Dalam pembelajaran sejarah, metode, model dan strategi pembelajaran juga menjadi suatu hal yang sangat penting dalam menyampaikan materi
pembelajaran. Guru harus mampu memilih model yang tepat sehingga dalam belajaran siswa bisa merasa tertarik dan tidak bosan. Sebagai contoh saat
menyampaikan materi tentang tersolusi konlik guru bisa menggunakan model Problem Based Learning PBL dan Value Clariication Tecnique VCT.
Menggunakan PBL anak diberikan permasalah dan mereka melakukan diskusi untuk mencari penyelesaian dari permasalahan tersebut. Kombinas model VCT
yang digunakan, pada tahap tertentu anak dibebaskan untuk memilih nilai-nilai yang bisa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga nilai-nilai yang
mereka pilih sendiri bisa mereka aplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat. Jika pada setiap materi siswa mampu mengambil setiap nilai-nilai yang ada,
maka pembelajaran sejarah tidak akan menajadi membosankan.
D. Kesimpulan
Pembentukan karakter bisa dimulai dengan memberikan pemahaman tentang nilai-nilai lokal. Salah satu nilai lokal adalah resolusi konlik. Setiap
daerah memiliki resolusi konlik yang berbeda dengan daerah yang lain. Banyak hal yang bisa diambil dan dipelajari dari nilai-nilai resolusi konlik. Melalui
pendidikan sejarah sangat tepat untuk mempelajari nilai-nilai lokal. Sejarah lokal bisa dijadikan materi ataupun sebagai sebuah contih dalam pembelajaran.
Nilai-nilai dalam resolusi konlik antara lain tentang kebersamaan, saling menghormati, religiouskeagamaan, komunikatif, jujur, kerja keras dan
toleransi. Sesuai dengan kurikulum 2013 yang lebih menitik beratkan pada pendidikan karakter, nilai nilai lokal masih sangat relevan untuk dipergunakan.
Melalui nilai-nilai tersebut karakter pada anak akan terbentuk, sehingga dalam kehidupan bermasyarakat perselisihan tidak menjadikan mereka terpecah
belah, tetapi dengan perbedaan pandangan mereka bisa melahirkan suatu hal yang baru yang bermanfaat bagi masyarakat.
Daftar pustaka
Abdullah, Taulk. 1996. “Strategi Pedagogis Sejarah Indonesia Lemah”, Kompas 8 November.
Afandi, Hakimul Ikhwan. 2004. Akar Konlik Sepanajang Zaman:Elaborasi Pemikiran Ibn Kaldun. Jakarta:Pustaka Pelajar.
Aman. 2011. Model Evaluatif Pembelajaran Sejarah. Yogyakarta:Ombak. Bage, Grant. 2002. Narrative Matters:Teaching and Learning History through
Story. London :Falmer Press.
Isenhart, M. W. Spangle, M. 2000. Collaborative Approaches to Resolving Conlict. London: Sage Publications, Inc.
M.S. Amir. 2001. Adat Minangkabau:Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang. Jakarta:Mutiara Sumber Widya.
Susan, Novri.Negara GagalMengelola Konlik: Demokrasi dan Tata Kelola Konlik di Indonesia. Yogyakarta: Kopi Pesona Sambisari dengan Pustaka
Pelajar, 2012.
Zubir, Zaiyardam. 2010. Budaya Konlik dan Jaringan Kekerasan :pendekatan
penyelesaian berdasarkan kearifan lokal Minangkabau. Yogyakarta:INSIST Pres
Reinforcement Nilai-Nilai Lokal dalam Naskah Gelumpai
Mayang Indah
Magister Pendidikan Sejarah, Universitas Sebelas Maret mayangindah1411gmail.com
Abstrak
Naskah Gelumpai menceritakan tentang nilai-nilai yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Kedudukan naskah Gelumpai dalam tradisi aksara
masyarakat huluan Palembang merupakan representasi sistem budaya. Naskah ini diproduksi oleh Kesultanan Palembang yang menunjukkan
akulturasi Jawa dan Lokal Palembang. Naskah Gelumpai menggunakan huruf ka-ga-nga, yang juga digunakan oleh masyarakat Sumatra Selatan.
Huruf ka-ga-nga adalah transformasi huruf Pallawa yang berkembang pada masa Kerajaan Sriwijaya. Bahasa yang digunakan adalah kromo
inggil tingkatan tinggi dalam bahasa Jawa, yang biasanya digunakan oleh para arsitorkrat dan raja di istana. Naskah Gelumpai menunjukkan
collective memories masyarakat Palembang abad ke-16- 17 Masehi, yang berjejaring dengan masyarakat Jawa, masyarakat setempat serta
Islam melayu. Collective memories ini dapat menjadi reinforcement dan enrichment nilai-nilai lokal terhadap pembelajaran sejarah.
Kata Kunci : Naskah Gelumpai, Ka-ga-nga, Kesultanan Palembang, collective Memories, Nilai-nilai lokal
A. Pendahuluan
Geograis Palembang terbentang Sungai Musi, yang membelah menjadi dua wilayah yaitu huluan dan iliran. Akibatnya Kedua wilayah ini memiliki
perbedaan kultural dan sosial. Daerah ilirah dekat dengan Sungai Musi sedangkan daerah uluan merupakan kawasan pedalaman. Daerah iliran sering
menerima perubahan dan perubahan itu diteruskan ke daerah uluan. Karena itu, daerah iliran identik dengan masyarakat egalitarian dan kosmopolitan,
sedangkan masyarakat uluan masih tradisional dan terbelakang Irwanto dkk, 2010: .
Masuknya islam di Nusantara sejak abad ke-7 dan 8, membawa perubahan besar dalam struktur politik masyarakat di Nusantara. Islam ini menjadi
cikal bakal dalam berkembangnya komunitas-komunitas lokal dan berdirinya kerajaan Islam di Nusantara. Sebagaian sejarawan sepakat bahwa perkembangan
Islam di Nusantara berasal dari Arab. Hal ini dibuktikan dengan ditulisnya Hikayat Raja-Raja Pasai pada tahun 1350, menyebutkan bahwa seorang Syekh