Tahap Pengambilan Keputusan Implikasi Modal Sosial Masyarakat Terhadap Pengelolaan Taman Nasional (Studi Kasus Taman Nasional Gunung Halimun Salak

Pada tahun 2003 Taman Nasional Gunung Halimun diperluas dari hasil perubahan fungsi kawasan Hutan lindung, Hutan Produksi Tetap, dan Hutan Produksi Terbatas pada kelompok Hutan Gunung Halimun dan Kelompok Hutan Gunung Salak di Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten meliputi Kabupaten Sukabumi, Bogor dan Lebak dengan luas ± 113.357 ha. Perluasan kawasan ini ditetapkan sebagai kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak TNGHS oleh Pemerintah berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 175Kpts-II2003. Secara singkat sejarah mengenai status dan pengelolaan kawasan Gunung Halimun dapat dilihat pada Tabel 10 BTNGHS 2007.

4.1.2. Letak dan Luas TNGHS

Secara geografis kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak terletak pada 106º 21’BT – 106º 38’BT dan 06º 37’LS – 06º 51’LS di bagian Barat Daya Provinsi Jawa Barat. Secara administrasi pemerintahan TNGHS terletak di tiga kabupaten, yaitu: Kabupaten Bogor, Sukabumi Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Kawasan TNGHS mempunyai luas ± 113.357 ha dikelola dalam bentuk zonasi. Berdasarkan lampiran Peta Berita acara serah terima Pengelolaan Hutan dari Perum perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten kepada Balai TNGHS, tanggal 28 Agustus 2000, Nomor 004BAST- HUKAMASIII2009 dan Nomor SKB 482IV-T.13kerjasama2009, luas kawasan TNGHS yang digunakan adalah 105.174 ha. Pada Gambar 4 rincian zonasi kawasan TNGHS terdiri dari: Zona Inti 31.363,47 ha, Zona Rimba 21.255,55 ha, Zona Pemanfaatan 1.284,30 ha, Zona Khusus 21.673,98 ha, Zona Rehabilitasi 28.165,35 ha, Zona Tradisonal 1.422,77 ha dan Zona Budaya 9,96 ha BTNGHS 2011. Wilayah kerja BTNGHS terletak dalam 28 kecamatan, terdiri dari: 9 kecamatan di Kabupaten Bogor, 8 kecamatan di Kabupaten Sukabumi dan 11 kecamatan di Kabupaten Lebak dan terdiri dari 111 desa BTNGHS 2007.

4.1.3. Iklim, Topografi dan Jenis Tanah

Variasi curah hujan rata-rata di kawasan TNGHS berkisar antara 4.000 mm sampai 6.000 mmtahun. Curah hujan maksimum 392 mmtahun, dengan hari hujan rata-rata 145 haritahun. Jumlah rata-rata bulan bulan basah curah hujan 100 mmtahun adalah 9 bulantahun. Menurut Schmidt dan Ferguson 1951 termasuk tipe iklim B dimana 1,5 – 3 bulan kering. Suhu udara rata-rata 31,5ºC dengan suhu terendah 19,7ºC dan suhu tertinggi 31,8ºC. Kelembaban udara rata- rata 88 BTNGHS 2007. Secara umum TNGHS memiliki bentang alam bervariasi dari dataran ke pegunungan, yang sebagian besar berbukit dan bergunung. Keadaan topografi TNGHS sebagian besar berupa perbukitan dengan variasi kelerengan lebih dari 45, bergelombang 50 dan bentuk curam berbatu 35 dan pegunungan. Ketinggian bervariasi dari 500 meter di atas permukaan laut m dpl sampai dengan 2.211 m dpl. Sebagian besar kawasan 75,70 terletak pada ketinggian di bawah 1.400 m dpl dengan kelerengan di atas 45,0. Beberapa titik tinggi yang merupakan puncak-puncak gunung yang ada dalam kawasan TNGHS adalah Gunung Halimun 1.929 m dpl, Gunung Sanggabuana 1.919 m dpl, Gunung Botol 1.720 m dpl dan Gunung Halimun Selatan 1.744 m dpl. Daerah landai berada pada ketinggian 500 m sampai dengan 1929 m dpl. Terdapat 12 tipe tanah di kawasan TNGHS yang digolongkan menjadi kelompok Andosol, Regosol dan Latosol BTNGHS 2007.

