Luas lahan garapan responden di kawasan TNGHS

R e sp o n d e n Desa Penelitian Tahun garapan responden di lahan kawasan TNGHS 2003 2003-2006 2007-2011 Gambar 9. Sebaran responden mulai menggarap lahan kawasan TNGHS Pada Gambar 9 dapat di lihat bahwa rata-rata responden telah menggarap lahan di kawasan TNGHS berkisar antara 2 sampai 30 tahun dengan rata-rata 12,76 tahun. Sebagian besar responden 63,63 telah menggarap lahan kawasan TNGHS sebagai lahan perkebunan atau pertanian sejak sebelum adanya perluasan penunjukkan kawasan menjadi taman nasional, yaitu semenjak pengelolaan oleh Perum Perhutani dengan pola PHBM. Hasil penelitian Galudra 2005, didapatkan bahwa pada beberapa bagian kawasan hutan yang ditunjuk telah lama digunakan oleh masyarakat sebagai lahan pertanian. Sebanyak 45 responden atau 15,16 dari total responden mulai menggarap lahan kawasan sebagai lahan pertanian atau perkebunan setelah adanya penunjukkan kawasan menjadi taman nasional. Hal ini mengindikasikan bahwa selama masa transisi pengelolaan telah terjadi perambahan kawasan oleh masyarakat sekitar hutan, karena sejak tahun 2003 Perum Perhutani telah melimpahkan pengelolaannya ke pihak Balai Taman Nasional, sedangkan proses administrasi pelimpahan baru terealisasi pada tahun 2006. Beberapa responden mulai menggarap lahan kawasan TNGHS sejak tahun 2007–2011, yaitu sebesar 21,21 atau 63 responden dari total responden. Hal ini terjadi karena terbatasnya kemampuan pengelola taman nasional dalam melakukan pengamanan taman nasional karena areal kawasan konservasi yang relatif luas. Selain itu kuantitas jumlah tenaga pengelola taman nasional masih sangat terbatas, terutama tenaga lapangan. Saat ini hanya terdapat 45 orang jagawana yang bertugas melindungi kawasan TNGHS dengan luas sekitar 113.357 hektar. Dunggio dan Gunawan 2009 mengemukakan bahwa selain partisipasi masyarakat, keberhasilan pengelolaan taman nasional sangat ditentukan juga oleh kualitas dan kuantitas sumber daya manusia. Oleh karena itu pihak pengelola perlu meningkatkan pengawasan supaya tidak terjadinya perluasan penggunaan lahan kawasan TNGHS oleh masyarakat.

5.2.11. Tingkat Pendapatan

Pendapatan keluarga diukur dengan banyaknya akumulasi pendapatan semua anggota keluarga, setelah dikonversi menjadi per bulan, satuannya adalah rupiah per bulan. Besar kecilnya pendapatan petani mempengaruhi keputusan apa yang akan dikerjakan dan jenis usaha yang akan dilakukannya pada sebidang lahan yang dimilikinya. Pendapatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seluruh pendapatan responden, baik dari pendapatan utamapokok maupun pendapatan dari pekerjaan sampingan dalam hubungannya dengan pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari. Dengan kondisi masyarakat yang bergerak di sektor pertanian maka tentu saja sektor tersebut yang menjadi sumber penerimaan utama kepala keluarga. Berdasarkan hasil perhitungan persamaan selang nilai Supranto 2000 maka didapatkan bahwa pendapatan responden di bawah Rp 800.000 dengan kategori rendah, pendapatan Rp 800.000 sampai Rp 1.500.000 dengan kategori sedang dan pendapatan di atas Rp 1.500.000 dengan kategori tinggi. Pada Tabel 26 terlihat bahwa sebagian besar responden 43,8 memiliki total pendapatan antara Rp 800.000 sampai Rp1.500.000bulan dengan kategori tingkat pendapatan sedang. Rata-rata pendapatan responden sebesar Rp 1.182.000 per bulan dengan selang antara Rp 356.000 sampai Rp 2.650.000,- Tabel 27. Tingkat pendapatan masyarakat di sekitar kawasan TNGHS berada di bawah upah minimum reginal UMR provinsi Jawa Barat Kabupaten Bogor yaitu sebesar Rp 2.042.000, dan Kabupaten Sukabumi sebesar Rp 1.201.000 maupun Provinsi Banten Kabupaten Lebak sebesar Rp 1.187.000,-. Tabel 26. Sebaran responden berdasarkan tingkat pendapatan berdasarkan pekerjaan utama dan pekerjaan sampingan N o Lokasi desa penelitian Jumlah respon- den Jumlah responden berdasarkan tingkat pendapatan dari pekerjaan utama dan pekerjaan sampingan Rpx1.000 Rp 800 Katagori rendah Rp 800 – 1.500 Katagori sedang Rp 1.500 Katagori tinggi 1 Tamansari 30 6 20,0 17 56,6 7 23,4 2 Tapos I 30 7 23,3 14 46,6 9 30,1 3 Sirnaresmi 32 14 43,8 8 25,0 10 31,3 4 Mekarnangka 28 10 35,7 14 50,0 4 14,3 5 Cipeuteuy 58 7 12,1 31 53,4 20 34,5 6 Pangradin 36 5 13,9 13 36,1 18 50,0 7 Malasari 53 7 13,2 19 35,9 27 50,9 8 Lebak Gedong 30 11 36,6 14 46,6 5 16,8 Jumlah responden Persentase 297 67 22,6 130 43,7 100 33,7 Penghasilan responden dari hasil pertanian tidak menentu, sangat dipengaruhi oleh faktor cuaca, dan faktor pasar penawaran dan permintaan barang. Pasar hasil pertanian juga dikuasai tengkulak sehingga sebagian besar petani tidak memiliki posisi tawar yang tinggi. Sebanyak 67 responden atau 22,56 termasuk keluarga dengan tingkat pendapatan yang rendah, yaitu di bawah Rp 800.000bln. Sebagian besar responden tidak mempunyai pekerjaan