Hakikat Pembelajaran Sejarah Prosiding Seminar Nasional program studi pendidikan sejarah se-Indonesia.

guru dalam proses pembelajaran lebih sebagai fasilitator yang mendorong siswa mengonstruksi pemahamannya. Berkaitan dengan tugas guru sebgai fasilitator,maka guru harus mampu melakukan inovasi dalam pembelajaran sejarah. Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, kontekstualisasi pembelajaran sejarah serta upaya merupakan hal yang harus dilakukan guru. Dalam konteks pembelajaran sejarah di SMK, guru harus melakukan framing strategy mewacanakan tema tertentu yang dilanjutkan dengan penggalian wacana sebagai pijakan bagi terbentuknya kesadaran serta karakter peserta didik. Framing strategy dapat dilakukan oleh guru dengan memilah serta mengembangkan materi tertentu. Dalam konteks pembelajaran sejarah di SMK, guru sejarah harus menyesuaikannya dengan persoalan konkrit yang berkaitan dengan pendidikan kejuruan. Sebagai contoh dalam materi sejarah pergerakan nasional, guru dapat menyampaikan kepada peserta didik mengenai persoalan tenaga kerja di zaman kolonial Hindia Belanda. Pada masa itu, minimnya tenaga kerja pribumi yang terampil mengakibatkan mayoritas pekerja pribumi menjadi pekerjaan kasar sehingga mendapat upah yang sangat rendah bila dibandingkan dengan pekerja-pekerja asing Ingelson, 2013:124-125. Persoalan inilah yang harus dikontekstualisasikan dalam proses pembelajaran sejarah di SMK. Guru kemudian dapat meminta siswa untuk membandingkan persoalan tersebut dengan persoalan ketenagakerjaan pada masa kini. Siswa didorong untuk menganalisis hal tersebut untuk menemukan benang merah dari keduanya. Setelah itu, guru dapat membimbing siswa untuk mencari pemecahan masalah dari persoalan tersebut, sekaligus mendorong siswa untuk dapat mempersiapkan diri menghadi persoalan tersebut dalam kehidupan nyata. Kontekstualisasi materi pembelajaran sejarah melalui pembelajaran berbasis masalah inilah yang dapat dilakukan guru sejarah agar mempersiapkan peserta didik menjadi pribadi yang kritis, solutif, serta adaptif dalam menghadapi berbagai persoalan di dunia nyata. Pembelajaran berbasis masalah memiliki sejumlah keunggulan diantaranya: 1 Siswa dapat lebih mengenal persoalan di dunia nyata dan berkontribusi dalam upaya pemecahannya, 2 Siswa dapat mengembangkan kemampuan untuk membangun pengetahuannya sendiri, 3 Siswa mulai terbiasa dengan cara kerja yang ilmiah dan rasional Dindin Abdul Muiz, tanpa tahun: 6. Melalui pembelajaran berbasis masalah ini juga siswa diharapkan lebih aktif dan dan mampu memberikan solusi dalam menghadapi berbagai persoalan. Sikap dan Karakter inilah yang harus dimiliki peserta didik untuk menghadapi persaingan era globalisasi seperti saat ini. Selain kontekstualisasi materi, pembelajaran Sejarah di SMK idealnya juga mengedepankan aspek lokalitas dalam proses pembelajarannya. Upaya ini penting karena pembudayaan nilai-nilai karakter di SMK di setiap daerah seharusnya berbeda satu dengan yang lainnya. Nilai-nilai yang ditanamkan tersebut harus memperhatikan karakteristik sosio-kultural, potensi wilayah, serta keunggulan masing-masing daerah Putu Sudira, tanpa tahun: 2. Selain itu, nilai-nilai yang ditanamkan pada peserta didik juga harus sesuai dengan nilai-nilai sosio-kultural yang hidup dalam masyarakat. Penanaman tersebut penting untuk mencegah efek negatif globalisasi yakni memudarnya nilai-nilai budaya lokal dalam masyarakat yang digantikan dengan budaya McDonaldisasi yang liberal Hermanu, 2013: 5. Memudarnya nilai-nilai budaya lokal sebagai akibat globalisasi yang seharusnya dicegah melalui proses pembelajaran sejarah lokal di SMK. Sejarah lokal memiliki beberapa tema yang dapat dimasukkan dalam materi pembelajaran sejarah. Salah satu tema sejarah lokal yang dapat dikenalkan kepada peserta didik adalah biograi tokoh lokal Kuntowijoyo, 2003: 145. Kajian mengenai biograi tokoh lokal ini dapat dimanfaatkan guru dalam menanamkan nilai-nilai moral tokoh tersebut kepada peserta didik. Selain itu, penggunaan tokoh lokal sebagai role mode yang dipelajari siswa akan lebih mudah diterima ketimbang tokoh dari daerah lain. Sebagai contoh di Yogyakarta, guru dapat mengenalkan ketokohan Pangeran Diponegoro sebagai seorang yang memperjuangkan nilai-nilai budaya Jawa saat nilai-nilai tersebut mulai tergerus oleh dampak negatif budaya Barat di lingkungan keraton Yogyakarta Carey, 2015: 218. Nilai-nilai perjuangan Diponegoro inilah yang harus dipahami oleh peserta didik dalam proses pembelajaran. Tugas guru sejarah kemudian membangun konstruksi sosial dalam proses pembelajaran. Guru sejarah dapat memulai proses tersebut dengan memberikan pemahaman kepada siswa mengenai degradasi moral yang dialami bangsa Indonesia pada era global ini. Sikap sebagian bangsa Indonesia yang begitu saja menerima segala pengaruh budaya Barat dapat menjadi salah satu persoalan yang disampaikan. Berpijak pada fenomena tersebut, guru sejarah dapat mengajak siswa meneladani sikap Diponegoro yang tetap mengedepankan nilai-nilai kearifan lokal dan tidak begitu saja menerima sepenuhnya pengaruh budaya Barat di masa lampau. Keteladanan Diponegoro inilah yang perlu dipahami oleh peserta didik sehingga mereka dapat menyikapi pengaruh globalisasi dengan lebih baik. Pemahaman akan nilai-nilai budaya lokal merupakan hal yang sangat penting dalam menghadapi era globalisasi. Nilai-nilai lokal diharapkan tetap menjadi basis penyaring untuk menyeleksi berbagai dampak negatif yang diakibatkan globalisasi. Proses pembelajaran sebaiknya berakar pada tradisi lokal, namun di sisi lain juga harus mampu menyerap pengetahuan global yang sesuai untuk mendorong perkembangan nilai-nilai lokal tersebut. Penyerapan nilai-nilai lokal inilah yang diperlukan untuk mengembangkan masyarakat lokal secara umum ataupun individu-individu sebagai bagian dari masyarakat lokal tersebut.