Ngarawunan, merupakan ritual untuk meminta isi padi agar tumbuh dengan

empat jiwa sebanyak 136 responden 45,80. Bila ditinjau dari jumlah tanggungan keluarga, yaitu rata-rata jumlah tanggungan tiga jiwa per keluarga, berarti satu kepala keluarga petani harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup empat orang anggota keluarganya. Pujowati et al. 2010 mengemukakan bahwa anggota keluarga sebanyak empat orang per kepala keluarga merupakan sumber tenaga kerja potensial dan apabila dimanfaatkan secara optimal dapat meringankan beban kepala keluarga.

5.2.4. Tingkat Pendidikan Formal

Pendidikan formal yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah pendidikan akademik yang dilalui oleh responden secara reguler pada jenjang- jenjang tertentu. Tingkat pendidikan formal mempunyai peran penting dalam membentuk pola pikir masyarakat dalam bertindak. Tingkat pendidikan masyarakat yang rendah mempengaruhi pola pikir masyarakat, sehingga sulit untuk menerima hal-hal baru atau inovasi yang dapat menambah wawasan, pengalaman dan pengetahuan Kadir 2005. Tabel 18. Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan formal N o Lokasi desa penelitian Jumlah respon- den Tingkat pendidikan formal Tidak tamat SD-tamat SD Rendah SLTP- SLTA Sedang Perguruan Tinggi Tinggi 1 Tamansari 30 25 83,3 5 16,6 2 Tapos I 30 29 96,6 1 3,4 3 Sirnaresmi 32 30 93,7 2 6,3 4 Mekarnangka 28 23 82,1 5 17,9 5 Cipeuteuy 58 48 82,8 10 17,2 6 Pangradin 36 35 97,3 1 2,7 7 Malasari 53 40 75,5 11 20,8 2 3,7 8 Lebak Gedong 30 28 93,4 2 6,6 Jumlah Persentase 297 258 86,9 37 12,4 2 0,7 Pada Tabel 18 terlihat bahwa mayoritas responden dengan tingkat pendidikan formal tergolong rendah 86,9, yaitu hanya berpendidikan dasar SD dan sedikit sekali responden 12,4 dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi SLTP-SLTA. Selain itu, masih terdapat kepala keluarga yang tidak menamatkan pendidikan dasar SD. Indikator tingkat pendidikan formal menunjukkan bahwa kualitas sumber daya manusia di sekitar kawasan TNGHS mayoritas dalam kategori rendah. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat diakibatkan adanya keterbatasan biaya, sarana, dan prasarana. Hal ini terlihat dari minimnya sarana pendidikan, jumlah sekolah dan jumlah guru yang terbatas serta sekolah-sekolah lanjutan yang hanya berada di pusat kecamatan dengan jumlah yang terbatas. Akses yang jauh ke sekolah juga menjadi penghambat bagi masyarakat untuk bersekolah. Biaya yang tinggi dan kemampuan ekonomi masyarakat yang rendah merupakan penyebab kurangnya minat masyarakat untuk bersekolah. Tingkat pendidikan yang rendah menjadikan masyarakat tidak punya pilihan pekerjaan lain kecuali bekerja sebagai petani. Hardjanto 2002 mengemukakan bahwa tingkat pendidikan petani yang rendah berdampak pada keterbatasan