413 dicuekin, ditolak, atau yang lebih parah lagi diolok-olok
oleh teman-temannya yang tidak cacat. Memperlihatkan simpati yang merendahkan, mengalihkan pandangan,
kesengajaan yang dibuat-buat, dan kesunyian yang aneh menimbulkan interaksi-interaksi sosial yang menegangkan.
Di dalam kenyataan, relasi-relasi interpersonal antara orang-orang cacat dan orang-orang yang tidak cacat
cenderung mengikuti suatu model interaksi sosial yang superior-inferior. Secara lebih jelas, orang-orang cacat
ditempatkan pada “posisi-posisi sosial yang terstigmatisasikan” dan rentan terhadap sikap-sikap
prasangka buruk, praktek-praktek diskriminasi, dan pemberian stereotip yang negatif” Scotch, 2000, dalam
DuBois Miley, 2005: 333.
Pekerja sosial harus menyadari marjinalitas sosial dan stigma yang dirasakan oleh orang-oarng cacat untuk
mengorientasikan orang-orang cacat tersebut ke dalam masalah-masalah yang mereka hadapi di dalam interaksi
sosialnya dengan keluarga dan masyarakat. Program- program rehabilitasi harus mendiskusikan dampak stigma,
memudahkan klien menghadapi perasaan-perasaanya, dan melaksanakan metode-metode yang efektif dalam
menghadapi dan menjawab balik dampak-dampak stigma.
4. Pemberdayaan relasi
Sikap-sikap pekerja sosial yang memandang rendah klien akan menciptakan kondisi-kondisi yang mengganggu
pemberdayaan. Membatasi harapan-harapan kita terhadap orang-orang yang memiliki kecacatan benar-benar
menguatkan identitas diri mereka yang negatif dan merendahkan rasa kendali pribadinya. Penelitian
eksploratoris yang memfokuskan diri pada perspektif klien terhadap relasi mereka dengan pekerja sosial
mendemonstrasikan ini dengan cara mengidentifikasikan beberapa isu yang penting dalam relasi pekerja sosial dengn
kliennya yang cacat, termasuk:
x Terburu-buru menilai klien berdasarkan kecacatannya
x Tidak menghargai keunikan setiap klien
414 x Asumsi tentang situasi yang berkaitan dengan klien
lebih banyak didasarkan pada cacatan-catatan daripada pada informasi yang diberikannya
x Penolakan pemahaman akan kemampuan klien x Kegagalan memanfaatkan keahlian atau kepakaran
klien Gilson, Bricout, Baskind, 1998, dalam DuBois Miley, 2005: 334.
Kesan-kesan yang diperlihatkan oleh klien dalam menghadapi relasi interpersonal adalah sangat penting
dalam pengembangan relasi-relasi profesional dengan orang-orang yang memiliki kecacatan. Relasi-relasi yang
memberdayakan akan meningkatkan kompetensi dan keberfungsian sosial orang-orang cacat. Pendekatan-
pendekatan kolaboratif yang berfokuskan pada kekuatan- kekuaran mengakui manusialah yang utama dan bersandar
pada keahlian klien untuk mendefiniskan situasi-situasi mereka sendiri, termasuk kebutuhan-kebutuhan, prioritas-
prioritas, dan harapan mereka terhadap masa depan mereka sendiri Gilson, Bricout, Baskind, 1998; Russo, 1999;
dalam DuBois Miley, 2005: 334. “Pekerja sosial harus mulai memfokuskan ulang kegiatan-kegiatannya untuk
memulai transisi menuju tujuan-tujuan pemberdayaan: untuk memaksimasikan dan mengembangkan rentang
pilihan-pilihan kehidupan klien yang mengalami kecacatan, untuk membantu dan memfasilitasi pengambilan keputusan
oleh klien dalam kaitan dengan pilihan-pilihan kehidupan, dan untuk memacu serta mempromosikan pencapaian
pilihan-pilihan kehidupan” Beaulaurier Taylor, 1999: 173, dalam DuBois Miley, 2005: 334. Pada dasarnya,
kata-kata kita memperlihatkan sikap-sikap kita dan mempengaruhi pemahaman kita terhadap manusia dan
situasinya. “Bahasa pertama manusia” mengkomunikasikan penghormatan Blaska, 1993, dalam
DuBois Miley, 2005: 334.
5. Rehabilitasi kerja
Tujuan utama rehabilitasi kerja ialah untuk meningkatkan kemampuan kerja klien, yang menitikberatkan pentingnya
pekerjaan yang mampu mencukupi kebutuhan-kebutuhan dirinya sendiri dan mencapai kemandirian. Perencanaan
rehabilitasi yang efektif mendorong partisipasi klien di