Dinamika kekerasan pasangan intim

508 Penyesalan yang dalam atau hanya sekedar saat dimana tidak ada ketegangan mencirikan fase ketiga. Banyak faktor yang memperkuat mengapa kaum perempuan tetap bertahan di dalam relasi-relasi kekerasan. Rasa tidak ada bantuan, tidak berdaya, dan harga diri yang rendah mengurangi kemungkinan kaum perempuan akan meninggalkan pasangan-pasangan mereka. Pada dasarnya, kaum perempuan mengembangkan keterampilan-keterampilan yang meminimisasikan penderitaan mereka yaitu menolak adanya kekerasan denial, menarik diri atau disosiasi dissociation, berpisah ranjangrumah splitting membantu mereka untuk tetap bertahan bersama pasangan dan dapat melangsungkan kehidupan. Bagi banyak perempuan, pelayanan-pelayanan dari sistem-sistem yang mereka anggap sebagai tidak responsif dan cenderung mengecam tidak memberikan alternatif-alternatif yang baik bagi perubahan situasi-situasi mereka.

3. Undang-undang tentang kekerasan terhadap perempuan

Pada tahun 2000, Presiden Clinton menandatangani pengesahan kembali perundang-undangan yang menonjol yaitu Undang-undang tentang Kekerasan terhadap Kaum Perempuam. Undang-undang ini menggunakan suatu pendekatan yang komprehensif terhadap isu-isu hukum di seputar kekerasan dalam rumahtangga dan kekerasan seksual. Pengesahan ulang ini meliputi gambaran-gambaran seperti peningkatan pembiayaan bagi pemukiman- pemukiman darurat dan perumahan peralihan rumah singgah, pembiayaan bagi pelayanan-pelayanan hukum dan sipil kepada kaum perempuan yang menjadi korban kekerasan dalam rumahtangga dan kekerasan seksual, perlindungan bagi kaum perempuan imigran yang mengalami penganiayaan, pelayanan-pelayanan kepada kaum perempuan cacat yang mengalami kekerasan dalam rumahtangga, dan pelatihan bagi para pekerja sosial dan hakim tentang pelayanan perlindungan anak Family Violence Prevention Fund, 2003, DuBois Miley, 2005: 417. Undang-undang asli menetapkan suatu perkuatan 509 perlindungan berskala nasional terhadap aturan-aturan penganiayaan, suatu jalur bebas hambatan National Domestic Violence, dan suatu Dinas Kekerasan Terhadap Perempuan di Kementerian Kehakiman U. S. Department of Justice, n.d. dalam DuBois Miley, 2005: 417.

4. Respons pelayanan terhadap kekerasan pasangan intim

Perhatian media masa terhadap krisis kekerasan dalam rumahtangga meningkatkan kesadaran publik dan mengintensifkan respons-respons kalangan profesional. Masyarakat cenderung memberikan pelayanan- pelayanan, seperti tim tanggap krisis lintas disiplin dan penegakan hukum, pemukiman- pemukiman darurat, program-program bagi kaum wanita yang mengalami penganiayaan dan anak-anaknya, dan konseling bagi pasangan yang mengalami penganiayaan. Isu-isu kekerasan pasangan intim yang bersifat multidimensional membutuhkan suatu pendekatan intervensi yang lintas displin. Klien sering membutuhkan suatu kombinasi dari pelayanan-pelayanan kesehatan, hukum, keuangan, pendidikan, dan sosial. Pelayanan-pelayanan kedaruratan dan peralihan sering merupakan titik masuk pertama ke dalam sistem penyelenggaraan pelayanan sosial bagi kaum perempuan yang mengalami penganiayaan. Pelayanan-pelayanan tersebut meliputi: x Informasi dan rujukan x Petugas ruang gawat darurat rumah sakit x Kepolisian x Rohaniawan, dokter keluarga, dokter gigi, atau pengacara x Pelayanan-pelayanan jalur bebas biaya dan hambatan hotlines serta intervensi krisis x Program-program bantuan korban x Supervisi di tempat kerja 510 Pada dasarnya, sumberdaya rujukan utama kepada pemukiman-pemukiman krisis bagi kaum perempuan yang mengalami penganiayaan ialah petugas kepolisian atau petugas pelayanan jalur bebas biaya dan hambatan untuk kekerasan dalam rumahtangga. Pemukiman- pemukiman memberikan lingkungan yang aman dan mendukung bagi kaum perempuan yang mengalami penganiayaan dan anak-anak mereka. Petugas pemukiman memberikan pelayanan-pelayanan dukungan, seperti konseling dan perlakuan kelompok. Petugas tersebut sering merujuk klien kepada pelayanan- pelayanan masyarakat lainnya atas kebutuhan-kebutuhan hukum dan kesehatan mereka dan atas pekerjaan, perumahan, rawat siang, dan pelayanan-pelayanan konseling yang berlangsung terus menerus Roberts Roberts, 1990, dalam DuBois Miley, 2005: 420. Tentu saja ada beberapa kalangan yang meragukan pentingnya pemukiman-pemukiman. Sebagai ukuran- ukuran perlindungan, para penentang itu menawarkan perumahan darurat dan akses kepada bantuan keuangan, pendidikan dan pelatihan kerja, dan pelayanan-pelayanan hukum. Banyak prakarsa-prakarsa kekerasan dalam rumahtangga termasuk advokasi di dalam kontinuum pelayanan- pelayanan yang mereka tawarkan. Walaupun peran yang pasti dari advokasi bervariasi dari satu program dengan program lainnya, pada dasarnya advokasi melibatkan pelayanan-pelayanan penjangkauan, pendidikan masyarakat, pelayanan-pelayanan tindak lanjut dengan kaum perempuan pasca-intervensi oleh kepolisian. Di dalam konteks pelayanan-pelayanan dukungan, prakarsa- prakarsa itu memberikan informasi tentang sistem hukum, memberikan konseling tambahan pelayanan- pelayanan advokasi, membantu kaum perempuan dalam memperoleh ketentuan-ketentuan perlindungan, dan berdikusi dengan klien tentang bebagai keputusan- keputusan pengadilan Weisz, 1999, dalam DuBois Miley, 2005: 420. “Hadirnya seseorang yang dekat dengan mereka secara fisik dan emosional dapat membantu korban menerima dan bertindak berdasarkan informasi yang diberikan. Karena dukungan ini,