Kejahatan dan kenakalan Pekerjaan Sosial di dalam Peradilan Kriminal

365 DuBois Miley, 2005: 304. Beban kasus peradilan remaja adalah empat kali lebih banyak sekarang daripada pada tahun 1960. Enam puluh empat persen daris emua kasus kenakalan melibatkan para remaja berusia 15 tahun atau lebih muda dari itu. Usia dimana yurisdiksi atau hak hukum dapat dilimpahkan kepada peradilan-peradilan criminal dan keadaan-keadaan yang memungkinkan pelepasan hak hukum ini berbeda dari dari satu negara bagian ke negara bagian lain. Akan tetapi, ada kecenderungan yang memudahkan para remaja diperlakukan sebagai orang dewasa. Banyak cara yang digunakan untuk mengenakan sanksi orang dewasa kepada para remaja Sickmund, 2003, dalam DuBois Miley, 2005: 304. Dua puluh tiga negara bagian dan District of Columbia menggunakan setidak-tidaknya satu kondisi dimana tidak ada usia minimum yang diperlakukan secara khusus untuk melimpahkan remaja kepada peradilan kriminal Sickmund, 2003, dalam DuBois Miley, 2005: 304. Yang mengejutkan, hampir 20.000 remaja dirumahkan di dalam penjara-penjara orang dewasa, termasuk sekitar 3.500 remaja tinggal di dalam ruang kehidupan yang sama dengan para narapidana dewasa Juvenile Court Centennial Initiative, n. d., dalam DuBois Miley, 2005: 304. Kegagalan untuk memisahkan para remaja dari para narapidana dewasa menyebabkan mereka beresiko atas penyerangan seksual, bunuh diri, dan residivisme. Suatu laporan terbaru, And Justice for Some, mendeskripsikan keberagaman rasial yang ada di dalam sistem peradilan remaja: Tiga dari empat remaja yang dipenjarakan adalah kaum remaja minoritas; para remaja yang hak hukumnya dilimpahkan kepada peradilan kriminal pada umumnya ialah para remaja minoritas; dan pemenjaraan adalah bentuk tindakan yang cenderung paling banyak digunakan terhadap para remaja minoritas daripada pelayanan-pelayanan berbasis masyarakat atau parole Poe-Yamagata Jones, 2000, dalam DuBois Miley, 2005: 304. Sebanyak 20 persen para remaja yang berada di dalam penjara mengalami gangguan-gangguan kejiwaan yang serius, antara 20 hingga 50 persen mengalami gangguan 366 hiperaktivitas kekurangan perhatian, 12 persen mengalami keterbelakangan mental, dan lebih dari 30 persen mengalami hambatan-hambatan belajar Aron Mears, 2003, dalam DuBois Miley, 2005: 304. Di banyak negara bagian, para remaja dapat bertanggung jawab atas perilaku buruk yang mereka lakukan yang tidak akan dianggap sebagai perbuatan kriminal apabila mereka sudah dewasa. Pelanggaran-pelanggaran status ini adalah perilaku-perilaku bukan kriminal yang diklasifikaskan sebagai kenakalan. Pelanggaran- pelanggaran status antara lain meliputi lari dari rumah, membolos dari sekolah, perilaku yang tidak dapat diperbaiki lagi, pelanggaran-pelanggaran jam malam, dan pelanggaran-pelangaran terhadap ketentuan- ketentuan konsumsi alkohol. Para petugas penegakan hukum merujuk kurang sedikit dari setengah dari semua pelanggaran-pelanggaran status kepada sistem peradilan Sickmund, 2003, dalam DuBois Miley, 2005: 304. Peradilan remaja mencakup kegiatan-kegiatan pada sistem peradilan kriminal dan sistem kesejahteraan anak. Akibatnya, pekerja sosial memiliki pengaruh dalam perkembangan peradilan remaja. Dewasa ini, pekerja sosial cenderung terlibat di dalam peradilan remaja daripada di dalam lembaga pemasyarakatan orang dewasa.

2. Kejahatan dan hukuman

Sejumlah teori berusaha untuk menjelaskan perilaku kriminal. Karya-karya sebelumnya, seperti yang dihasilkan oleh Cesare Lombroso dan William Sheldon, mendukung suatu hubungan antara gambaran-gambaran fisik dengan kriminalitas. Lombroso mengidentifikasikan gambaran-gambaran fisik dan muka yang merupakan ciri dari bentuk-bentuk awal perkembangan yang evolusioner. Ia mengaitkan gambaran-gambaran fisik dan muka manusia ini dengan kecenderungan-kecenderungan perbuatan kriminal. Sheldon mengidentifikasikan jenis-jenis tubuh yang khas yang meramalkan kepribadian dan temperamen bahwa orang-orang tertentu memiliki kecenderungan- 367 kecenderungan untuk melakukan perilaku kriminal. Teori-teori awal ini sudah ditolak dewasa ini. Penjelasan-penjelasan fisik dan biologis pada awal abad ke-20 tentang perilaku kriminal telah digantikan ketika dukungan bagi penjelasan-penjelasan sosial dan psikologis memperoleh penerimaan. Teori-teori psikologis dan teori-teori pengendalian sosial menyajikan asal-mula perilaku kriminal sebagai gangguan-gangguan kejiwaan atau tindakan-tindakan antisosial. Ada satu pertanyaan abadi yang menarik untuk dijperdebatkan: Apakah suatu perbuatan kriminal harus dihukum atau direhabilitasi? Walaupun tidak ada konsensus tentang bagaimana berhadapan dengan kejahatan, posisi yang kita ambil akan mempengaruhi bagaimana kita memandang perilaku kriminal dan bagaimana kita memperlakukan para pelaku kejahatan dan korban-korban mereka. Posisi-posisi yang menonjol di dalam sejarah kepenjaraan atau pemasyarakatan di Amerika Serikat antara lain meliputi retribusi, deterrensi, rehabilitasi, reintegrasi, dan pengendalian Champion, 2001, dalam DuBois Miley, 2005: 305. Retribusi atau balas dendam retribution barangkali adalah tujuan tertua dari sistem pemasyarakatan. Suatu motif balas dendam atau doktrin “mata untuk satu mata” menggunakan hukuman untuk memperoleh hasil seri. Retribusi ialah suatu faktor di dalam model pengadilan akhir-akhir ini atau “ganjaran yang adil”. Model ini memberikan hukuman atas kejahatan berat untuk memberikan suatu ganjaran yang adil bagi para pelaku kejahatan dan suatu perlindungan bagi masyarakat. Idealnya, deterrensi deterrence ialah suatu strategi untuk mencegah perilaku kriminal. Untuk mencapai tujuan ini, para pembuat hukum menetapkan hukuman yang berat sesuai dengan beratnya suatu kejahatan. Pelaksanaan hukuman menggunakan prinsip keadilan yang distributif atau merata. Filosofi ini mempromosikan pengembangan sanksi-sanksi kriminal