345 kuliahku dan seandainya aku tidak menyelesaikan
kuliah maka aku tidak akan dapat memperoleh suatu pekerjaan”. Suatu manfaat dari kemitraan antara
badan sosial dan bank ialah bahwa kemitraan itu menciptakan suatu kesempatan bagi “pemberdayaan
para ahli waris pelayanan-pelayanan pemerintah untuk menjadi konsumen sejati dengan pilihan-
pilihan pasar yang bermanfaat” Raschick, 1997, dalam DuBois Miley, 2005: 291-292.
c. Proyek-proyek lain yang berorientasikan pemberdayaan
Proyek WISE, suatu prakarsa bagi kaum perempuan yang berpenghasilan rendah di Denver, Negara
Bagian Colorado, Amerika Serikat, menggabungkan elemen-elemen pemberdayaan privadi, interpersonal,
dan politik, yang mengarah kepada perubahan personal dan sososial East, 19909a; 1999b, dalam
DuBois Miley, 2005: 291-292. Misi dari program ini ialah untuk membantu kaum perempuan
mempertahankan keberdayaan ketika mereka mengalami transisi dari kesejahteraan kepada
kecukupan ekonomis. Proram ini memberikan konseling individu yang dapat diikuti oleh individu,
pengalaman-pengalaman kelompok, dan kesempatan- kesempatan advokai masyarakat untuk membantu
kaum perempuan mewujudkan tujuan-tujuan pribadi dan tujuan-tujuan keluarga serta untuk berpartisipasi
sepenuhnya di dalam masyarakat.
Program ini mengalamatkan isu-isu yang dihadapi oleh kaum perempuan yang lebih dari sekedar
magang dan penempatan kerja untuk mencakup dampak-dampak pemerdayaan atau pengebirian
disempowerment
dan penindasan yang sering memfitnah kaum perempuan yang merupakan kaum
penerima kesejahteraan—isu-isu seperti harga diri yang rendah, sejarah penganiayaan fisik atau seksual,
kekerasan dalam rumahtangga, dan penindasan serta kesulitan-kesulitan kesehatan mental lainnya.
Konseling pribadi ditambah dengan bantuan, kelompok-kelompok pendidikan, dan kesempatan-
346 kesempatan bagi keterlibatan masyarakat dan
pengembangan kepemimpinan.
B. Pekerjaan Sosial dan Ketunawismaan
Karena ketunawismaan ialah suatu masalah sosial kontemporer yang menonjol, ini bukanlah suatu fenomena
yang baru Hopper Baumohl, 1996, dalam DuBois Miley, 2005: 293. Secara historis, ketunawismaan—diwakili
oleh “kaum gelandangan” pertengahan abad ke-18, “kaum tuna wisma” akhir abad ke-18, dan “kaum korban” depresi—
berkaitan dengan kemerosotan ekonomi. Krisis ketunawismaan yang terjadi baru-baru ini diperburuk oleh
resesi ekonomi pada awal tahun 1980-an dan diperparah oleh kurangnya perumahan sewaan yang dapat dijangkau,
membengkaknya jumlah manusia yang miskin dan mendekati garis penghasilan kemiskinan termasuk yang bekerja purna
waktu, meningkatnya kekerasan dalam rumahtangga, dan pengurangan program-program dibiayai oleh pemerintah
pusat National Coalition for the Homeless, 2002a, dalam DuBois Miley, 2005: 291-293. Pemotongan-pemotongan
ini mencakup level pembiayaan program-program yang lebih rendah—seperti bantuan publik, bantuan perumahan, kupon
makanan, dan bantuan kesehatan—dan persyaratan- persyaraten elijibilitas yang lebih ketat untuk program-
program kategoris ini. Para pakar meramalkan bahwa berkurangnya ketersediaan bantuan publik bagi keluarga-
keluarga dan pengurangan yang tajam terhadap program- program jaring keselamatan safety net seperti bantuan
umum bahkan akan mengarah kepada level ketunawismaan yag lebih buruk NCH, 2002a, dalam DuBois Miley, 2005:
293.
1. Salah pengertian tentang ketunawismaan
Sejumlah salah pengertian terdapat di dalam pemahaman publik umum tentang ketunawismaan. Sebagai contoh,
banyak kalangan yakin bahwa mayoritas orang-orang yang tuna wisma itu menyandang masalah-masalah
pribadi seperti sakit jiwa atau menyalahgunakan obat- obatan. Suatu studi terbaru menemukan bahwa 90,8
persen kaum tuna wisma yang disurvei dari 1500 wawancara telefon acak meyakini bahwa
penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol merupakan