Pembinaan Guru dalam Jabatan

272 Teachers of vocational education are both profesionally and occupationally competent. Teachers are the most important and critical element in vocational education. The values, skills, professional knowledge, experience, and human relations factors that a teacher possesses largely menentukan the quality of learning opportunities that occur in the name of vocational education Miller, 1985:81 Guru adalah tulang punggung penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas yang menjadi harapan masyarakat. Harapan- harapan terhadap guru Surya, 2000:5 dapat dilihat dari berbagai sudut pandang antara lain: 1 dari sudut pandang siswa, guru yang ideal adalah guru yang memiliki penampilan sebagai sumber motivasi belajar yang menyenangkan. Pada umumnya siswa menginginkan gurunya memiliki sifat yang ideal sebagai teladan, bersikap ramah dan penuh kasih sayang, penyabar, menguasai materi pelajaran, mampu mengajar dengan suasana menyenangkan dan sebagainya; 2 dari sudut pandang orang tua, guru yang diharapkan adalah sosok yang menjadi mitra pendidik bagi anak- anak yang dititipkan untuk dididik. Orangtua sangat menginginkan guru berperan sebagai orangtua di sekolah sehingga dapat melengkapi, menambah, memperbaiki pola-pola pendidikan di dalam keluarga; 3 dari sudut pandang pemerintah, agar para guru diharapkan mampu berperan secara profesional sebagai unsur penunjang kebijakan dan progam pemerintah terutama di bidang pendidikan. Dengan kata lain, guru merupakan wakil pemerintah dan wakil masyarakat dalam mempersiapkan warga negara masa depan; 4 dari sudut pandang masyarakat luas, guru merupakan wakil masyarakat di lembaga pendidikan dan wakil lembaga pendidikan dalam masyarakat. Guru merupakan unsur masyarakat yang diharapkan mampu mempersiapkan anggota masyarakat yang sebaik-baiknya; 5 dari sudut pandang budaya, guru merupakan subyek yang berperan dalam proses pewarisan budaya antar generasi dalam pelestarian nilai budaya; 6 dari sudut pandang guru sendiri, guru mengharapkan adanya pengakuan keberadaan dirinya sebagai insan pendidikan dan diberi peluang mewujudkan ”otonomi pedagogisnya” secara profesional. 273 Dalam mewujudkan otonomi pedagogisnya, guru mengharapkan agar memperoleh kesempatan untuk mewujudkan kinerja pribadi dan profesionalnya melalui pemberdayaan diri secara kreatif. Guru juga mengharapkan agar memperoleh perlakuan yang wajar dan adil sesuai dengan hak dan martabatnya. Mitchel mengemukakan pandangannya terhadap guru yang menjadi harapan sebagai berikut. ...guru secara terus menerus memperbaiki catatan profesinya sebagai sebuah keharusan. Guru harus berpartisipasi aktif dalam pekerjaannya seperti melakukan pengembangan kurikulum, memilih peralatan dan bahan pengajaran; mempelajari perkembangan informasi dan keterampilan profesionalnya terus menerus; guru melakukan penelitian terhadap peningkatan pengetahuan dan keterampilan profesionalnya namun juga hidup bermakna bagi lingkungannya. Mengembangkan seni dapat meningkatkan kepekaan dan responsif terhadap berbagai pengalaman yang bermutu Mitchel, 1950:56- 57 Perkembangan yang terjadi pada diri guru perlu terjadi secara utuh dan bersifat alamiah, kreatif serta menyatu dengan semua fungsi dan hubungan dalam kehidupan sehari-hari. Guru merupakan anggota sekolah yang bekerja aktif dalam pelaksanaan kurikulum dan aspek lainnya yang terkait dengan profesinya. Kesiapan guru dalam profesinya juga termasuk kewajiban- kewajiban untuk mempelajari apa yang terjadi pada siswa dan masyarakat; melakukan perencanaan pengajaran dan mengembangkan bahan ajar. Guru dalam profesinya dituntut kreatif khususnya dalam menghadapi berbagai permasalahan muridnya. Kubow Fossum 2003:184 mengemukakan bahwa profesionalisme praktis mengacu pada pengalaman praktis guru dan evaluasi diri yang