Tabel 62. Sebaran tingkat modal sosial masyarakat di masing-masing desa penelitian berdasarkan kategori
Desa No
Kategori tingkat modal sosial
Selang nilai
Jumlah orang
Persentase Tamansari
1 2
3 4
Minimum Rendah
Sedang Tinggi
81 81 – 111
112 – 141 141
- -
27 3
- -
90,0 10,0
Jumlah 30
100,0 Tapos I
1 2
3 4
Minimum Rendah
Sedang Tinggi
81 81 – 111
112 – 141 141
- -
27 3
- -
90,0 10,0
Jumlah 30
100,0 Sirnaresmi
1 2
3 4
Minimum Rendah
Sedang Tinggi
81 81 – 111
112 – 141 141
- 4
27 1
- 12.50
84.40 3.10
Jumlah 32
100.0 Mekarnangka
1 2
3 4
Minimum Rendah
Sedang Tinggi
81 81 – 111
112 – 141 141
- -
26 2
- -
92,86 7,14
Jumlah 28
100,0 Cipeuteuy
1 2
3 4
Minimum Rendah
Sedang Tinggi
81 81 – 111
112 – 141 141
- -
26 32
- -
45,00 55,00
Jumlah 58
100 Pangradin
1 2
3 4
Minimum Rendah
Sedang Tinggi
81 81 – 111
112 – 141 141
- 1
25 10
- 2,70
69,50 27,80
Jumlah 36
100,0 Malasari
1 2
3 4
Minimum Rendah
Sedang Tinggi
81 81 – 111
112 – 141 141
- -
44 9
- -
83,00 17,00
Jumlah 53
100 Lebak
Gedong 1
2 3
4 Minimum
Rendah Sedang
Tinggi 81
81 – 111 112 – 141
141 -
- 29
1 -
- 96,7
3,3 Jumlah
30 100,0
Sebesar 27,80 tingkat modal sosial masyarakat Desa Pangradin pada taraf tinggi, dan masih terdapat warga dengan tingkat modal sosial yang rendah, yaitu
sebesar 2,70. Tingginya tingkat modal sosial pada masyarakat Desa Pangradin karena di topang oleh tingginya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap tokoh
agama dan tokoh masyarakat, yaitu sebesar 25. Namun masih terdapat warga yang tidak peduli terhadap sesama yaitu sebesar 8,33 dan adanya warga yang
tidak peduli terhadap lingkungan sebesar 2,78.
Berdasarkan kontinum modal sosial Uphoff 2000, maka masyarakat di sekitar kawasan TNGHS memiliki tingkat modal sosial dengan kategori sedang
memiliki ciri-ciri: a. Komitmen terhadap upaya bersama dan kerjasama terjadi apabila
memberikan keuntungan kepada orang lain tidak mementingkan diri sendiri.
b. Nilai-nilai masyarakat mengarah pada kerjasama yang efektif. c. Isu-isu pokok yang berkembang berupa tindakan kolektif yaitu bagaimana
kerjasama dalam
menghimpun sumber
daya bisa
berhasil dan
berkelanjutan. d. Manfaat bersama secara terlembaga.
e. Pilihan yang dilakukan adalah bersuara, mencoba meningkatkan keseluruhan produktivitas.
f. Possitive-sum tujuannya adalah untuk memaksimalkan kepentingan diri sendiri dan orang lain agar diperoleh keuntungan bersama.
g. Saling tergantung secara positif, dengan lebih mementingkan memberikan manfaat bagi orang lain.
Berdasarkan tingkat modal sosial yang di miliki masyarakat, dalam rangka pengelolaan TNGHS maka mudah untuk melaksanakan program-program
pembangunan TNGHS,
walaupun pelaksanaannya
tidak semudah
pada masyarakat yang memiliki modal sosial tinggisangat kuat. Oleh karena itu
partisipasi masyarakat sekitar hutan sangat diperlukan dalam pengelolaan TNGHS dengan cara membangun jejaring kerja secara kolektif.
5.6. Partisipasi Masyarakat di Sekitar Kawasan dalam Pembangunan PengelolaanTNGHS
Partisipasi masyarakat di sekitar kawasan dalam pengelolaan TNGHS sangat tinggi. Pada Tabel 63 dapat dilihat bahwa sebagian besar masayarakat
terlibat dalam program rehabilitasi TNGHS, yaitu sebanyak 90,50 yang terlibat. Pada umumnya program rehabilitasi dilakukan pada areal perluasan yang
sebelumnya merupakan kawasan hutan produksi yang dikelola Perum Perhutani dan sebagian besar merupakan lahan yang telah terdegradasi. Vegetasi yang
terdapat pada areal perluasan pada umumnya terdiri dari semak belukar dan rumput-rumputan yang kemudian seringkali dibuka oleh masyarakat untuk
kegiatan pertanian jangka pendek.
