Globalisasi dan Pembelajaran di SMK

untuk mengeksplorasi kemampuan dirinya sekaligus berpartisipasi penuh dalam kehidupan masyarakat Putu Sudira, 2014: 686. Dengan demikian, siswa jangan hanya aktif dalam pembelajaran di kelas saja, namun juga harus mampu terlibat dalam persolan-persoalan nyata di masyarakat. Pembelajaran di SMK pada akhirnya harus menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi di masyarakat global saat ini. Perkembangan teknologi yang diikuti dengan berkembangnya ide-ide demokratisasi serta multikulturalisme merupakan realitas yang tidak dapat dihindari. Pembelajaran di SMK harus mampu menyiapkan peserta didik agar mampu beradaptasi dengan kondisi tersebut. Pembelajaran di SMK jangan hanya menyiapkan peserta didik menjadi calon tenaga kerja saja. Pembelajaran di SMK harus mengakomodasi semua kebutuhan peserta didik baik material maupun non-material sehingga mereka mampu serta siap menghadapi semua tantangan di masa yang akan datang.

C. Hakikat Pembelajaran Sejarah

Pembelajaran merupakan proses interaksi antara guru dan peserta didik melalui proses belajar mengajar Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, 1995: 6. Guru hendaknya mempersiapkan proses pembelajaran dengan sebaik mungkin agar siswa mencapai target serta tujuan pembelajaran. Guru tidak hanya memberikan materi saja kepada siswa, namun siswa diharapkan aktif dalam menggali pengetahuan serta makna dari hal tersebut selama proses pembelajaran. Dengan demikian, proses pembelajaran diharapkan tidak hanya bergantung kepada guru saja, namun dapat berkembang sesuai dengan konteks masing-masing siswa. Kontekstualisasi proses pembelajaran harus diterapkan dalam setiap mata pelajaran termasuk dalam pembelajaran sejarah. Menurut I Gde Widja, pembelajaran sejarah merupakan perpaduan antara aktivitas belajar mengajar yang didalamnya mempelajari masa lampau yang erat kaitannya dengan masa kini Setianto, 2012: 479. Pembelajaran sejarah bukan lagi berkisar pada hafalan mengenai peristiwa-peristiwa ataupun tokoh dari masa lampau namun harus mampu memberikan inspirasi bagi peserta didik dalam menjalani kehidupannya di masa kini maupun di masa yang akan datang. Dengan demikian, pembelajaran sejarah harus diajarkan secara kontekstual agar memiliki relevansi dengan kondisi masa kini maupun masa yang akan datang. Pembelajaran sejarah tidak hanya berpusat pada transfer of knowledge namun juga transfer of value. Pembelajaran sejarah bukan hanya mengedepankan aspek kognitif saja namun harus menanamkan nilai-nilai yang berguna bagi generasi masa kini. Menurut Sartono Kartodirjo dalam Supardi 2006:129 bahwa maksud pembelajaran sejarah adalah agar generasi muda yang berikut dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari pengalaman nenek moyangnya. Dengan demikian pembelajaran sejarah tidak hanya diharapkan dapat menambah pengetahuan siswa tentang masa lampau, namun juga dapat mengubah perilaku sebagai akibat dari proses pembelajaran sejarah yang telah dilalui. Pembelajaran sejarah juga harus menjadi alat evaluasi terhadap peristiwa di masa lampau agar dapat meniti kehidupan yang lebih arif serta bijaksana Hermanu, 2013: 4. Hal tersebut menjadi bagian dari proses penanaman nilai serta karakter bagi peserta didik. Guru sejarah harus mampu membimbing serta mendorong peserta didik agar melihat masa lampau secara lebih kritis tanpa mencekoki siswa dengan “kebenaran tunggal” dalam sejarah. Harapannya siswa mampu memahami suatu peristiwa sejarah dengan lebih baik sehingga dapat mengambil nilai-nilai yang tersirat dari masa lampau. Pembelajaran sejarah juga sepatutnya mengedepankan aspek lokalitas dalam materi pembelajaran yang dimuat. Sejarah lokal dideinisikan sebagai sejarah yang memuat aspek lokalitas baik itu bersifat geograis maupun etnis- kultural. Deinisi sejarah lokal bergantung kepada “perjanjian” yang diajukan oleh penulis sejarah Tauik Abdullah, 1996: 15. Sejarah lokal bersifat elastis karena dapat berbicara mengenai sejarah suatu desa, kecamatan, kabupaten, tempat tinggal suatu etnis, suku bangsa yang mendiami satu atau beberapa daerah. Pembelajaran sejarah lokal memiliki arti penting dalam konteks globalisasi. Pembelajaran sejarah lokal diharapkan mampu memberikan sumbangan kesadaran sejarah pada peserta didik. Selain itu melalui pembelajaran sejarah lokal, peserta didik diharapkan mampu lebih mengenal lingkungan tempat tinggalnya serta potensi-potensi yang ada di lingkungannya. Pengenalan lingkungan kepada peserta didik ini memiliki arti penting karena dapat mengenalkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam setiap aspek lokalitas masyarakat. Tujuannya untuk memberikan inspirasi kepada peserta didik dalam menghadapi tantangan di masa kini maupun masa yang akan datang. Kebermaknaan pembelajaran sejarah lokal inilah yang harus ditanamkan oleh guru selama proses pembelajaran.

