Pembelajaran Sejarah di SMK dalam Konteks Globalisasi

seharusnya berbeda satu dengan yang lainnya. Nilai-nilai yang ditanamkan tersebut harus memperhatikan karakteristik sosio-kultural, potensi wilayah, serta keunggulan masing-masing daerah Putu Sudira, tanpa tahun: 2. Selain itu, nilai-nilai yang ditanamkan pada peserta didik juga harus sesuai dengan nilai-nilai sosio-kultural yang hidup dalam masyarakat. Penanaman tersebut penting untuk mencegah efek negatif globalisasi yakni memudarnya nilai-nilai budaya lokal dalam masyarakat yang digantikan dengan budaya McDonaldisasi yang liberal Hermanu, 2013: 5. Memudarnya nilai-nilai budaya lokal sebagai akibat globalisasi yang seharusnya dicegah melalui proses pembelajaran sejarah lokal di SMK. Sejarah lokal memiliki beberapa tema yang dapat dimasukkan dalam materi pembelajaran sejarah. Salah satu tema sejarah lokal yang dapat dikenalkan kepada peserta didik adalah biograi tokoh lokal Kuntowijoyo, 2003: 145. Kajian mengenai biograi tokoh lokal ini dapat dimanfaatkan guru dalam menanamkan nilai-nilai moral tokoh tersebut kepada peserta didik. Selain itu, penggunaan tokoh lokal sebagai role mode yang dipelajari siswa akan lebih mudah diterima ketimbang tokoh dari daerah lain. Sebagai contoh di Yogyakarta, guru dapat mengenalkan ketokohan Pangeran Diponegoro sebagai seorang yang memperjuangkan nilai-nilai budaya Jawa saat nilai-nilai tersebut mulai tergerus oleh dampak negatif budaya Barat di lingkungan keraton Yogyakarta Carey, 2015: 218. Nilai-nilai perjuangan Diponegoro inilah yang harus dipahami oleh peserta didik dalam proses pembelajaran. Tugas guru sejarah kemudian membangun konstruksi sosial dalam proses pembelajaran. Guru sejarah dapat memulai proses tersebut dengan memberikan pemahaman kepada siswa mengenai degradasi moral yang dialami bangsa Indonesia pada era global ini. Sikap sebagian bangsa Indonesia yang begitu saja menerima segala pengaruh budaya Barat dapat menjadi salah satu persoalan yang disampaikan. Berpijak pada fenomena tersebut, guru sejarah dapat mengajak siswa meneladani sikap Diponegoro yang tetap mengedepankan nilai-nilai kearifan lokal dan tidak begitu saja menerima sepenuhnya pengaruh budaya Barat di masa lampau. Keteladanan Diponegoro inilah yang perlu dipahami oleh peserta didik sehingga mereka dapat menyikapi pengaruh globalisasi dengan lebih baik. Pemahaman akan nilai-nilai budaya lokal merupakan hal yang sangat penting dalam menghadapi era globalisasi. Nilai-nilai lokal diharapkan tetap menjadi basis penyaring untuk menyeleksi berbagai dampak negatif yang diakibatkan globalisasi. Proses pembelajaran sebaiknya berakar pada tradisi lokal, namun di sisi lain juga harus mampu menyerap pengetahuan global yang sesuai untuk mendorong perkembangan nilai-nilai lokal tersebut. Penyerapan nilai-nilai lokal inilah yang diperlukan untuk mengembangkan masyarakat lokal secara umum ataupun individu-individu sebagai bagian dari masyarakat lokal tersebut. Pembelajaran sejarah lokal juga dapat menanamkan nasionalisme kepada siswa. Melalui pembelajaran sejarah lokal, siswa diharapkan mampu mengetahui serta memahami kontribusi masyarakat lokal terhadap perjuangan kebangsaan di masa lampau. Fakta ini seharusnya dapat menumbuhkan rasa nasionalisme serta kesadaran integrasi peserta didik. Dengan demikian, kekhawatiran akan tumbuhnya rasa primordial maupun etnosentrisme maupun memudarnya rasa nasionalisme sebagai efek globalisasi dapat sepenuhnya diatasi. Implementasi pembelajaran sejarah di SMK dalam konteks globalisasi tentu mustahil lepas dari berbagai macam hambatan. Beberapa hambatan yang terjadi pada saat ini anatara lain: 1 cakupan materi yang harus diajarkan sesuai dengan kompetensi dasar KD begitu luas, sehingga menyulitkan guru dalam mengembangkan materi untuk disampaikan kepada peserta didik, 2 kesulitan pengembangan materi tersebut mengakibatkan kontekstualisasi materi serta upaya mengedepankan aspek lokalitas sulit dilaksanakan, 3 ketersediaan jam mengajar yang hanya 2x45 menit dalam satu minggu membuat guru sejarah di SMK sering terkendala dengan keterbatasan waktu. Semestinya kendala-kendala teknis tersebut dapat teratasi andaikata para stakeholder pendidikan memberikan ruang yang cukup kepada guru sejarah di SMK untuk mengembangkan materi pembelajarannya. Kebebasan ruang bagi guru untuk mengembangkan materi merupakan hal yang mutlak agar pembelajaran sejarah dapat menginspirasi peserta didik. Proses pembelajaran sejarah yang menginspirasi tersebut diharapkan mampu mewujudkan peserta didik yang siap dan mampu mengahadapi semua tantangan di era globalisasi. Komitmen bersama serta kesamaan visi antara stakeholder pendidikan baik di tingkat pusat maupun daerah, pihak sekolah, hingga para guru sejarah di SMK menjadi kunci untuk mewujudkan hal tersebut.