Latar belakang masyarakat berpartisipasi adalah insentif dan sukarela. Mayoritas masyarakat 88,48 melakukannya dengan sukarela dan sebanyak
11,52 karena insentif. Masyarakat bersedia dalam kegiatan rehabilitasi dalam rangka penghijauan lahan terdegradasi tanpa mengharapkan bantuan, karena pada
umumnya masyarakat mengetahui manfaat hutan. Mereka sudah merasakan
sulitnya mendapatkan air saat kondisi hutan rusak. Masyarakat yang melakukan karena dasar insentif pada umumnya masyarakat yang tingkat kepeduliannya
kurang terhadap kawasan.
Dalam rangka merehabilitasi lahan kawasan dan untuk menyediakan pendapatan alternatif masyarakat di sekitar kawasan, pihak Balai TNGHS
bekerjasama dengan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan Conservation International CI Indonesia membuat program adopsi pohon. Program ini
mengimplementasikan
pendekatan partisipatif
dalam rangka
keterlibatan masyarakat sekitar kawasan dalam kegiatan penanaman dan pemeliharaan dengan
pemberian insentif ekonomi berupa bantuan upah sebesar Rp 30.000hari. Latar belakang partisipasi karena insentif terkadang menimbulkan ketergantungan
masyarakat terhadap pemerintah. Partisipasi akan terhenti manakala program berakhir. Kartodihardjo 2006 mengemukakan bahwa terhentinya partisipasi
terkadang menimbulkan program pemerintah tidak berhasil dan mengalami kegagalan.
Tabel 63. Partisipasi masyarakat dalam rehabilitasi lahan TNGHS No
Partisipasi Jumlah
orang Persentase
Latar belakang partisipasi
Jumlah orang
Persentase 1
ya 269
90,57 Sukarela
238 88,44
Insentif 31
11,52 2
Tidak 28
9,43 Jumlah
297
Mayoritas masyarakat terlibat dalam program pembangunan pengelolaan TNGHS walaupun dengan kapasitas yang sangat terbatas. Pada Tabel 64 dapat
dilihat bahwa masyarakat terlibat dalam perencanaan pemilihan lokasi seperti penentuan lahan garapan yang terdegradasi, dan pemilihan jenis pohon sebesar
45,0, dan yang terlibat dalam pelaksanaan sebesar 94,4, terlibat dalam pemanfaatan sebesar 92,6, sedangkan yang terlibat dalam monitoring dan
evaluasi hanya sebesar 34,6. Mayoritas masyarakat terlibat dalam pelaksanaan, karena kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan sekaligus
mendukung tercapainya program konservasi sumber daya hutan. Begitupula mayoritas masyarakat terlibat dalam pemanfaatan, karena mendapatkan upah
insentif secara ekonomi sebesar Rp 30.000hari, dengan rata-rata pendapatan sebesar Rp Rp 150.000 dalam program ini. Pada umumnya yang terlibat dalam
monitoring dan evaluasi hanya sebagian kecil saja terutama ketua kelompok dan beberapa anggota masyarakat serta tokoh masyarakat. Kegiatan monitoring dan
evaluasi baru sebatas pengamatan hama penyakit, persen tumbuh bibit tanaman. Sampai saat ini 92.502 hektar yang telah terealisasi dalam program adopsi pohon
dengan jumlah tanaman 58.010 tanaman dari 13 adopter antara lain PT. Grace, PT. Crawford Yamaha Jelajah Alam.
Tabel 64. Bentuk partisipasi masyarakat dalam program rehabilitasi di kawasan TNGHS No
Bentuk partisipasi
Ikut berpartisipasi Tidak berpartisipasi
Jumlah Orang
Jumlah Orang
Persentase Jumlah
Orang Persentase
1 Perencanaan
121 45,0
148 55.0
269 2
Pelaksanaan 254
94,4 15
5,6 269
3 Pemanfaatan
249 92,6
20 7,4
269 4
Monev 93
34,6 176
65,4 269
Tingkat partisipasi masyarakat berbeda-beda antara individu yang terlibat. Arnstein 1969 menggambarkan tingkat partisipasi terdiri dari delapan tingkat,
yang terbagi dalam tiga kelompok yaitu citizen power pengawasan masyarakat, pendelegasian kekuasaan dan kemitraan, tokenisme penentraman, konsultasi dan
pemberian informasi serta non participation terapi dan manipulasi. Tingkat partisipasi pasif atau manipulatif merupakan bentuk partisipasi yang paling lemah.
