Konsekuensi Pengembangan Profesional Guru SMK
300 berkualitas cukup mahal, bahkan mungkin dua kali lebih mahal
dari pada anggaran yang biasa disediakan oleh dinas pendidikan bagi setiap guru. Maurer 2000 mengemukakan bahwa
pengembangan profesional juga melibatkan penggunaan teknologi. Teknologi dalam hal ini bukan saja pada keterampilan dalam
menggunakan, tetapi pada aspek anggaran pengadaannya seperti komputer, LCD, TV, dll. Maka dalam perencanaan dana
pengembangan profesional guru, bukan hanya bagaimana aktivitas pengembangan dapat berlangsung dengan baik, tetapi juga
mengenai anggaran untuk pengadaan sarana yang dibutuhkan dalam pengembangan. Hal ini perlu menjadi perhatian dinas
pendidikan maupun sekolah dan juga guru. Seberapa besar dana yang perlu disediakan masing-masing sangat tergantung dari
perencanaan anggaran secara keseluruhan. Menurut hasil
penelitian Ruhland, dkk. 2002:27 menyebutkan bahwa “...fifteen states 45 reported they currently have state-wide local
professio nal development programs funded by state grants”. Dale
2006 memberi contoh perencanaan dana pengembangan profesional guru yang dilakukan di AS, dimana sekolah
menetapkan penggalian dana dengan memperhitungkan kurang lebih 200 dolar per anak untuk pengembangan profesional guru,
serta juga berbagai tambahan waktu dan usaha terutama ketika jadwal mengajar guru padat. Pengembangan dan perbaikan
kapasitas guru, membutuhkan waktu, usaha dan pengorbanan sumberdaya agar program menjadi berkualitas yang akhirnya nanti
akan memperbaiki pengajaran guru. Bahkan mengenai perencanaan anggaran pengembangan profesional guru, Ohio
Department of Education 2001:17 merencanakan pada 2 dua tahun fiskal, dimana setiap sekolah, sekolah kejuruan dan sekolah
masyarakat menerima block grant sekitar US dollar 75 per guru. Bull, dkk. 1994 mengenai dana pengembangan profesional
menyebutkan bahwa pada dasarnya negara telah menyediakan dana untuk berbagai program pengembangan sumber daya
manusia, Departemen Pendidikan juga menyediakan dana untuk berbagai macam workshop untuk maksud melakukan inovasi
sekolah. Selanjutnya Bull, dkk. 1994 mengatakan bahwa program pengembangan profesional guru dan pengelola sekolah
diluar pendidikan lanjut membutuhkan dana sekitar 1,8 dari anggaran pendidikan negara atau daerah. Ia mengatakan bahwa
untuk setiap dolar yang dikeluarkan untuk pengembangan
301 profesional, guru telah berkontribusi sebesar 60 sen dalam
konversi dalam bentuk waktu. Anggaran pengembangan per guru mencapai 1,360. Tetapi jika harus mendanai pengembangan
untuk meningkatkan kualifikasi pendidikan guru, maka anggaran pengembangan profesional guru dapat mencapai 4 dari total
anggaran pendidikan. Hasil penelitian Garet, dkk. 2001 mengatakan aktivitas pengembangan yang bermutu cukup mahal,
dapat mencapai 512 per guru. Birman, dkk. 2001 dalam Kedzior 2004 mengemukakan bahwa anggaran per guru untuk
pengembangan profesional yang bermutu biayanya mahal, bisa dua kali lipat lebih banyak dari anggaran pada Dinas Pendidikan.
Sedangkan hasil penelitian Richard 1978 mengemukakan bahwa anggaran yang ada harus digunakan untuk mengembangkan
kapasitas Dinas Pendidikan dalam menyiapkan staf pengembang. Karena umumnya sekolah maupun Dinas Pendidikan tidak
terampil dalam permasalahan pengembangan staf dan perancangan aktivitas-aktivitas pengembangan. Guru akan dapat mencapai
tingkat
profesionalismenya apabila
guru melakukan
pengembangan profesinya secara terus menerus. Pengembangan profesional guru SMK seringkali berhenti pada saat guru telah
kembali bekerja secara rutin. Maka seharusnya ada keberlanjutan dalam pengembangan guru. Menurut Eggen Kauchak 2004:34
pengembangan diartikan sebagai “perubahan teratur dan terus menerus pada pebelajar yang merupakan hasil kombinasi
pengalaman, belajar dan kedewasaan. Bagi setiap orang, pengembangan dimulai sejak lahir dan berlanjut sampai mati”.
Selanjutnya ia
menyebutkan bahwa
“perkembangan- perkembangan yang terjadi bersifat berlanjut dan relatif teratur.
Sebagaimana manusia ketika menjadi dewasa, belajar dan mengumpulkan pengalaman-pengalaman, maka perkembangan
mereka hal pengembangan juga dilakukan secara berkelanjutan sehingga mengalami kemajuan. Artinya bahwa pengembangan
tidak akan terjadi secara tiba-
tiba atau melalui „jump‟ dari suatu kemampu
an ke kemampuan lainnya”. Birman, dkk. 2000 dalam Kedzior Fifield 2004 mengemukakan bahwa pengembangan
profesional harus dilakukan secara terus menerus dengan tujuan untuk melakukan perluasan pengetahuan dan dilakukan secara
berproses.
Sedangkan King
Newmann 2000:576
mengemukakan bahwa pengembangan profesional guru harus bersifat kolaboratif dan menjadi bagian dari kehidupan pekerjaan
302 sehari-hari. Birman, dkk 2002; Guskey 2003 menjelaskan
bahwa pengembangan harus bersifat “coheren dan integrated serta inquiry-based. King Newmann 2000 dalam Kedzior Fifield
2004 juga menyebutkan bahwa dalam pengembangan profesional perlu memanfaatkan guru kendali serta terinformasikan
ditunjukkan melalui prestasi siswa. Pengembangan profesional juga merupakan evaluasi diri dari kehidupan pekerjaan sehari-hari
guru Guskey, 2003. Kedzior Fifield 2004 menyatakan bahwa proses pengembangan profesional adalah suatu proses
berlanjut, baik perencanaan, implementasi, refleksi, evaluasi maupun revisi. Hasil penelitian Association for Supervision and
Curriculum
Development 2003
menemukan bahwa
pengembangan profesional seharusnya direncanakan secara berlanjut. Hal itu memungkinkan perolehan substansi bahan
belajar yang lebih banyak, dan peluang terjadinya pembelajaran yang aktif serta pengembangan hubungan yang koheren antar
guru. Hasil penelitian Bull, dkk. 1994 waktu untuk pengembangan profesional guru seharusnya bersifat berkelanjutan.
Selanjutnya ia mengemukakan bahwa pengembangan profesional yang efektif harus menyatu dalam kehidupan guru sehari-hari dan
merupakan kegiatan terus menerus. Dari beberapa hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa perencanaan pengembangan
profesional guru perlu secara berkelanjutan dan dibuat oleh guru, sekolah dan Dinas Pendidikan. Berbagai kegiatan pengembangan
yang dapat dilakukan misalnya pengembangan secara individual, pendidikan lanjut, dan pendidikan dalam jabatan sebagaimana juga
penulisanpenyusunan kurikulum, kerjasama peer group, belajar kelompok, dan pendampingan kelompok atau mentoring. Guskey
2003:38-
54 mengemukakan bahwa “guru belajar dan mengumpulkan pengetahuan profesional melalui kegiatan
penelitian. Pengembangan profesional yang memiliki karakteristik dan kualitas tinggi saat ini dapat diurutkan dari penelitian dan
diikuti oleh jenis yang lain”. Birman, dkk. 2000 dalam Kedzior Fifield 2004 mengemukakan bahwa pengembangan
profesional guru mengarahkan pada proses belajar dan refleksi secara terus menerus melalui belajar aktif dimana guru dapat
terlibat dalam diskusi, perencanaan dan penerapan hal yang dipelajari dimana merupakan bagian dari aktivitas pengembangan
profesional. Bull, dkk. 1994 menyatakan bahwa guru sebagai bagian dari masyarakat juga mempunyai kesempatan untuk
303 berpartisipasi dalam pembuatan keputusan dan memecahkan
masalah secara bersama. Hampir sama dengan hasil penelitian Belcastro et al., 1992; Conley, 1989 dalam Hea-Jin Lee, 2005
yang menyatakan bahwa untuk para guru, berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan program pengembangan profesional
menjadi rantai pengembangan profesional ke depan yang bersifat kolaboratif bersama pengelola sekolah. Hasil penelitian Daugherty
Richard 1993 menyatakan bahwa topik-topik pengembangan biasanya dipilih dan direncanakan berdasarkan masukan-masukan
guru. Senada dengan hasil penelitian tersebut, Brown 2002 menyatakan bahwa suatu rencana pengembangan yang baik tidak
akan tersusun hanya sekali saja dalam suatu pertemuan, melainkan harus berupa kegiatan berkesinambungan dan merupakan masukan
dari guru.