Mata Pencaharian KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 1. Gambaran Umum Taman Nasional Gunung Halimun Salak

Fasilitas pendukung seperti puskesmas dan prasarana ekonomipasar berada di luar komunitas yang harus dijangkau relatif cukup jauh, seperti pada komunitas Desa Sirnaresmi dan Desa Cipeuteuy untuk menuju pasar dengan jarak tempuh sekitar 30 km, dengan waktu perjalanan sekitar satu jam. Untuk menuju Puskesmas dengan jarak sekitar 6 km dengan mutu layanan selama tiga tahun terakhir berdasarkan hasil wawancara dalam kondisi sedang. Lembaga pendidikan dengan sarana dan prasarananya kurang memadai. Tingkat pendidikan komunitas pada umumnya relatif masih rendah, yaitu hanya sampai tingkat Sekolah Dasar. Sekolah Menengah Pertama SMP lokasinya jauh dari perkampungan penduduk sehingga banyak masyarakat yang kurang berminat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang tersebut karena terbatasnya biaya transportasi yang cukup tinggi. Namun dalam tiga tahun terakhir di beberapa wilayah desa dengan sarana dan prasarana sudah mulai meningkat dengan bertambahnya saranagedung sekolah SD dan SLTP. Akses masyarakat terhadap informasi dan komunikasi semakin baik dalam tiga tahun terakhir. Pada umumnya masyarakat mengakses informasi dari radio dan televisi. Tingkat komunitas mendengarkan radio tergolong jarang, namun untuk menonton televisi tergolong sering. Penduduk pada umumnya belum menggunakan akses terhadap internet dan surat kabar. Ketersediaan sarana dan prasarana produksi pertanian seperti pupuk dan alat-alat pertanian, relatif mudah untuk mendapatkannya. Permasalahan yang dihadapi dalam sarana dan prasarana adalah masalah pupuk, penjualan hasil produksi dan lahan. Harga pupuk buatan dengan harga yang relatif mahal karena tingginya biaya transportasi. Permasalahan pemasaran hasil produksi yang tidak tetap, dan mayoritas penduduk menjual hasil produksinya ke tengkulak, sehingga mereka tidak mempunyai posisi tawar yang tinggi. Ketersediaan sarana produksi berupa lahan pertanian berupa lahan milik, sewagarap dan lahan negara. Lahan garapan yang dikeloladigarap berupa sawah dan atau kebun. Mayoritas komunitas di Desa Tamansari menggunakan lahan garapan TNGHS dengan pola agroforestri, yaitu berupa tanaman poh-pohan Pilea melastomoides yang ditanam di bawah tegakan pinus Pinus merkusii. Pihak pengelola memberikan kebijaksanaan dalam penggunaan lahan garapan kawasan bagi masyarakat yang sudah mengelola sejak sebelum adanya penunjukkan perluasan kawasan taman nasional tetapi tidak diperkenankan memperluas lahan garapan. Mayoritas komunitas tidak memiliki lahan milik. Penggunaan lahan di kawasan TNGHS merupakan sumber pendapatanmata pencaharian utama dalam menopang kebutuhan ekonomi rumah tangga. Permasalahan yang dihadapi masyarakat adalah adanya hama babi hutan Sus scrofa Linnaeus dan monyet Macaca fascicularis yang merusak lahan garapan masyarakat. Budaya masyarakat dalam komunitas adalah budaya masyarakat agraris pedesaan. Ketergantungan masyarakat akan sumber daya lahan sangat tinggi dalam mencukupi kebutuhan ekonomi rumah tangga, baik berupa sawah maupun lahan kering. Jenis tanaman yang ditanama masyarakat pada lahan kering antara lain, jenis tanaman buah-buahan, Jenjing Albizia falcataria dan kayu Afrika Maesopsis eminii. Masyarakat lebih menyukai jenis tanaman kayu Jenjing Albizia falcataria