Pekerjaan sosial Pelayanan-pelayanan Orang Dewasa

506 Women. Protokol opsional terhadap konvensi ini, yang diadopsi pada tahun 1999, menyatakan “hak-hak kaum pErempuan untuk mengurahakan perbaikan atas cecerasan-kekerasan 4erhadap hak-hak azasi mdreka, termasuk kekerasan yang berbasiskan jenderX94 United Nations, 2000, Respgnse by the Internatiojah CgmmunitY Section, 2, dalam DuBois Miley, 2 0: 417. Menur5t Kofi Annan, Sekrataris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, “kekerasan perhadap kaum perempuan barangkali adalah pelanggaran hak-hak azasi manusia yang paling memalukan. Cita tahu tidak ada atas-batas geografi, kebudayaan, dan kekayaan. Seandainya kekerasan masih berlangsung terus, kita tidak dapat menuntut untuk membuat kemajuan yang nyata menuju kesetaraan, perkembangan, dan perdamaian” DuBois Miley, 2005: 417. Kekerasan pasangan intim merupakan isu hak azasi manusia yang serius.

2. Dinamika kekerasan pasangan intim

Di dalam situasi-situasi rumahtangga, adalah lebih lazim bagi kaum laki-laki untuk menganiaya pasangan perempuannya daripada dianiaya oleh pasangan perempuannya. Di dalam kenyataan, data baru-baru ini menunjukkan bahwa 85 persen orang-orang yang dijadikan korban oleh kekerasan pasangan intim adalah kaum perempuan. Pada tahun 1999, angka per 1.000 perempuan dan laki-laki secara berturut-turut adalah 7,7 dan 1,1 Rennison Welchans, 2000, DuBois Miley, 2005: 417. Penelitian menunjukkan bahwa kaum laki-laki dan kaum perempuan dalam relasi perkawinan dan sebelum perkawinan melibatkan diri dalam perilaku kekerasan, tetapi motivasi mereka berdua berbeda-beda. Bagi kaum perempuan, penggunaan kekerasan paling sering terjadi dalam bentuk tindakan membela diri, reaksi terhadap situasi-situasi kekerasan, atau membalas dendam atas penganiayaan yang dilakukan terhadap mereka Flynn, 1990, dalam DuBois Miley, 2005: 417. Kaum laki- laki, pada sisi lain, cenderung melakukan kekerasan untuk mengintimidasi pasangan mereka atau melakukan 507 pengendalian terhadap mereka. Badan Kesehatan Dunia World Health Organization 2002, dalam DuBois Miley, 2005 melaporkan bahwa pemicu kekerasan dalam relasi intim serupa di semua bagian di seluruh dunia. Peristiwa-peristiwa pemicu kekerasan meliputi tindakan-tindakan seperti “tidak taat terhadap atau bertengkar dengan laki-laki, bertanya soal uang atau teman perempuan, tidak siap makanan pada waktunya, tidak merawat anak-anak atau rumah secara memadai, menolak berhubungan seks, dan laki-laki menduga perempuan tidak setia” h. 417. Kekerasan ialah suatu cara untuk memperoleh kekuasaan dan kendali. Pelaku kekerasan menggunakan strategi- strategi intimidasi, penghinaan, pengucilan, penciptaan rasa bersalah, ketergantungan ekonomi, kekerasan, dan ancaman-ancaman untuk meningkatkan kekuasaan dan kendali mereka sendiri dan untuk melucuti kekuasaan dan kendali pasangan mereka. Kekerasan terhadap pasangan sering berlangsung di dalam suatu siklus yang sulit diramalkan Walker, 1984, dalam DuBois Miley, 2005: 417. “Kekerasan antar- pasangan intim selalu semakin memburuk walaupun barangkali ada masa-masa tenang dan bahkan perbaikan- perbaikan sementara selama periode intervensi-intervensi hukum atau luar hukum dan psikologis” Walker, 1984: 697, dalam DuBois Miley, 2005: 417. Pada mulanya, ada suatu periode dimana muncul ketegangan- ketegangan, suatu peiode ketika kaum perempuan berpikir mereka memiliki beberapa kendali atas penganiayaan itu. Mereka yakin bahwa dengan melayani pasangan-pasangan mereka maka mereka dapat mengurangi kejadian penganiayaan, sementara menolak memenuhi tuntutan-tuntutan pasangan mereka akan mengundang penganiayaan. Tentu saja penganiayaan berlangsung di dalam suatu ledakan kekerasan atau di dalam suatu kejadian akut yang memanas. Walaupun fase ini singkat, kekerasan fisik cenderung meningkat. Suatu pengurangan ketegangan menyusul meledaknya kekerasan memperkuat perilaku penganiayaan fisik.