E. Penutup

Pembelajaran sejarah di SMK dalam konteks globalisasi tidak dapat diajarkan secara konvensional. Tantangan yang dihadapi peserta didik sudah semakin kompleks di era globalisasi ini. Pembelajaran sejarah di SMK dapat diajarkan sesuai dengan paradigma Konstruktivisme. Paradigma ini memungkinkan siswa menggali sendiri pengetahuan sejarah serta menggali makna dari proses tersebut. Guru hanya berperan sebagai fasilitator dalam proses tersebut. Dalam pembelajaran sejarah, guru juga diharapkan mendorong siswa agar mampu menggali nilai-nilai yang relevan dalam konteks globalisasi serta tidak mengabaikan aspek lokalitas dalam pembelajaran sejarah. Proses tersebut diharapkan akan membuat peserta didik siap dan mampu menghadapi semua tantangan di era globalisasi. Daftar Pustaka Buku: Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi. 1995. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipra. Calhoum, C.C. dan Finch, A.V. 1982. Vocational Education: Concept and Operations. California: Wads Worth Publishing Company Carey, Peter. 2015. Riwayat Pangeran Diponegoro 1785-1855. Jakarta: Kompas. Ingelson, John. 2013. Perkotaan, Masalah Sosial Perburuhan di Jawa Masa Kolonial. Depok: Komunitas Bambu. Kuntowijoyo. 2013. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana. Schunk, Dale H. 2012. Teori Pembelajaran: Perspektif Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Obor Indonesia. Tauik Abdullah. 1996. Sejarah Lokal di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. MakalahArtikel Ilmiah: Hermanu Joebagio. Tantangan Pembelajaran Sejarah di Era Global. disampaikan dalam seminar nasional Himpunan Mahasiswa Pendidikan Sejarah UNY dengan tema “Problematika Pendidikan Nasional dalam Menghadapi Tantangan di Era Global”, Yogyakarta, 25 September 2013. Putu Sudira. “Praksis Pendidikan Kejuruan dan Vokasi Indonesia diantara Mahzab John Dewey dan Charles Prosser” dalam Maman Suryaman, dkk. 2014. Memantapkan Pendidikan Karakter untuk Melahirkan Insan Bermoral, Humanis, dan Profesional. Yogyakarta: UNY Press. Setianto, Yudi. 2002. “Dikotomi Bebas dan Nilai Pendidikan dalam Pembelajaran Sejarah”. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Vol. 184, hlm. 477-488. Supardi. 2006. “Pembelajaran Sejarah Lokal dalam Konteks Multikulturalisme”, Cakrawala Pendidikan, h. XXV, No.1, hlm. 117-137. Internet: Dindin Abdul Muiz Lidinillah. Pembelajaran Berbasis Masalah. Tersedia pada: http: ile.upi.eduDirektoriKD-TASIKMALAYADINDIN_ABDUL_MUIZ_LIDI- NILLAH_KD-TASIKMALAYA-19790113200501100313231354820 -20dindin20abdul20muiz20lidinillahproblem20based20 learning.pdf . Diunduh pada 12 Oktober 2016. Putu Sudira. Nilai Pendidikan Kejuruan dan Pendidikan Nilai Berkarakter Industri di SMK. Tersedia pada: http:eprints.uny.ac.id46521011-Pendidikan_ Nilai_Berkarakter_Kejuruam.pdf . Diunduh pada 12 Oktober 2016.