dilakukan guru terhadap pekerjaan dan peran-perannya di sekolah. Wilson 1962 mengemukakan pandangannya tentang profesi guru sebagai berikut. …eksistensi guru sebagai suatu profesi hanya ada pada masyarakat yang sudah maju. Pada masyarakat yang 274 statis, nilai-nilai, metode-metode, keterampilan- keterampilan dan segala sesuatu biasanya berlangsung secara turun temurun yakni diturnkan dari ayah kepada anaknya laki-laki. Suatu keterampilan yang dipelajari dari praktisi secara langsung bukan dari guru, proses tersebut dinamakan magang, dan pebelajarnya disebut sebagai peserta magang bukan siswa Wilson, 1962:5. Menurut Villegas-Reimers 2003:34, jika diibaratkan seorang dokter yang membuka praktek pengobatan pasien, maka dokter tersebut memecahkan masalah fisik pasien; sama halnya dengan guru dalam mengajar merupakan sebuah proses membantu memecahkan masalah bagi siswa dalam hal belajar. Jika guru mengajar diibaratkan sebagai seorang peneliti yang secara terus- menerus menggali dan mengembangkan kemampuannya dalam meneliti, maka guru harusnya juga secara terus-menerus menggali: 1 cara mengembangkan kemampuan mengajarnya; 2 cara memperbaiki pola mengajar maupun pengelolaan pembelajaran; dan 3 cara mengembangkan kemampuan diri dalam skala yang lebih luas misalnya ketika harus menangani berbagai permasalahan sekolah. Dalam konteks guru sebagai sebuah profesi, Kubow Fossum 2003:182 mengemukakan beberapa istilah yang perlu dipahami arti sesungguhnya. Menurunya, kebanyakan orang masih terbalik dalam memaknai istilah profesionalisasi dan profesionalisme. Profesionalisasi dalam hal ini diartikannya sebagai dipenuhinya persyaratan-persyaratan; dimilikinya lisensi untuk praktek; dimilikinya sertifikasi nasional bagi seorang guru. Sedangkan profesionalisme dimaknai sebagai kemampuankeahlian seseorang terhadap suatu bidang tertentu serta dimilikinya kewenangan dan otonomi dalam menentukan pekerjaannya misalnya sebagai seorang guru. Ia juga menjelaskan bahwa: “…profesional pada umumnya dipahami sebagai seseorang yang memenuhi syarat sebagai pelayan masyarakat dan mampu memanfaatkan keterampilan intelektual yang dimilikinya untuk bekerja serta mampu berkembang secara terus menerus melalui berbagai pelatihan keterampilan dibidangnya”. Menurutnya terdapat dua orientasi profesionalisme 275 guru yakni: 1 profesionalitas terbatas dan 2 profesionalitas terbuka. Profesionalitas terbatas adalah seorang guru yang memiliki hanya pada mengajar, menggunakan kewenangan sebagai guru sepenuhnya di dalam kelas, serta melakukan pengajaran dengan baik. Sedangkan profesionalitas terbuka adalah seorang guru yang melihat tanggung jawabnya lebih besar dalam hal mengembangkan kelas, dan juga siap bekerjasama dengan teman guru dalam mengembangkan berbagai hal serta juga melakukan evaluasi terhadap kualitas mengajarnya sendiri. Sejalan dengan pandangan di atas, profesionalisme guru menurut Kubow Fossum 2003 diartikan sebagai sesuatu yang klasik, fleksibel, praktis dapat diaplikasikan, terbuka dapat dikembangkan dan kompleks serta lebih luas memandang pekerjaan maupun perannya. Profesionalisme klasik seringkali dilihat sebagai sebuah profesi dengan mengacu pada model profesi hukum atau kedokteran. Profesionalisme fleksibel lebih mengacu pada keahlian dan pengalaman sehari-hari guru dalam mengajar di kelas maupun di masyarakat. Profesionalisme praktis mengacu pada pengalaman praktis guru dan penilaiannya terhadap pekerjaan dan peran-perannya. Profesionalisme terbuka menekankan pada kerja guru sebagai kolaborator dalam kebijakan-kebijakan sekolah. Konsep dasar profesionalisme adalah keterlibatan guru dalam pembuatan keputusan pada tingkat sekolah, meski mereka hanya boleh memberi reaksirespons terhadap keputusan yang terkait dengan penyelenggaran kurikulum maupun persekolahan yang menjadi kewenangannya.

