Jenis Mata Pencaharian Karakteristik Individu Masyarakat di Sekitar Kawasan TNGHS

R e sp o n d e n Desa Penelitian lahan sawah di kawasan TNGHS Tdk punya sawah Rendah ≤ 0,25 ha Sedang 0,25 ha Tinggi pinus Pinus merkusi untuk menunjang kebutuhan ekonomi rumah tangga. Jenis penggunaan lahan dengan tanaman poh-pohan Pilea melastomoides membuat kondisi hutan tetap terjaga dan masyarakat mendapatkan keuntungan dari penggunaan lahan. Tabel 25. Sebaran responden berdasarkan luas lahan garapan di kawasan TNGHS N o Desa penelitian Jumlah respon den Jumlah responden berdasarkan luas lahan garapan kebun dan atau sawah di kawasan TNGHS 0,5 ha Rendah 0,5 – 1,0 ha Sedang 1,0 ha Tinggi 1 Tamansari 30 24 80,0 6 20,0 2 Tapos I 30 29 96,7 1 3,3 3 Sirnaresmi 32 21 65,6 8 25,0 3 9,4 4 Mekarnangka 28 21 75,0 4 14,3 3 10,7 5 Cipeuteuy 58 50 86,2 7 12,1 1 1,7 6 Pangradin 36 14 38,8 15 41,6 7 19,4 7 Malasari 53 36 67,9 16 30,2 1 1,9 8 Lebak Gedong 30 5 16,6 15 50,0 10 33,4 Jumlah responden Persentase 297 200 67,4 72 24,2 25 8,4

c. Penggunaan lahan garapan di kawasan TNGHS

Penggunaan lahan di kawasan TNGHS oleh masyarakat berupa sawah dan atau kebun dengan luas lahan yang bervariasi. Pada dasarnya pemanfaatan lahan di kawasan TNGHS bertentangan dan melanggar hukum, namun karena sudah berlangsung sejak sebelum adanya penunjukkan kawasan, maka pihak pengelola taman nasional memberikan kebijaksanaan dengan memperbolehkan penggunaan lahan garapan tetapi tidak diperkenankan adanya perluasan lahan. Masyarakat juga di wajibkan menanam tanaman kehutanan di lahan garapannya seperti tanaman Puspa Schima wallichii, kayu Afrika Maesopsis emini dan Rasamala Altingia excels sebanyak 400 pohonha dengan jarak 5x5 m. Jumlah tanaman kehutanan yang ditanam tergantung dari luasan lahan garapan masing-masing petani. Gambar 8. Sebaran responden berdasarkan luas lahan sawah di TNGHS Pada Gambar 8 dapat di lihat bahwa sebagian besar responden tidak memiliki lahan sawah di kawasan TNGHS, yaitu sebanyak 174 responden atau 58,59 dari total responden. Sebanyak 41,41 responden memiliki sawah di kawasan TNGHS dengan luas yang bervariasi, yaitu berkisar antara 0,02–0,25 ha dengan katagori sedang 31,65, dan kegori tinggi 9,76 dengan selang antara 0,28–1,5 ha. Semua responden 100 di Desa Pangradin dan Desa Tamansari tidak mempunyai lahan garapan sebagai sawah. Masyarakat Desa Pangradin tidak memiliki lahan sawah di kawasan karena mereka lebih tertarik memanfaatkan lahan garapan TNGHS sebagai kebun karet, sehingga mendapatkan penghasilan setiap hari dari hasil sadapan getah karet. Masyarakat Desa Tamansari tidak menggunakan lahan garapan sebagai sawah, yaitu dengan memanfaatkan lahan kawasan melalui penanaman tanaman poh-pohan dibawah tegakan pinus dan damar. Sebagian besar responden di ke-tiga desa penelitian, yaitu di Desa Sirnaresmi 71,90, Desa Malasari 50,95 dan Desa Mekarnangka 53,57 menggarap sawah di lahan kawasan TNGHS dengan katagori sedang ≤0,25 ha, sedangkan di Desa Lebak Gedong 50,0 dengan kategori tinggi 0,25 ha. Sebagian besar responden 91,25 menggunakan lahan kawasan TNGHS sebagai kebun dengan luas lahan yang bervariasi, yaitu berkisar antara 0,01–3,0 ha. Sebagain besar responden memiliki kebun dengan luas katagori sedang 54,21 sampai kategori tinggi 35,04. Sebagian besar responden di Desa Pangradin 63,80 dan Desa Lebak Gedong 76,70 memiliki kebun dengan luas kategori tinggi, yaitu rata-rata 1,0 ha di Desa Pangradin dan 0,63 ha di Desa Lebak Gedong. Mereka memanfaatkan sumber daya hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup subsisten Harada et al. 2001. Tingkat ketergantungan lahan akan semakin meningkat dengan bertambahnya penduduk di dalam dan di sekitar kawasan TNGHS. Gunawan et al. 2013 juga mengemukakan bahwa tingkat ketergantungan lahan untuk usaha tani di kawasan taman nasional oleh eks peserta PHBM masa pengelolaan Perum Perhutani menjadi semakin meningkat dengan semakin bertambahnya pendududuk, sementara ketersediaan lahan tidak bertambah.

d. Tahun garapan responden di kawasan TNGHS

Mulai menggarapnya responden di kawasan TNGHS dibagi dalam tiga periode, yaitu sebelum tahun 2003, tahun 2003–2006 dan di atas tahun 2007. Sebelum tahun 2003 adalah sebelum adanya perluasan kawasan TNGHS, sedangkan pada tahun 2003–2006 adalah masa transisi setelah adanya penunjukkan perluasan kawasan TNGHS dimana Perum Perhutani telah melimpahkan kawasan hutan namun pelimpahan perluasan kawasan baru terselesaikan tahun 2006. Tahun 2007, kawasan TNGHS secara administrasi di kelola oleh BTNGHS.