Penelitian yang Relevan Prosiding Seminar Nasional program studi pendidikan sejarah se-Indonesia.

Penelitian berjudul Pengaruh Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif Berbasis Kasus yang Berpusat pada Mahasiswa terhadap Efektiitas Pembelajaran Akuntansi Keperilakuan oleh Siti Mutmainah, SE, M.Si., Akt. Dosen Jurusan Akuntansi FE UNDIP berdasarkan atas kondisi lapangan yang terjadi selama ini yaitu pola pembelajaran dosen aktif dengan mahasiswa pasif yang mempunyai efektivitas pembelajaran rendah. Efektivitas pembelajaran mahasiswa umumnya terbatas, terjadi pada saat-saat akhir mendekati ujian.. Pembelajaran yang diterapkan saat ini berfokus pada pemahaman materi saja. Dari metode yang diterapkan itu, mahasiswa tidak memiliki gambaran penerapan materi pada dunia bisnis. Karena itu metode pembelajaran saat ini belum dapat mengasah kemampuan analisis mahasiswa, kepekaan terhadap permasalahan, melatih pemecahan masalah serta kemampuan mengevaluasi permasalahan secara holistic Mutmainah, 2007: 3. Sehubungan dengan permasalahan seperti yang dijelaskan di atas, metode pengajaran yang diusulkan untuk diterapkan pada mata kuliah akuntansi keprilakuan adalah cooperative learning dengan case-based learning. Alasan utama pembelajaran berbasis kasus diajukan dalam perkuliahan ini adalah 1 pembelajaran memerlukan adanya ilustrasi kasus nyata dalam penerapan ilmu yang diperoleh dari kuliah dan buku teks; 2 pengajaran berbasis kuliah saja seringkali membuat mahasiswa menjadi pasif; 3 proses belajar yang efektif adalah yang melibatkan releksi double loop learning. Pembelajaran berbasis kasus adalah proses pembelajaran yang memungkinkan terjadi double-loop learning. Cooperative learning secara umum diartikan sebagai suatu kelompok kecil yang terdiri dari mahasiswa yang heterogen, yang bekerja sama untuk saling membantu satu sama lain dalam belajar. Metode pembelajaran ini merupakan alternatif yang ditawarkan untuk mengatasi kelemahan yang terdapat pada model pembelajaran tradisional. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa selain dapat meningkatkan prestasi belajar mahasiswa, cooperative learning juga dapat meningkatkan kemampuan noncognitive seperti self-esteem, perilaku, toleransi dan dukungan bagi mahasiswa lain Mutmainah, 2007: 3-4 . Dari penerapan case-based learning, cooperative learning dan student-centered learning, pada mata kuliah akuntansi keperilakuan di Jurusan Akuntansi FE Undip periode semester gasal 20062007, dapat disimpulkan: 1 Penerapan case-based learning secara signiikan berpengaruh terhadap meningkatnya pemahaman mahasiswa pada materi akuntansi keperilakuan. Meskipun telah cukup efektif diterapkan di kelas, penerapan cooperative learning dan student-centered learning belum cukup signiikan mempengaruhi peningkatan pemahaman mahasiswa pada materi kuliah. 2 Penerapan case-based learning, cooperative learning dan student-centered learning telah mampu mengaktualkan potensi sosial dan emosional mahasiswa, serta dapat mengasah karakter dan keterampilan skill mahasiswa Mutmainah 2007: 20.

C. Gaya Belajar

Pada masa remaja kekuatan pemikiran remaja yang sedang berkembang membuka cakrawala kognitif yang baru. Pemikiran mereka semakin abstrak, logis, dan idealis, lebih mampu menguji pemikiran diri sendiri, pemikiran orang lain dan apa yang orang lain pikirkan tentang diri mereka. Piaget percaya bahwa remaja dan orang dewasa berpikir dengan cara yang sama. Tetapi banyak juga ahli yang berpendapat bahwa pada masa dewasalah individu mengatur pemikiran operasional formal mereka. Gisela Labouvie-Vief menyatakan bahwa tahun-tahun masa dewasa akan menghasilkan pembatasan-pembatasan pragmatis yang memerlukan strategi penyesuaian diri yang sedikit mengandalkan analisis logis dalam memecahkan masalah. Kemampuan kognisi sangat baik selama masa dewasa awal, serta menunjukkan adaptasi dengan aspek pragmatis dari kehidupan Santrock, 2002: 91-92 William Perry menyatakan bahwa pada masa dewasa awal orang mulai menyadari adanya perbedaan pendapat dan berbagai perspektif yang dimiliki orang lain. Pemikiran atau kognisi orang dewasa mulai beragam, mulai meluaskan pemikiran individualistic dan mempercayai bahwa masing-masing orang memiliki pandangan dan pendapat masing-masing. Pandangan idealistic masa remaja bergeser ke pandangan relativisme total yang menjadikan orang dewasa memahami bahwa kebenaran adalah relative, bahwa arti sebuah peristiwa dihubungkan dengan konteks di mana peristiwa itu terjadi dan dibatasi dengan kerangka berpikir individu yang digunakan untuk memahami suatu peristiwa. Dalam relativisme total orang dewasa mengakui bahwa relativisme menyentuh semua aspek kehidupan, tidak hanya dunia akademis. Orang dewasa juga memahami bahwa pengetahuan tidak dibentuk dengan sendirinya tetapi bersifat kontekstual dan tidak absolute Santrock, 2002: 92 Pandangan lain tentang perkembangan kognitif orang dewasa dikemukakan oleh K. Warner Schaie. Schaie percaya bahwa tahap-tahap perkembangan kognitif Piaget menggambarkan peningkatan eisiensi dalam perolehan informasi yang baru. Orang dewasa lebih maju dalam penggunaan intelektualitas mereka; berubah dari mencari pengetahuan menuju menerapkan pengetahuan dalam kehidupan pragmatis. Hal terutama dalam pelibatan intelektual pada masa dewasa adalah penerapan intelektual pada situasi yang memiliki konsekuensi besar dalam mencapai tujuan jangka panjang seperti pencapaian karir dan pengetahuan Santrock, 2002: 92. Berkenaan dengan perkembangan kognitif orang dewasa, maka orang dewasa juga memiliki gaya belajar yang berlainan. Dalam hal berhubungan dengan pencarian pengetahuan gaya belajar orang dewasa terkategori menjadi gaya belajar concrete experience CE, relective observation RO, abstract conceptualization AC, dan active experimentation AE Kolb, 2005: 194. Namun demikian pada umumnya seseorang memiliki gaya belajar yang merupakan kombinasi dari masing-masing kecenderungan, sehingga jarang ditemui seseorang yang memiliki gaya belajar murni abstrak tetapi kebanyakan merupakan kombinasi dari dua kategori meskipun salah satu adalah yang paling dominan. Gaya belajar itu dikembangkan dari teori pembelajaran berdasarkan pengalaman yang menyatakan bahwa proses pengetahuan diciptakan melalui transformasi dari pengalaman. Pengetahuan adalah hasil dari kombinasi antara pengumpulan dan tranformasi pengalaman Kolb, 2005: 194 Pembelajaran melalui pengalaman adalah proses mengkonstruksi pengetahuan yang menghasilkan kecenderungan kreatif yang tanggap terhadap situasi kontekstual. Proses ini digambarkan sebagai siklus ideal proses belajar dimana pembelajar “menyentuh semua basis” yaitu pengalaman experiencing, releksi relecting, kognitif thinking dan perilaku acting. Ini merupakan proses yang terus berulang menghadapi situasi pembelajaran dan terhadap apa yang sedang dipelajari. Pengalaman-pengalaman konkret adalah dasar bagi observasi dan releksi. Releksi adalah tahapan asimilasi dan penyaringan ke dalam konsep- konsep abstrak yang selanjutnya akan muncul dalam bentuk perilaku Kolb, 2005: 194 Jadi dalam hal ini jelas sekali bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi pengalaman dari individu. Namun demikian dalam kenyataan sehari-hari pengalaman individu seringkali didapat bukan secara mandiri tetapi hasil interaksi individu satu dengan individu lain. Dalam hal ini karena individu juga makhluk social maka sangat dimungkinkan bahwa kognisi mereka sering kali bersifat kolaboratif, sehingga hasil konstruksinya adalah konstruksi social. Secara umum pendekatan konstruktivis social menekankan pada konteks social dari pembelajaran dan bahwa pengetahuan dibangun dan dikonstruksi secara bersama. Keterlibatan orang lain membuka kesempatan bagi siswa untuk mengevaluasi dan memperbaiki pemahaman mereka saat mereka bertemu dengan pemikiran orang lain dan saat mereka berpartisipasi dalam mencari pemahaman bersama Santrock, 2008: 389-390. Melalui cara ini pengalaman dalam konteks social memberikan mekanisme penting untuk perkembangan pemikiran mahasiswa