4.1.4. Keragaman Ekosistem TNGHS

TNGHS memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan dikenal sebagai salah satu pusat keanekaragaman hayati di Indonesia. Sampai saat ini telah teridentifikasi 244 jenis burung, 61 jenis mamalia, 27 jenis amfibi, 50 jenis reptilian dan 26 jenis capung. Lebih dari 700 jenis tumbuhan berbunga, 258 jenis angrek, 12 jenis bambu, 13 jenis rotan BTNGHS 2007. Tutupan lahan di kawasan TNGHS terdiri dari hutan alam, hutan tanaman, dan lahan garapan masyarakat. Hutan alam di kawasan TNGHS terbagi menjadi tipe hutan hujan dataran rendah 100−1000 m dpl yang sebagian besar merupakan Zona Collin 500 − 1.000 m dpl, hutan hujan pegunungan bawah atau sub montana ketinggian 1.000−1.500 m dpl dan hutan hujan pegunungan tengah atau hutan montana ketinggian 1.500 − 2.000 m dpl. Khusus di Gunung Salak juga ditemukan ekosistem alpin lebih dari 2.000 m dpl dan ekosistem kawah yang memiliki vegetasi spesifik. Hutan tanaman di dalam kawasan TNGHS terdapat di areal yang sebelumnya berstatus sebagai kawasan hutan produksi dan hutan lindung yang dikelola Perum Perhutani, diantaranya: hutan tanaman Rasamala Altingia excelsa, Pinus Pinus merkusii, Damar Agathis sp., dan Puspa Schima wallichii. Selain hutan tanaman, terdapat areal yang telah menjadi lahan garapan masyarakat dengan berbagai jenis tanaman budidaya BTNGHS 2007.

4.1.5. Manajemen Pengelolaan

Taman nasional merupakan salah satu kawasan yang termasuk dalam kategori kawasan pelestarian alam yang memiliki pengertian sesuai dalam Undang Undang No 5 tahun 1990 pasal 1 ayat 14, yaitu kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Pengelolaan taman nasional termasuk TNGHS diatur dalam pasal 34 UU No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Dalam pasal 34 dinyatakan bahwa pengelolaan taman nasional dilaksanakan oleh Pemerintah. Pengelolaan TNGHS dilaksanakan oleh Balai TNGHS. Balai TNGHS dikepalai oleh seorang Kepala Balai setingkat Eselon III yang bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan. Susunan organisasi Balai TNGHS adalah:  1 satu Kepala Balai  1 satu Kepala Sub Bagian Tata Usaha  3 tiga Kepala Sub Seksi Wilayah, yaitu Sub Seksi Wilayah Lebak, Sub Seksi Wilayah Bogor, dan Sub Seksi Wilayah Sukabumi.  3 tiga kelompok jabatan fungsional yang terdiri dari Polisi Kehutanan Polhut sebanyak 42 orang, Pengendali Ekosistem Hutan PEH sebanyak 18 orang dan Penyuluh Kehutanan sebanyak 5 orang. Dalam pelaksanaan tugasnya Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kepala Seksi Wilayah Pengelolaan bertanggung jawab kepada Kepala Balai. Untuk mengatasi permasalahan di lapangan dalam rangka efisiensi dan keefektifan pengelolaan kawasan, Kepala Balai menempatkan 16 Resort dengan tugas dalam kegiatan perlindungan dan pengamanan kawasan. Struktur organisasi Balai TNGHS berdasarkan Surat Keputusan Kepala Balai TNGHS No: SK.16KptsIV- T.13Peg2012 disajikan dalam Gambar 4. Resort merupakan wilayah kerja pengelolaan. Kapasitas Pengelola TNGHS Sumber daya manusia SDM yang dimiliki BTNGHS sebanyak 103 orang. Berdasarkan tingkat pendidikannya, SDM TNGHS dengan tingkat pendidikan S3 berjumlah satu orang, S2 berjumlah tiga orang, S1 berjumlah 17 orang, Sarjana Muda sebanyak lima orang, SMA sebanyak 70 orang, SLTP sebanyak empat orang dan SD sebanyak tiga orang. Berdasarkan status kepegawaiannya, SDM TNGHS terdiri dari PNS sebanyak 93 orang, CPNS enam orang dan empat tenaga honorer. Berdasarkan kompetensi keahlian yang dimiliki, SDM TNGHS terdiri dari 17 pejabat fungsional Pengendali Ekosistem Hutan PEH, empat calon PEH, 43 pejabat fungsional Polisi Hutan Polhut, satu calon Polhut, dan satu calon fungsional penyuluh; lima tenaga pengaman hutan lain TPHL, 23 orang pegawai non struktural dan lima pegawai struktural BTNGHS 2012. Gambar 4. Struktur organisasi Balai TNGHS 4.2. Gambaran Umum Desa Penelitian 4.2.1. Interaksi Masyarakat dengan Kawasan TNGHS Interaksi antara masyarakat dengan kawasan hutan yang saat ini merupakan kawasan TNGHS telah terjalin sejak lama. Masyarakat yang mendiami wilayah di dalam maupun di sekitar hutan TNGHS dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: masyarakat Adat Kasepuhan terutama di bagian Barat dan Selatan kawasan Kepala Sub Bagian Tata Usaha Seksi Pengelolaan TN Wilayah III Sukabumi Seksi Pengelolaan TN Wilayah II Bogor Seksi Pengelolaan TN Wilayah I Lebak Kelompok Jabatan Fungsional Resort 1.Kawah Ratu 2.G. Kendeng 3.Cimantaja 4.Cibodas 5.G. Koneng Resort 1.G.Talaga 2.G. Kencana 3.G. Botol 4.G. Butak 5. G. Salak 1 6. G. Salak II Resort 1 . Panggarangan 2. G. Bongkok 3. Cisoka 4. G. Bedil 5. Cibedug Kepala Balai