D. Pembelajaran Sejarah di SMK dalam Konteks Globalisasi

Bagaimana implementasi pembelajaran sejarah di SMK dalam konteks globalisasi? Paradigma yang paling ideal untuk mengembangkan pembelajaran sejarah di SMK dalam konteks globalisasi adalah Konstruktivisme. Paradigma Konstruktivisme merupakan landasan utama dalam penyusunan Kurikulum 2013. Konstruktivisme memandang siswa sebagai manusia aktif yang dapat mengembangkan pengetahuan bagi diri mereka sendiri Schunk, 2012: 323. Dengan demikian, peserta didik memiliki kemungkinan untuk mengonstruksi pengetahuan serta sikapnya selama proses pembelajaran. Sementara itu posisi guru dalam proses pembelajaran lebih sebagai fasilitator yang mendorong siswa mengonstruksi pemahamannya. Berkaitan dengan tugas guru sebgai fasilitator,maka guru harus mampu melakukan inovasi dalam pembelajaran sejarah. Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, kontekstualisasi pembelajaran sejarah serta upaya merupakan hal yang harus dilakukan guru. Dalam konteks pembelajaran sejarah di SMK, guru harus melakukan framing strategy mewacanakan tema tertentu yang dilanjutkan dengan penggalian wacana sebagai pijakan bagi terbentuknya kesadaran serta karakter peserta didik. Framing strategy dapat dilakukan oleh guru dengan memilah serta mengembangkan materi tertentu. Dalam konteks pembelajaran sejarah di SMK, guru sejarah harus menyesuaikannya dengan persoalan konkrit yang berkaitan dengan pendidikan kejuruan. Sebagai contoh dalam materi sejarah pergerakan nasional, guru dapat menyampaikan kepada peserta didik mengenai persoalan tenaga kerja di zaman kolonial Hindia Belanda. Pada masa itu, minimnya tenaga kerja pribumi yang terampil mengakibatkan mayoritas pekerja pribumi menjadi pekerjaan kasar sehingga mendapat upah yang sangat rendah bila dibandingkan dengan pekerja-pekerja asing Ingelson, 2013:124-125. Persoalan inilah yang harus dikontekstualisasikan dalam proses pembelajaran sejarah di SMK. Guru kemudian dapat meminta siswa untuk membandingkan persoalan tersebut dengan persoalan ketenagakerjaan pada masa kini. Siswa didorong untuk menganalisis hal tersebut untuk menemukan benang merah dari keduanya. Setelah itu, guru dapat membimbing siswa untuk mencari pemecahan masalah dari persoalan tersebut, sekaligus mendorong siswa untuk dapat mempersiapkan diri menghadi persoalan tersebut dalam kehidupan nyata. Kontekstualisasi materi pembelajaran sejarah melalui pembelajaran berbasis masalah inilah yang dapat dilakukan guru sejarah agar mempersiapkan peserta didik menjadi pribadi yang kritis, solutif, serta adaptif dalam menghadapi berbagai persoalan di dunia nyata. Pembelajaran berbasis masalah memiliki sejumlah keunggulan diantaranya: 1 Siswa dapat lebih mengenal persoalan di dunia nyata dan berkontribusi dalam upaya pemecahannya, 2 Siswa dapat mengembangkan kemampuan untuk membangun pengetahuannya sendiri, 3 Siswa mulai terbiasa dengan cara kerja yang ilmiah dan rasional Dindin Abdul Muiz, tanpa tahun: 6. Melalui pembelajaran berbasis masalah ini juga siswa diharapkan lebih aktif dan dan mampu memberikan solusi dalam menghadapi berbagai persoalan. Sikap dan Karakter inilah yang harus dimiliki peserta didik untuk menghadapi persaingan era globalisasi seperti saat ini. Selain kontekstualisasi materi, pembelajaran Sejarah di SMK idealnya juga mengedepankan aspek lokalitas dalam proses pembelajarannya. Upaya ini penting karena pembudayaan nilai-nilai karakter di SMK di setiap daerah