harus dimanfaatkan adalah partisipasi para pihak dalam pengelolaan TNGHS sangat potensial dengan nilai 0,387. Dalam rangka pembangunan TNGHS harus
didukung oleh semua lembaga pemerintah, swasta, LSM dan masyarakat dalam mencapai
tujuan pengelolaan.
Pihak terkait
yang berpartisipasi
dalam menjalankan program pembangunan TNGHS antara lain: Baplan, BKSDA,
Pemerintah Provinsi, Bappeda, Dinas Kehutanan, Dinas Pertanian, Dinas Peternakan, Dinas Pendidikan, Camat, Kepala Desa, LSM, SwastaBUMN
lembaga Penelitian, Lembaga donor, Dinas Pariwisata. Faktor peluang dengan nilai pengaruh terkecil adalah pemanfaatan sumber daya alam yang potensial
dengan nilai 0,311.
D. Ancaman
Faktor-faktor ancaman
yang berpengaruh
terhadap pembangunan
pengelolaan TNGHS disajikan pada Tabel 85.
Tabel 85. Faktor-faktor unsur ancaman dan nilai pengaruhnya No
Faktor eksternal Rata-rata
bobot Rata-rata
rating Nilai
pengaruh
D. Ancaman
1 Presepsi
pemerintah daerah
belum optimal
0,132 3,286
0,432 2
Perambahan cukup tinggi 0,127
3,143 0,400
3 Eksploitasi SDA mineral illegal
0,131 3,286
0,431 4
Peningkatan jumlah penduduk dalam kawasan
0,110 2,571
0,283
Sub total ancaman
0,500 12,286
1,546 Sub total peluang
1,377 Kecenderungan
terhadap faktor
eksternal -0,169
Penjelasan setiap faktor ancaman tersebut disajikan di bawah ini:
1. Persepsi Pemerintah Daerah belum optimal
Di dalam faktor ancaman, faktor persepsi yang belum sama antar pemerintah daerah perlu mendapatkan perhatian serius. Hal ini dikarenakan
TNGHS berada di tiga kabupaten. Dalam melaksanakan pengelolaan secara menyeluruh dan seragam diperlukan dukungan dari ke-tiga pemerintah daerah.
Pengelolaan yang menyeluruh dan seragam ini sulit untuk dicapai apabila antar pemerintah daerah memiliki persepsi yang berbeda dan sulit untuk disamakan.
Perbedaan persepsi antara TNGHS dan para pihak terutama persepsi yang berkaitan dengan keberadaan dan fungsi kawasan TNGHS sebagai kawasan
lindung. Akibat dari perbedaan persepsi ini lemahnya keterpaduan program yang dijalankan TNGHS dengan program para pihak terkait BTNGHS 2007. Bagi
pemerintah daerah, keberadaan taman nasional dipersepsikan sebagai beban, serta hilangnya kewenangan mengatur sumber daya alam yang berada di taman
nasional, dan hilangnya peluang memperoleh Pendapatan Asli Daerah PAD sebagai pendukung pembangunan Benda-Beckmen dan Koming 2001.
2. Perambahan cukup tinggi
Tingginya ketergantungan masyarakat terhadap TNGHS menyebabkan tingginya tingkat perambahan serta penambangan illegal yang terjadi di kawasan
TNGHS. Selain itu, perambahan dan penambangan, ancaman juga terjadi pada aspek perburuan satwa liar. Degradasi sumber daya alam kawasan TNGHS di
lihat dari penurunan penutupan lahan di TNGHS. Dalam kurun waktu 1989 – 2004 diperkirakan telah terjadi deforestasi di kawasan TNGHS sebesar 25 atau
berkurang sebesar 22.000 ha dengan laju kerusakan rata-rata 1,3 per tahun Prasetyo dan Setiawan 2006.
3. Eksploitasi SDA mineral illegal
Adanya penambangan emas secara illegal dalam kawasan TNGHS sebagai salah satu kegiatan andalan pendapatan rumah tangga. Sebanyak 347 penambang
di lokasi penambangan emas illegal Gang Panjang dan sekitar 29 persen diantaranya berasal dari warga Kasepuhan Citorek. Situasi tersebut di atas
apabila tidak segera diantisipasi oleh pengelola TNGHS akan mengancam terhadap keutuhan dan kelestarian kawasan Suhaeri 1994.
4. Peningkatan jumlah penduduk dalam kawasan
Laju pertumbuhan penduduk di dalam dan di sekitar kawasan TNGHS yang tinggi disertai dengan rendahnya tingkat kesadaran dan resistensi sebagian
masyarakat terhadap keberadaan TNGHS. Berdasarkan survei kampung yang dilakukan JICA-GHSNP pada tahun 2005 tercatat 343 kampung di dalam dan
sekitar kawasan dengan jumlah penduduk 99.782 jiwa BTNGHS 2007.
Faktor ancaman dengan nilai pengaruh paling tinggi adalah persepsi pemerintah daerah belum optimal dengan nilai 0,342. Lemahnya pemahaman para
pihak terhadap fungsi TNGHS disebabkan karena kurang efektifnya strategi komunikasi yang dilakukan TNGHS, khususnya mengenai kawasan pelestarian
alam. Dalam banyak kasus terjadi perbedaan persepsi antara TNGHS dan para pihak terutama persepsi berkaitan dengan keberadaan dan fungsi kawasan
TNGHS sebagai kawasan lindung. Perbedaan persepsi ini mengakibatkan lemahnya keterpaduan program yang dijalankan TNGHS dengan program para
pihak terkait. Faktor ancaman dengan nilai pengaruh paling rendah adalah keberadaan masyarakat dalam kawasan karena terjadinya peningkatan jumlah
penduduk dengan nilai 0,283.
5.12.3. Tahapan Analisis Strategi Pembangunan Pengelolaan TNGHS A. Matriks SWOT
Hasil evaluasi terhadap faktor internal dan eksternal merupakan dasar dari pemaduan antara faktor kekutan, kelemahan, peluang dan ancaman. Tahap
pemaduan dilakukan dengan menggunakan matriks SWOT untuk mencari alternatif
strategi terbaik
yang dapat
diimplementasikan dalam
rangka pembangunan pengelolaan TNGHS. Dari matriks SWOT pada tahapan analisis ini
dihasilkan 15 alternatif strategi pembangunan pengelolaan TNGHS sebagai hasil pemaduan faktor-faktor berdasarkan kondisi internal dan eksternal. Alternatif
strategi tersebut berupa pemaduan unsur kekuatan dan peluang, kelemahan dan peluang, kekuatan dan ancaman serta kelemahan dan ancaman Rangkuti 2008.
Dengan melihat posisi kuadran, maka dapat diketahui strategi apa yang dapat diusulkan untuk pengelolaan TNGHS ke depannya. Bentuk matriks SWOT seperti
yang diperlihatkan oleh Gambar 11. Dari matriks SWOT dapat dihasilkan empat macam strategi pengelolaan TNGHS dengan karakteristiknya masing-masing,
yakni sebagai berikut:
1. Strategi SO
Strategi ini dibuat dengan memanfaatkan seluruh kekuatan yang ada untuk merebut dan memanfaatkan peluang secara optimal. Strategi SO menggunakan
kekuatan internal perusahaan untuk memanfaatkan peluang eksternal.
2. Strategi ST
Strategi ini berusaha untuk memanfaatkan kekuatan yang ada untuk mengatasi ancaman atau mengurangi dampak ancaman eksternal.
3. Strategi WO
Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. Strategi WO bertujuan untuk
memperbaiki kelemahan internal dengan memanfaatkan peluang eksternal.
4. Strategi WT
Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan serta menghindari ancaman. Strategi WT bertujuan
untuk mengurangi kelemahan internal dengan menghindari ancaman eksternal.
Strategi pembangunan pengelolaan NGHS tersebut adalah:
1 Strategi S - O strength - opportunity atau kekuatan - peluang
Strategi S-O merupakan strategi agresif yang didasarkan pada pemanfaatan seluruh kekuatan internal untuk memanfaatkan peluang eksternal sehingga
diperoleh keuntungan yang maksimal. Alternatif strategi S - O yaitu: a. Pembuatan demplot pengembangan potensi HHBK didukung teknologi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. b.
Meningkatkan kolaborasi pengelolaan bersama masyarakat didukung pihak terkait.
c. Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu yang ada di kawasan.
d. Membangun kelompok-kelompok masyarakat binaan dalam meningkatkan pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan.
2 Strategi S - T strength - threat atau kekuatan – ancaman
Strategi S-T
merupakan strategi
kompetitif yang
didasarkan pada
pemanfaatan seluruh kekuatan internal untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal. Alternatif strategi S - T yaitu:
a
.
Melaksanakan sosialisasi intensif kepada pihak terkait tentang pengeloaan TNGHS.
b. Melaksanakan pengenalan potensi kawasan kepada masyarakat. c. Menekankan sosialisasi mengenai wilayah pengelolaan dan pemanfaatan lahan
garapan masyarakat di TNGHS. d. Mendorong pemanfaatan SDA secara lestari dengan pihak terkait.
e. Melaksanakan pengendalian dalam pemanfaatan sumber daya hutan.