pengetahuan, sehingga untuk memulai inovasi yang baru akan memerlukan waktu yang lama. Rendahnya tingkat pendidikan mempengaruhi pendapatan petani,
karena pengelolaan lahan hanya berdasarkan naluri dan pengalaman yang turun temurun tanpa adanya penerapan inovasi baru. Menurut Hamid et al. 2011, bila
tingkat pendidikan masyarakat rendah maka tingkat kesejahteraan masyarakat juga rendah karena tingkat pendidikan berhubungan dengan pendapatan
masyarakat. Pendapat senada dikemukakan oleh Sidu 2006 bahwa pendidikan yang
baik akan
meningkatkan produktivitas
dan memungkinkan
untuk mendapatkan penghasilan yang lebih baik. Gertiasih 2012 menyatakan bahwa
salah satu upaya pemberdayaan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat disekitar taman nasional dengan tingkat pendidikan masyarakat yang rendah
melalui program ekowisata.
Sebagian kecil responden 0,7 yang mampu menamatkan pendidikan formal pada kategori tinggi dengan tingkat pendidikan AkademiPerguruan
Tinggi. Hal ini merupakan potensi yang harus dimanfaatkan secara optimal dalam pengelolaan TNGHS. Untuk memudahkan upaya pengelolaan kawasan TNGHS
diperlukan adanya penyuluhan dan pembinaan pada kepala keluarga dengan tingkat pendidikan formal yang rendah.
5.2.5. Tingkat Pendidikan Non Formal
Pendidikan non formal responden diperoleh dari berbagai pelatihan, kursus atau bimbingan teknis yang pernah diikuti. Pada Tabel 19 terlihat bahwa sebagian
besar responden 92,93 tidak pernah mengikuti pendidikan non formal dalam kategori rendah. Sebanyak 6,06 yang telah mengikuti pendidikan non formal
dalam kategori sedang dan 1,01 pada kategori tinggi. Oleh karena itu perlu usaha-usaha dalam mendorong peningkatan pengetahuan dan keterampilan seperti
kegiatan pendampingan pelatihan, kursus atau bimbingan teknis. Rinawati 2012 mengemukakan bahwa pengetahuan dan informasi yang diperoleh melalui
pendidikan non formal dapat mengubah pola pikir dan pengambilan keputusan dalam masyarakat.
Tabel 19. Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan non formal
N o
Lokasi desa penelitian
Jumlah responden
Tingkat pendidikan non formal kali Tidak
pernah Rendah
1 – 4 kali Sedang
4 kali Tinggi
1 Tamansari 30
28 93,3
2 6,7
2 Tapos I 30
30 100,0
3 Sirnaresmi 32
31 96,9
1 3,1
4 Mekarnangka 28
27 96,4
1 3,6
5 Cipeuteuy 58
48 82,8
9 15,5
1 1,7
6 Pangradin 36
35 97,2
1 2,8
7 Malasari 53
49 92,5
3 5,7
1 1,9
8 Lebak Gedong 30
28 93,3
2 6,7
Jumlah Persentanse
297 276
92,9 18
6,0 3
1,0
Tujuan pendidikan formal dan non formal adalah untuk memberikan tambahan pengetahuan, keterampilan dan juga sikap masyarakat. Sidu 2006
menyatakan bahwa untuk memperkuat pemberdayaan masyarakat sangat diperlukan usaha-usaha untuk menambah pengetahuan dan keterampilan
masyarakat melalui pendidikan formal maupun non formal. Proses pemberdayaan dapat berjalan lancar apabila pendidikan non formal yang diberikan sesuai dan
berkaitan dengan profesi dan potensi sumber daya lokal.
5.2.6. Tingkat Kesehatan
Tingkat kesehatan merupakan salah satu indikator dari produktivitas. Kesehatan yang buruk menurunkan tingkat perekonomian karena berkurangnya
jam kerja dan adanya efek terhadap produktivitas marjinal Hardjanto 2002. Kesehatan merupakan faktor yang mendukung petani dalam beraktivitas dalam
setiap kegiatan yang dilakukan, jika petani memilki kesehatan yang baik maka tingkat kinerjanya juga akan baik, dan begitu pula sebaliknya.
Marwoto 2013 mengklasifikasikan tingkat kesehatan dengan kondisi kesehatan yang tinggi apabila responden tidak pernah sakit atau sakit ringan
sebanyak 3 kali dalam setahun, dan dengan kondisi kesehatan yang rendah apabila mengalami sakit lebih dari 6 kali dalam setahun. Sebagian besar responden 46
berada pada kondisi prima atau berada pada kategori tingkat kesehatan yang tinggi tidak pernah sakit atau sakit ringan kurang dari 3 kali dalam setahun, dari 297
responden hanya 44 responden atau 15 yang memiliki tingkat kesehatan yang rendah, yaitu lebih dari 6 kali sakit dalam satu tahun Tabel 20. Tingkat
kesehatan yang tinggi akan meningkatkan produktivitas masyarakat karena akan menambah kemampuan fisik masyarakat.
Tabel 20. Sebaran responden berdasarkan tingkat kesehatan
N o
Lokasi desa penelitian
Jumlah respon-
den Jumlah responden sakittahun
6 kalith
rendah Sakit ringan
3 – 6 kalith Sedang
Tdk pernah
atau 3 kalith Tinggi
1 Tamansari
30 3
10,0 13
43,3 14
46,7 2
Tapos I 30
2 6,8
14 46,6
14 46,6
3 Sirnaresmi
32 8
25,0 12
37,5 12
37,5 4
Mekarnangka 28
2 7,1
17 60,7
9 32,2
5 Cipeuteuy
58 6
10,3 10
17,2 42
72,5 6
Pangradin 36
8 22,2
8 22,2
20 55,6
7 Malasari
53 7
13,2 27
50,9 19
35,9 8
Lebak Gedong 30
8 26,7
16 53,3
6 20,0
Jumlah Persentase
297 44
14,8 117
39,4 136
45,8
5.2.7. Lama Tinggal
Data pada Tabel 21 menunjukkan bahwa bahwa mayoritas responden 87,90 merupakan penduduk asli yang telah menempati lokasi tersebut sejak
lahir. Hal ini merupakan dukungan positif terhadap program-program yang akan dilaksanakan dalam pengelolaan TNGHS, karena masyarakat tidak hanya berupa
sekumpulan manusia yang secara fisik telah bersama dalam kurun waktu tertentu melainkan terdapat semangat yang memperkuat kehidupan kolektif Pranadji
2006.