Dampak pada kemampuan peserta didik

27 dilakukan oleh Hammond 2004. Survei nasional di Jerman menemukan data bahwa 83 dari seluruh responden umumnya sepakat bahwa kelanjutan suatu pendidikan kejuruan adalah cara untuk mendapatkan kontak dengan masyarakat BMBF, 2006.

C. Hubungan peserta didik dengan individu lain

Pembelajaran pendidikan kejuruan seyogyanya mampu membentuk networking antar warga sekolah dengan dunia kerja, yakni; pembentukan jaringan sosial, baik antara peserta didik dan antara peserta didik dan guru, mentor, pakar dan dunia kerja. Hyland 2003, Preston dan Green 2008, memandang proses pembelajaran dalam pendidikan kejuruan memiliki dua tujuan: 1 meningkatkan daya saing ekonomi, dan 2 peningkatan ikatan sosial. Namun, mengejar keuntungan secara ekonomi melalui negara sering terjadi dalam pendidikan kejuruan, sehingga merugikan kedekatan ikatan sosial. Hyland 2003 meyakini pentingnya untuk menjaga keseimbangan antara pengembangan sumber daya sosial dan ekonomi di pendidikan kejuruan VET. Keuntungan sosial dari VET tergantung pada jaringan pembelajar yang ada dan akses ke lembaga. Salah satu penjelasan yang mungkin adalah hubungan antar komunitas yang kuat mengurangi kebutuhan kualifikasi formal untuk masuk ke pasar tenaga kerja. Hubungan antara peserta didik dan mentor dalam pendidikan kejuruan juga faktor penting. Ada berbagai jenis mentoring: mentoring industri di sekolah melalui kemitraan dunia usaha- lembaga pendidikan, mentoring yang ditujukan untuk mendukung kaum muda dari etnis minoritas, atau mentoring sebagai intervensi dalam menanggapi isu tertentu. Colley 2003 telah menunjukkan bahwa mentoring peserta didik sangat penting yang memiliki peran positif untuk menunjang keberhasilan dan menawarkan rekomendasi bagi kaum muda dalam pelatihan. Pada beberapa kasus, hubungan antara peserta didik dan mentor dapat mengubah sikap masyarakat, nilai-nilai dan keyakinan, baik untuk pelajar dan mentor Majors et al., 2000. Keberadaan jaringan sosial dapat berbeda tergantung pada tempat belajar. Di beberapa negara, dunia kerja merupakan konteks yang penting untuk belajar dipendidikan kejuruan. Sebuah survei yang dilakukan di antara 271 siswa magang di Jerman pada pekerjaan komersial mampu mengukur hubungan antara motivasi 28 belajar dan tingkat integrasi magang ke dalam budaya perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan terhadap integrasi perasaan ke dalam komunitas di tempat kerja, tingkat self-efficacy dan motivasi belajar Muller, 2009. Pencapaian ketiga hasil bagi peserta didik yang dimediasi oleh hubungan dengan majikan mereka atau majikan Muller, 2009. Pelaku dunia kerja pengusaha dapat membantu peserta didik untuk mencapai hasil pembelajaran tidak hanya dengan menunjukkan kepada peserta didik bagaimana melakukan pekerjaan mereka, tetapi juga dengan mendukung peserta didik untuk merefleksikan untuk menjadi mandiri dalam memecahkan masalah Collins et al., 1989..

D. Pengakuan terhadap prestasi

Di beberapa negara Eropa kualifikasi kejuruan cenderung dianggap sebagai terbaik kedua di bawah jalur akademik, sehingga baik para pembuat kebijakan dan peneliti sering menguji pertanyaan tentang bagaimana peningkatan “paritas harga diri” antara dua jalur tersebut. Uni Eropa telah membuat peningkatan daya tarik pendidikan kejuruan terhadap pendidikan umum sebagai bagian dari agenda pendidikan kejuruan VET, masyarakat akademik telah menunjukkan minat yang lebih besar Lasonen dan Manning, 2001. Cedefop melakukan sebuah analisis komparatif dari pendidikan kejuruan dalam konteks Eropa yang mengacu pada upaya negara-negara Eropa untuk mengatasi gagasan VET sebagai terbaik kedua. Studi ini menunjukkan bahwa beberapa negara, seperti Austria dan Swedia, pendidikan kejuruan telah memiliki penyerapan lebih besar di banding sekolah umum 80 dan 54. Cedefop, 2008. Hasil penelitian Vickers dan Bekhradnia 2007 menunjukkan bahwa peserta didik yang mengambil kualifikasi kejuruan diberikan poin lebih yang digunakan untuk masuk ke pendidikan lebih tinggi, dibandingkan peserta didik yang memakai ijazah pendidikan umum. Peserta didik pada pendidikan kejuruan juga diberikan poin lebih dibandingkan rekan-rekan mereka yang belajar di universitas. Perlakuan yang berbeda terhadap siswa dari jalur pendidikan kejuruan dalam menempuh pendidikan tinggi dibandingkan siswa yang berasal dari pendidikan umum, telah 29 merendahkan kualifikasi kejuruan. Siswa yang mengambil kualifikasi kejuruan telah dianggap kurang dapat berkembang di pendidikan tinggi. Hasil penelitian tersebut juga memberikan informasi bahwa tidak ada perbedaan antara aspirasi siswa dengan kualifikasi kejuruan dan kualifikasi akademik ketika kemampuan sebelumnya dipertimbangkan. Meskipun proporsi peserta didik dari jalur akademis yang bercita-cita ke universitas lebih tinggi daripada proporsi siswa dari rute kejuruan, hal ini mungkin disebabkan oleh fakta bahwa kemampuan siswa yang lebih rendah cenderung memilih untuk belajar di pendidikan kejuruan, yang merefleksikan status dari jalur ini dibandingkan dengan siswa yang memilih untuk belajar di jalur akademik.

E. Potensi untuk kemajuan pendidikan

Sebagai baian dari sistem pendidikan nasional, kemajuan atau keberhasilan pendidikan kejuruan akan mendorong timbulnya penghargaan dan pengakuan tidak hanya untuk pendidikan kejuruan sendiri tetapi juga berdampak pada kemajuan pendidikan akademik secara nasional. Pendidikan kejuruan di Indonesia mendidik siswanya untuk mampu bekerja sesuai bidang yang ditekuni, melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi, dan mampu membuka usaha sendiri berwirausaha. Terkait dengan potensi peserta didik dari pendidikan kejuruan untuk masuk ke pendidikan akademik, kajian yang dilakukan oleh Hatt dan Baxter 2003 menunjukkan bahwa pendidikan kejuruan di Inggris siswanya masih kurang siap untuk masuk ke pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan siswa yang datang dari jalur akademik. Kegagalan ini disebabkan kurangnya persiapan mereka dalam proses pendidikan sebelumnya untuk berpindah menyeberang ke jalur akademik, sehingga peserta didik tertinggal sementara dalam memperoleh keterampilan yang diperlukan. Lebih lanjut Hatt dan Baxter menemukan bahwa jumlah peserta didik yang berpindah dari jalur vokasi vocational ke jalur akademik jumlahnya relatif kecil, sehingga disimpulkan bahwa keterampilan yang dipelajari oleh siswa pendidikan kejuruan harus diakui dalam sistem pendidikan tinggi untuk memungkinkan perkembangannya Hatt dan Baxter, 2003.