, banyak gangguan mental yang diklasifikasikan pada Aksis I diberi rentang keparahan dengan asesmen yang dicatat sebagai digit kelima kode DSM. Ini dikenal sebagai koding digit kelima. Keparahan severity didefinisikan sebagai 1 ringan, 2 sedang, 3 parah tetapi tanpa tanda-tanda psikotik, dan 4 parah dan ada tanda-tanda psikotik. Salah satu tujuan yang tidak jelas dari setiap intervensi ialah mengurangi parahnya ketegangan klien dengan tujuan mengubah beberapa perilaku. Dengan mengases keparahan sebelum, selama dan sesudah perlakuan kode digit kelima memberikan suatu asesmen yang luas tentang efektivitas perlakuan. Tujuan-tujuan perlakuan yang didefinisikan dengan baik, dapat diamati, dan dapat diukur memberikan sejumlah keuntungan, termasuk mengurangi ketidaksepakatan antara klien dan klinisi, yang memberikan arah bagi rencana perlakuan yang dengan demikian mencegah pemborosan waktu dan sumber-sumber, dan berfungsi sebagai.ukuran suatu hasil yang efektif Hepworth, Larsen, Rooney, 1997; juga lihat bab 55, volume ini. Suatu definisi operasional yang didefinisikan dengan baik tentang tujuan perlakuan ialah suatu kondisi yang penting bagi suatu rencana perlakuan yang efektif. Lagi pula, jauh lebih mudah