Konsep Multikulturalisme Prosiding Seminar Nasional program studi pendidikan sejarah se-Indonesia.

wahana pendidikan, yang memungkinkan para siswa memainkan peran yang bertanggung jawab dalam masyarakat. Dengan peranan yang demikian, maka pembelajaran sejarah saat ini mulai memiliki posisi penting dan menjadi pusat perhatian bangsa. Hal itu dibuktikan dengan mata pelajaran sejarah menjadi salah satu mata pelajaran wajib di sekolah menengah. Pergantian program-program kurikulum dari tahun ke tahun disusun untuk menjawab tantangan pendidikan nasional, tanpa terkecuali tujuan didalam pembelajaran sejarah. Maka sejak tahun 1950-an telah terjadi beberapa kali perubahan kurikulum, termasuk kurikulum sejarah. Terakhir kali terjadi perubahan kurikulum tahun 2004. Lebih dikenal dengan sebutan KBK Kurikulum Berbasis Kompetensi, sebuah adopsi dari kurikulum yang dikembangkan di Australia. Namun, selagi KBK masih dalam tahap sosialisasi, maka tahun 2006 dimunculkan lagi kurikulum baru yang disebut dengan KTSP Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Tidak lama berselang waktu di tahun 2013 kemaren muncul pula kurikulum baru. Yang menunjukkan sedikit ada kemajuan karena mata pelajaran sejarah mulai menjadi skala prioritas. Dan sekarang yang menjadi persoalan adalah bagaimana cara yang efektif dan mampu menginternalisasikan nilai-nilai multikultralisme dalam mengajarkan sejarah di sekolah agar sesuai dengan tujuan pendidikan yang diinginkan. Di beberapa sekolah menengah kota Surakarta ini masih terdapat sebagian siswa-siswa mengeluhkan bahwa mata pelajaran sejarah kurang menarik dan bahkan sama sekali tidak menarik untuk dipelajari. Masih banyak guru sangat kaku dan kurang inovatif dalam menyajikan pelajaran sejarah di depan kelas. Mereka amat terpaku kepada materi yang ia peroleh dari buku sumber atau buku teks yang diacu dalam kurikulum. Guru-guru cenderung tidak bergairah menambah pengetahuan sejarahnya, mereka tidak berusaha mencari dan menemukan metode lain yang lebih kreatif dalam proses pembelajaran. Guru sejarah kelihatan kehilangan semangat dan gairah, tidak memiliki motivasi untuk menjadikan pembelajaran sejarah menjadi bidang studi yang menarik dan menyenangkan. Selain itu, masih minimnya internalisasi nilai-nilai multikultralisme dalam pembelajaran sejarah di sekolah. Seperti yang kita tahu bahwa di Surakarta banyak sekali dalam satu sekolah itu siswa-siswanya memiliki latar belakang budaya dan etnis yang berbeda. Jika hal ini tidak dilakukan maka konlik dan kesadaran akan keberagaman akan sulit diwujudkan. Pembelajaran sejarah yang bertujuan untuk memaknai peristiwa dan pembentukan kharakter juga akan sulit terwujud. Hanya akan ada pembelajaran sejarah yang menjadi rutinitas dan amat membosankan. Melihat berbagai kondisi di atas yang terjadi dalam pembelajaran sejarah di sekolah menengah. Maka, perlu adanya banyak perbaikan, terutama ketidakmampuan guru sejarah untuk memerankan dirinya sebagai guru sejarah yang baik. Di samping kemerosotan ini juga disumbangkan oleh persepsi siswa terhadap mata pelajaran sejarah. Perbaikan itu dapat dimulai dari materi yang akan diajarkan, cara penyajian materinya, metoda yang menarik untuk mengajarkan bahkan bagaimana guru mampu mengaitkan nilai-nilai multikultural untuk memperkaya dan membuat nuansa pembelajaran sejarah menjadi lebih hidup dan berkharakter. Nantinya akan mampu menumbuhkan minat para siswa belajar sejarah, menggeser persepsi siswa terhadap pembelajaran sejarah kearah yang lebih positif dan mampu membangun kesadaran multikulturalisme siswa sehingga mampu berinteraksi dengan orang-orang berbeda latar belakang secara baik.

D. Internalisasi Nilai-Nilai Multikultural dalam Pembelajaran Sejarah

Pendidikan berbasis nilai-nilai multikulturalisme adalah pendidikan yang mengajarkan siswa untuk selalu mampu mengembangkan sikap toleransi dan menghargai keberagaman. Model pendidikan berbasis nilai-nilai multikulturalisme merupakan sebuah contoh pendidikan yang mempunyai relevansi tinggi bagi kondisi bangsa Indonesia yang multi kultur. Melalui hal tersebut akan berupaya mengembangkan keterampilan sosial siswa, sikap toleransi dan saling menghargai perbedaan. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa umumnya dilapangan pembelajaran sejarah lebih banyak berorientasi pada aspek koginitif saja. Hal yang kita prihatinkan adalah adanya anggapan umum di masyarakat bahwa pelajaran sejarah merupakan pelajaran yang masuk dalam katagori hapalan. Pandangan seperti ini muncul disebabkan evaluasi yang diinginkan lebih banyak cenderung menyampaikan fakta dan peristiwa saja. Sejarah kering dengan nilai-nilai yang bermakna dan dapat dirasakan atau dilihat langsung oleh siswa. Kalaupun nilai-nilai yang afektif yang ditanamkan adalah nilai-nilai yang lebih banyak bermuatan politis misalnya nasionalisme. Dalam pembelajaran seperti ini tidak akan menumbuhkan kesadaran multikulturalisme siswa dalam menghargai keberagaman. Untuk itu perlu adanya sebuah upaya baru yang seharusnya dilakukan oleh guru sejarah. Pemaparan fakta-fakta sejarah juga harus mampu dibarengi dengan penanaman nilai-nilai multikulturalisme. Dalam sejarahnya, bangsa Indonesia dibangun atas dasar usaha bersama dari etnis dan suku bangsa yang beragam, dapat diambil hikmahnya dan ditanamkan kepada siswa dalam proses pembelajaran sejarah. Dalam proses pembelajaran siswa juga harus mampu berinteraksi secara baik dengan siswa lain yang berbeda pemikiran, etnis, suku bangsa, dan sebagainya. Agar tercipta insan yang saling menghargai, mengedepankan sikap tolerasi dan memiliki kesadaran akan perbedaan sehingga mampu meminimalisir konlik-konlik yang kemungkinan akan terjadi dalam tataran mereka. Internalisasi nilai-nilai multikultural dalam pembelajaran sejarah dapat dilakukan melalui berbagai macam cara, seperti melalui pengembangan model-