Tabel 65. Tingkat partisipasi masyarakat dalam program pembangunan pengelolaan TNGHS
No Tingkat partisipasi
Jumlah orang Persentase
Skor 1
Terlibat hanya sebatas formalitas 100
37,18 100
2 Terlibat alakadarnya karena
dianggap tidak berdaya 22
8,18 44
3 Terlibat, memperoleh informasi
tetapi tidak diberi kesempatan untuk berdiskusi
31 11,52
93 4
Terlibat, mendapat informasi dan boleh berdiskusi tapi hasil diskusi
tidak diperhitungkan 26
9,67 104
5 Terlibat, aktif berdiskusi tetapi hasil
diskusi hanya sedikit yang diperhitungkan
36 13,38
180 6
Terlibat secara aktif dan mendapat pembagian tanggung jawab yang
setara 53
19,7 318
7 Terlibat secara aktif dan memiliki
kewenangan membuat keputusan 1
0,37 7
8 Terlibat secara aktif, memiliki
kewenangan membuat keputusan, mampu bernegosiasi dan
berhubungan langsung dengan sumber dana
- -
Jumlah 269
100 846
Rata-rata 3.14 ≈ 3
Keterangan: 269 responden, X maksimum 2152, Xminimum 269, jumlah kelas 8
Berdasarkan selang nilai maka tingkat partisipasi masyarakat dengan menggunakan tipologi partisipasi Arnstein 1969 terdiri dari:
a. Manipulasiskor manipulation dengan skor 504 b. Terapi therapy dengan skor 504 – 738
c. Pemberian informasi informing dengan skor 739 – 973 d. Konsultasi consultation dengan skor 974 – 1208
e. Penentraman placation dengan skor 1209 – 1444 f. Kemitraan partnership dengan skor 1445 – 1680
g. Pendelegasian kekuasaan delegated power dengan skor 1681– 1916 h. Pengawasan masyarakat citizen control dengan 1916
Berdasarkan Tabel 65, mayoritas partisipasi masyarakat berada pada tangga pertama, yaitu terlibat hanya sebatas formalitas sebesar 37,18. Masyarakat yang
hadir dalam pertemuan tidak memiliki pengaruh. Partisipasi masyarakat secara umum berdasarkan selang nilai dengan skor 846 berada pada tangga ke-tiga, yaitu
pemberian informasi. Berdasarkan hasil wawancara bahwa rata-rata masyarakat mengaku terlibat, memperoleh informasi, tetapi kurang diberikan kesempatan
untuk berdiskusi. Kegiatan program ini masih bersifat top down. Pemegang kekuasaan atau pihak pengelola hanya merasa telah mengikuti rangkaian pelibatan
masyarakat.
Pengumuman sepihak
oleh pelaksana
program kurang
memperhatikan tanggapan masyarakat sebagai sasaran program. Program rehabilitasi selain dilaksanakan pada areal lahan yang terdegradasi
juga dilakukan pada areal lahan garapan masyarakat melalui penanaman berbagai jenis pohon kehutanan, seperti tanaman puspa, rasamala dan huru. Padahal
masyarakat menginginkan jenis tanaman buah-buahan, karena walaupun tanaman tersebut tidak boleh ditebang tetapi masyarakat mendapatkan manfaat dari hasil
buahnya. Berdasarkan hasil wawancara di lapangan, penanaman jenis tanaman kehutanan
pada lahan
garapan masyarakat
menimbulkan kekhawatiran
masyarakat dalam pengambil alihan kembali lahan garapan oleh pihak pengelola. Selain itu apabila lahan garapan tersebut sudah ternaungi maka masyarakat tidak
dapat menggarap lahannya. Dilain pihak, masyarakat harus memenuhi kebutuhan hidup mereka. Padahal kehidupan masyarakat masih tergantung pada kegiatan
pertanian Budiman dan Adhikerana 2000. Umumnya masyarakat diundang pada pertemuan-pertemuan yang menyangkut program pemerintah tetapi hasil diskusi
kurang mendapatkan perhatian karena terkadang program pemerintah terbelenggu aturan administrasi dan aturan pemerintah yang tidak sesuai dengan keinginan
masyarakat. Penanaman di kawasan taman nasional harus sesuai dengan jenis tanaman asli setempat. van Wilgen dan Richardson 2012 mengemukakan bahwa
jenis eksotik di kawasan taman nasioal akan berdampak pada spesies alami dan dapat mengakibatkan kepunahan spesies. Nurrochmat 2005 mengemukakan
bahwa kegagalan program tidak hanya karena alasan partisipasi tetapi karena kurangnya memahami fenomena sosial yang terjadi di masyarakat. Begitupula
Rinawati 2012 mengemukakan bahwa salah satu penyebab kegagalan program pemerintah adalah pemberian insentif sehingga menurunkan motovasi berusaha.
Kesediaan Masyarakat Berpartisipasi
Dalam hal kesediaan masyarakat berpartisipasi, menunjukkan bahwa mayoritas responden menyatakan kesediannya berpartisipasi. Bentuk kesediaan
yang dapat diberikan dapat digolongkan menjadi tujuh, seperti disajikan pada Tabel 66. Selang nilai kesediaan berpartisipasi yaitu, X
max
- X
min
N = 35-75 = 5,6 sehingga tingkat kesediaan berpartisipasi masyarakat dalam pembangunan
TNGHS dapat dibagi menjadi: