sumber daya lahan sangat tinggi. Lahan garapan pertanian masyarakat dapat berupa sawah maupun pertanian lahan kering. Lahan garapan yang diusahakan
masyarakat umumnya lahan milik dan lahan negara.
Tabel 14. Jumlah penduduk desa kajian menurut mata pencaharian
N o
Lokasi desa penelitian
Jenis mata pencaharian Petani
Pedagang PNS
Peg- swasta
Buruh tani
Lainnya Jum-
lah 1 Tamansari
51,7 7,97
9,9 4,5
20,8 5,1
3.576 2 Tapos I
24,3 23,1
1,6 4,1
38,4 8,6
4.220 3 Sirnaresmi
85,2 4,9
0,2 0,1
2,9 6,7
3.309 4 Mekarnangka
41,0 2,9
0,2 0,4
18,4 37,2
1.326 5 Cipeuteuy
31,4 15,7
0,5 10,5
31,4 10,4
4.996 6 Pangradin
50,8 3,4
0,4 -
42,4 3,1
2.352 7 Malasari
56,5 5,1
0,1 14,1
14,1 10,1
6.202 8 Lebak Gedong
51,7 6,8
1,5 13,5
17,7 8,9
780 Jumlah responden
Persentase 12.592
47,1 2.538
9,5 479
1,8 1.739
6,5 5.968
22,3 3.445
12,8 26.761
c. Pendidikan
Tingkat pendidikan masyarakat di sekitar kawasan TNGHS relatif masih rendah, sebagian besar masyarakat dengan tingkat pendidikan tidak tamat atau
hanya tamat SD, dan hanya sebagian kecil dengan tingkat pendidikan SLTP dan SLTA. Indikator tingkat pendidikan formal menunjukkan bahwa kualitas sumber
daya manusia di sekitar kawasan TNGHS dalam kategori rendah. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat diakibatkan adanya keterbatasan biaya, sarana, dan
prasarana. Hal ini terlihat dari minimnya sarana pendidikan, jumlah sekolah dan jumlah guru yang terbatas serta sekolah-sekolah lanjutan yang hanya berada di
pusat kecamatan dengan jumlah yang terbatas. Akses yang jauh ke sekolah juga menjadi penghambat bagi masyarakat untuk bersekolah. Biaya yang tinggi dan
kemampuan ekonomi masyarakat yang rendah merupakan penyebab kurangnya minat masyarakat untuk bersekolah. Tingkat pendidikan masyarakat berdasarkan
data potensi desa tahun 2011 dapat di lihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Tingkat pendidikan masyarakat di sekitar kawasan TNGHS N
o Lokasi desa penelitian
Tingkat Pendidikan Tidak tamat
SD-Tamat SD
Tamat SLTPse-
derajat Tamat
SLTAse derajat
Akademi Perguruan
Tinggi 1 Tamansari
59,40 22,85
12,45 3,53
1,77 2 Tapos I
60,31 33,49
4,94 1,16
0,10 3 Sirnaresmi
91,11 5,88
2,47 0,47
0,07 4 Mekarnangka
76,64 18,80
4,25 0,12
0,19 5 Cipeuteuy
77,44 12,21
9,74 0,10
0,51 6 Pangradin
77,04 17,44
5,20 0,23
0,09 7 Malasari
78,12 12,31
8,65 0,82
0,10 8 Lebak Gedong
88,30 9,69
1,34 0,50
0,17 Rata-rata
76,05 16,58
6,13 0,87
0,38 Sumber: diolah dari data potensi desa tahun 2011
5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Sosial, Ekonomi dan Budaya Komunitas Masyarakat di
Sekitar Kawasan TNGHS
Komunitas masyarakat di sekitar kawasan TNGHS dalam penelitian ini merupakan bagian dari komunitas masyarakat adat dan masyarakat non adat yang
berada di dalam dan di sekitar kawasan TNGHS. Komunitas masyarakat adat dari Kasepuhan Sinarresmi merupakan masyarakat lokal yang ada di wilayah Desa
Sirnaresmi di sekitar kawasan TNGHS. Komunitas masyarakat yang berada di dalam kawasan TNGHS dalam penelitian ini terdiri dari komunitas Desa Malasari
dan Desa Lebak Gedong. Komunitas masyarakat yang berada di sekitar kawasan TNGHS dalam penelitian ini terdiri dari: Desa Cipeuteuy, Desa Mekarnangka,
Desa Tamansari, Desa Tapos, dan Desa Pangradin. Komunitas masyarakat ini sudah lama tinggal sebelum adanya penunjukan perluasan kawasan TNGHS
dengan jumlah komunitas yang terus bertambah setiap tahunnya, baik karena kelahiran maupun pendatang karena ikatan perkawinan. Latar belakang suku
dalam komunitas pada umumnya bersuku Sunda. Etnis lainnya yang berada dalam komunitas jumlahnya sangat sedikit antara lain, yaitu: Suku Jawa dan Padang.
Jumlah penduduk di sekitar kawasan sekitar 51.747 jiwa yang terdiri dari 26.818 jiwa 51,83 laki-laki dan 24.929 jiwa 48,17 perempuan. Mayoritas
jenis mata pencaharian utama masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan TNGHS sebagai petani sebesar 47,60, Selain bertani aktivitas masyarakat yang
lain untuk mencari nafkah adalah sebagai pedagang 10,78, Pegawai Negeri Sipil 1,38, pegawai swasta 5,38, buruh 24,77, pengusaha 0,37 dan yang
mempunyai mata pencaharian lainnya sebesar 9,42. Tingkat pendapatan komunitas beragam, yaitu berkisar dari Rp 356.000,- sampai Rp 2.650.000,-.
Berdasarkan hasil wawancara untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya mereka harus berpenghasilan Rp 1.500.000bulan dengan luas lahan yang digarap
sebesar 1,0 ha.
Selain mempunyai pekerjaan utama sebagian komunitas juga mempunyai pekerjaan sampingan dalam mencukupi kebutuhan rumah tangganya antara lain
sebagai penyadap, beternak, wiraswasta, buruh bangunan, buruh tani, dan angkutan jasaojeg. Sebagian besar masyarakat menggarap lahan di lahan milik
maupun di lahan kawasan TNGHS. Sebelum tahun 2003, masyarakat menggarap lahan pertanian di wilayah Perum Perhutani dengan sistem tumpangsari. Mereka
harus membagi dari hasil produksinya kepada Perhutani sebesar 15–25 atau sesuai kesepakatan. Sejak SK penunjukkan perluasan kawasan dikeluarkan,
konsekuensinya hilangnya akses masyarakat lokal untuk dapat menggarapa lahan pertanian yang sudah sekian lama mereka lakukan.
Akses ke kawasan sangat mudah karena lokasi kampung berdekatan dengan kawasan. Aksesibilitas dari kampung ke kecamatan dengan kondisi jalan aspal
yang mengalami kerusakan namun masih dapat dilalui kendaraan roda empat. Namun jalan penghubung antara kampung sebagian besar merupakan jalan tanah
atau jalan berbatu yang cukup sulit dilalui kendaraan. Transportasi warga ke luar kampung pada umumnya menggunakan ojeg, sehingga biaya transportasi yang
dikeluarkan masyarakat untuk mencapai lokasi tujuan relatif cukup tinggi.
Fasilitas pendukung seperti puskesmas dan prasarana ekonomipasar berada di luar komunitas yang harus dijangkau relatif cukup jauh, seperti pada komunitas
Desa Sirnaresmi dan Desa Cipeuteuy untuk menuju pasar dengan jarak tempuh sekitar 30 km, dengan waktu perjalanan sekitar satu jam. Untuk menuju
Puskesmas dengan jarak sekitar 6 km dengan mutu layanan selama tiga tahun terakhir berdasarkan hasil wawancara dalam kondisi sedang.
Lembaga pendidikan dengan sarana dan prasarananya kurang memadai. Tingkat pendidikan komunitas pada umumnya relatif masih rendah, yaitu hanya
sampai tingkat Sekolah Dasar. Sekolah Menengah Pertama SMP lokasinya jauh dari perkampungan penduduk sehingga banyak masyarakat yang kurang berminat
untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang tersebut karena terbatasnya biaya transportasi yang cukup tinggi. Namun dalam tiga tahun terakhir di beberapa
wilayah desa dengan sarana dan prasarana sudah mulai meningkat dengan bertambahnya saranagedung sekolah SD dan SLTP.
Akses masyarakat terhadap informasi dan komunikasi semakin baik dalam tiga tahun terakhir. Pada umumnya masyarakat mengakses informasi dari radio
dan televisi. Tingkat komunitas mendengarkan radio tergolong jarang, namun untuk menonton televisi tergolong sering. Penduduk pada umumnya belum
menggunakan akses terhadap internet dan surat kabar.
Ketersediaan sarana dan prasarana produksi pertanian seperti pupuk dan alat-alat pertanian, relatif mudah untuk mendapatkannya. Permasalahan yang
dihadapi dalam sarana dan prasarana adalah masalah pupuk, penjualan hasil produksi dan lahan. Harga pupuk buatan dengan harga yang relatif mahal karena
tingginya biaya transportasi. Permasalahan pemasaran hasil produksi yang tidak tetap, dan mayoritas penduduk menjual hasil produksinya ke tengkulak, sehingga
mereka tidak mempunyai posisi tawar yang tinggi.
Ketersediaan sarana produksi berupa lahan pertanian berupa lahan milik, sewagarap dan lahan negara. Lahan garapan yang dikeloladigarap berupa sawah
dan atau kebun. Mayoritas komunitas di Desa Tamansari menggunakan lahan garapan TNGHS dengan pola agroforestri, yaitu berupa tanaman poh-pohan
Pilea melastomoides yang ditanam di bawah tegakan pinus Pinus merkusii. Pihak pengelola memberikan kebijaksanaan dalam penggunaan lahan garapan
kawasan bagi masyarakat yang sudah mengelola sejak sebelum adanya penunjukkan perluasan kawasan taman nasional tetapi tidak diperkenankan
memperluas lahan garapan. Mayoritas komunitas tidak memiliki lahan milik. Penggunaan lahan di kawasan TNGHS merupakan sumber pendapatanmata
pencaharian utama dalam menopang kebutuhan ekonomi rumah tangga. Permasalahan yang dihadapi masyarakat adalah adanya hama babi hutan Sus
scrofa
Linnaeus dan monyet Macaca fascicularis yang merusak lahan garapan masyarakat.
Budaya masyarakat dalam komunitas adalah budaya masyarakat agraris pedesaan. Ketergantungan masyarakat akan sumber daya lahan sangat tinggi
dalam mencukupi kebutuhan ekonomi rumah tangga, baik berupa sawah maupun lahan kering. Jenis tanaman yang ditanama masyarakat pada lahan kering antara
lain, jenis tanaman buah-buahan, Jenjing Albizia falcataria dan kayu Afrika Maesopsis eminii. Masyarakat lebih menyukai jenis tanaman kayu Jenjing
Albizia falcataria dan kayu Afrika Maesopsis eminii, karena tanaman tersebut mudah dijual apabila ada kebutuhan yang sangat mendesak. Jenis tanaman buah-