D. CIRC Cooperative Integrated Reading and Composition

Pendekatan pemrosesan informasi menyatakan bahwa seseorang mengolah informasi, memonitornya, dan menyusun strategi berkenaan dengan informasi tersebut. Inti dari pendekatan inim adalah proses memori dan proses berpikir. Menurut pendekatan pemrosesan informasi, individu secara bertahap mengembangkan kapasitas untuk memproses informasi, dan karenanya secara bertahap pula mereka bisa mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang komplek Santrock, 2008: 310 Beberapa pendekatan pemrosesan informasi memiliki kecenderungan yang lebih konstruktivis. Mereka yang memiliki kecenderungan ini memandang guru sebagai pembimbing kognisi untuk tugas akademik dan siswa sebagai pembelajar yang berusaha memahami tugas-tugas tersebut. Pemrosesan informasi terkait dengan komponen utama daya ingat yaitu rekaman indera, daya ingat jangka pendek dan daya ingat jangka panjang. Indera adalah daya ingat yang sangat pendek yang terkait dengan indra. Daya ingat jangka pendek adalah suatu system penyimpanan yang menampung lima hingga Sembilan bit informasi setiap saat. Sedangkan daya ingat jangka panjang ialah bagian system daya ingat di mana sejumlah besar informasi disimpan selama kurun waktu yang tidak terhingga. Teori pembelajaran kognisi menekankan pentingnya membantu siswa menghubungkan informasi yang sedang dipelajari dengan informasi yang sudah ada dalam daya ingat jangka panjang Slavin, 2008: 264 Banyak hal yang dipelajari siswa di sekolah adalah fakta yang harus diingat. Fakta membentuk kerangka yang menjadi gantungan lebih banyak konsep yang rumit. Bahan factual harus dipelajari seeisien dan seefektif mungkin, untuk menyisakan waktu dan energi mental bagi pembelajaran yang bermakna. Informasi yang masuk akal dan mempunyai arti bagi siswa akan lebih bermakna daripada pengetahuan tidak aktif dan informasi yang dipelajari dengan hafalan. Menurut teori schemata, pengetahuan bermakna masing-masing orang dibangun dari jaringan dan hirarki schemata Slavin, 2008: 250 Metakognisis membantu siswa belajar dengan memikirkan, mengendalikan dan dengan efektif menggunakan proses pemikiran mereka sendiri. Pembuatan catatan, penggarisbawahan yang dilakukan dengan selektif, meringkas, menulis untuk belajar, membuat garis besar dan pemetaan dapat dengan efektif meningkatkan pembelajaran. Metode CIRC merupakan program yang komprehensif untuk mengajari pelajaran membaca, menulis, dan seni berbahasa. Metode CIRC memiliki fokus utama membuat penggunaan waktu tindak lanjut menjadi lebih efektif, sehingga tujuan-tujuan dalam bidang lain seperti pemahaman membaca, kosa kata, pembacaan pesan, dan ejaan dapat dipanuhi. Pemahaman bacaan dapat dikembangkan dengan mengajari siswa kemampuan-kemampuan merangkum, mempertanyakan, menjelaskan, dan memprediksi. Tujuan utama CIRC adalah menggunakan tim-tim kooperatif untuk membantu para siswa mempelajari kemampuan memahami bacaan yang dapat diaplikasikan secara luas. Pada kegiatan tersebut siswa harus mengidentiikasi lima unsur yaitu karakter, latar belakang kejadian, masalah, usaha yang dilakukan dan solusi akhir. Slavin, 2010:200-203