dan kayu Afrika Maesopsis eminii, karena tanaman tersebut mudah dijual apabila ada kebutuhan yang sangat mendesak. Jenis tanaman buah- buahan yang ditanama masyarakat seperti alpukat Persea americana Mill, jengkol Archidendron pauciflorum, petai Parkia speciosa, nangka Artocarpus heterophyllus , durian Durio zibethinus L. Budaya yang berkembang di masyarakat tidak terlepas dari pengaruh agama yang dianutnya. Secara umum komunitas pemeluk agama Islam yang taat. Pada setiap kampung hampir seluruh warga mengadakan pengajin. Peringatan hari besar keagamaan diperingati dengan sangat meriah seperti Rajaban, Maulud Nabi Muhamad SAW, Idul Fitri dan Idul Adha. Sebagian besar warga komunitas yang masih memegang adat istiadat budaya leluhur, antara lain: a. Tradisi menyambut kelahiran, ritual masa kehidupan dan ritual dalam acara kematian. Ritual kelahiran antara lain opat bulanan usia bayi dalam kandungan menginjak empat bulanan, nujuh bulanan usia bayi dalam kandungan menginjak tujuh bulan, 40 hari setelah kelahiran bayi berupa aqiqah pemotongan hewan kurban berupa kambing. Ritual kehidupan yang dirayakan secara tradisi antara lain khitanan dan pernikahan. Ritual kematian yang dilaksanakan masyarakat antara lain: tiluna tiga hari, nujuhna 7 hari, 40 hari, natus 100 hari dan pendak tahun satu tahun. b. Tradisi saling membantu dalam kegiatan pertanian liliuran dan orang tersebut tidak mendapat upah, tetapi sebagai gantinya adalah akan dibantu juga dalam mengolah lahan dengan waktu yang telah disepakati. Hal ini dilakukan karena pada umumnya setiap warga komunitas memiliki lahan garapan, sehingga sulit untuk mencari tenaga kerja dalam membantu pengolahan lahan. c. Larangan menebang pohon pada lahan curan dan di sekitar mata air sirah cai. Kegiatan pertanian yang dilakukan oleh masyarakat Kasepuhan Sinarresmi menjadi bagian dari budaya masyarakat dengan tradisi secara turun-temurun. Kegiatan pertanian masyarakat kasepuhan sifatnya masih tradisional dan memiliki hubungan yang sangat erat antara praktek pertanian, institusi sosial, sistem kepercayaan dengan unsur-unsur alam seperti tanah, air, udara, sinar matahari, cuaca dan lain-lain Rahmawati, et al. 2008. Kegiatan pertanian masyarakat kasepuhan bertumpu pada filosofi “Ibu Bumi, Bapak Langit, dan Guru Mangsa” yang berarti dalam kehidupannya, masyarakat harus menjaga keutuhan bumi beserta segala isinya sehingga keseimbangan alam pun tetap terjaga. Keyakinan masyarakat Kasepuhan Sinarresmi bahwa bumi diibaratkan sebagai makhluk hidup, ketika akan mengolah lahan perlu meminta ijin terlebih dahulu melalui upacara adat. Dalam menentukan waktu untuk bercocok tanam, masyarakat kasepuhan melihat peredaran bintang di langit. Hal tersebut juga mengacu pada konsep “Bapak Langit” yang menunjukkan adanya pengetahuan lokal yang didasarkan pada kejadian di alam sebagai acuan dalam mengolah lahan garapan. Selain itu konsep “Guru Mangsa” yang berarti berguru pada alam semesta untuk mengetahui kapan boleh melakukan kegiatan pertanian atau tidak. Bintang yang dijadikan acuan bagi masyarakat kasepuhan dalam kegiatan pertanian, terdiri dari bintang Kerti dan Kidang. Beberapa posisi bintang yang menentukan jenis pekerjaan pertanian: Tanggal kerti kana beusi, tanggal kidang turun kujang, artinya masyarakat sudah harus mempersiapkan alat-alat pertanian seperti sabit, pacul, garpu dan sebagainya.