D. Pengembangan Profesional Guru

Pengembangan profesional guru merupakan totalitas pengalaman belajar, baik yang harus dilakukan melalui aktivitas formal maupun informal dan tidak terputus sepanjang awal karir sampai masa pensiun. Pengembangan profesional guru masih sering dianggap tidak sepenting permasalahan yang terjadi pada proses pembelajaran di kelas, sehingga upaya untuk melakukan pengembangan profesionalpun tidak tinggi. Secara substansi, pengembangan profesional masih lemah dan secara politik bahkan dimarjinalkan, sehingga diperlukan upaya lebih keras secara intelektual maupun emosional serta mempertimbangkan berbagai kondisi yang dihadapi guru saat ini. Easton 2008:755 menjelaskan 276 bahwa proses pengembangan profesional membutuhkan suatu rencana yang jelas dan aktual dalam suatu sistem pendidikan demi tercapainya tujuan perbaikan secara berkesinambungan dan siswa dapat belajar lebih baik. Sistem yang dimaksud meliputi sekolah, dinas pendidikan, kerjasama pendidikan asosiasi dibidang pendidikan, universitas dan pusat-pusat pelatihan guru. Pengembangan profesional guru merupakan hal penting bagi pencapaian tujuan pendidikan secara luas sehingga sudah seharusnya menjadi perhatian guru, sekolah maupun Dinas Pendidikan. Dalam melakukan pengembangan dibutuhkan investasi, meskipun sampai saat ini dianggap belum cukup, dan bahkan mungkin tidak akan pernah cukup. Banyak aktivitas pengembangan profesional guru yang telah dilakukan belum mengarahkan suatu perubahan pada pola mengajarnya. Hal tersebut akan tentu bukan menjadi harapan semua apabila terjadi secara terus menerus. Untuk itu, pembuat keputusan, masyarakat maupun penyelenggara pendidikan harus mempertimbangkan untuk memenuhi kebutuhan pengembangan profesional guru dengan melakukan pengurangan sumber daya yang lain. Apabila pengembangan profesional tidak dilakukan secara terus menerus, sulit mengharapkan terjadi perubahan atau perbaikan dalam pola pengajaran. Demi memperoleh kepercayaan dari berbagai pihak, maka diperlukan perencanaan yang baik. Pada pasal 2 ayat 2 UURI nomor 14 tahun 2005 menyatakan tentang kedudukan guru secara profesional sebagai berikut. Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dibuktikan dengan sertifikat pendidik. Pada pasal 1 ayat 12 disebutkan bahwa sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional”. Dalam konteks profesi, istilah capacity building atau pengembangan kapasitas guru sudah sering digunakan sebagai bagian dari proses pencapaian suatu profesionalisme pendidik. Menurut UNDP 1991, istilah capacity building diartikan sebagai: 1 pengembangan sumberdaya manusia, proses penyiapan individu dengan berbagai pemahaman, penyiapan keterampilan serta kemampuan dalam mengakses informasi, pengetahuan, serta penyediaan pelatihan yang dapat meningkatkan kinerja; 2 pengembangan organsisasi, penjabaran struktur manajemen, proses dan prosedur, baik secara internal organisasi maupun 277 pengembangan hubungan di antara organisasi-organisasi dan sektor-sektor yang berbeda publik, swasta dan masyarakat; 3 pengembangan institusi dan kerangka hukum, membuat undang- undang dan peraturan dalam meningkatkan kapasitas organisasi, institusi dan agen-agennya pada semua tingkatan maupun sektor dalam meningkatkan kapasitasnya. Konsep dan kegiatan pengembangan profesional harus disusun dan dikembangkan melalui berbagai diskusi ilmiah yang mendalam serta terbuka. Dengan capacity building, diharapkan terjadi pengembangan profesional dimana guru diberi kesempatan untuk memperbaiki kemampuan dan keterampilan mengajarnya serta meningkatkan keyakinan eficacy individu Zambo Zambo, 2008:167. Bandura 1997 mengatakan bahwa: 1 eficacy individu sangat erat kaitannya dengan motivasi guru, yang dapat memberi dampak terhadap prestasi siswa; 2 guru yang telah melakukan pengembangan profesional mengalami peningkatan kemampuan dalam menyiapkan pekerjaannya; 3 guru yang memiliki kekuatan eficacy cenderung menyediakan waktu yang memadai untuk melakukan perencanaan, merancang dan mengorganisasikan pembelajarannya; 4 guru menjadi lebih terbuka terhadap ide atau gagasan baru dalam bidang pengajaran, guru juga menjadi lebih suka mencoba strategi baru agar tujuan pembelajarannya tercapai, serta mampu menetapkan target yang cukup tinggi terhadap prestasi siswanya; 5 selain itu guru yang telah mengikuti pengembangan profesional secara terus menerus mampu mengevaluasi diri apakah pengajarannya mengalami perubahan atau tidak; 6 pengembangan profesional cukup memberi pengaruh pada peningkatan kemampuan atau keterampilan guru melalui berbagai latihan khususnya dalam menghadapi tantangan saat ini seperti penggunaan teknologi.

E. Konteks Pengembangan Profesional Guru