Kompetensi Sarjana Pendidikan Sejarah dalam Implementasi Kurikulum Nasional Pendidikan Sejarah
SMA
Heri Susanto
Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin
iniherisusantounlam.ac.id
Abstrak
Kurikulum tidak bisa dilepaskan dari perkembangan zaman yang berubah dari waktu kewaktu. Perubahan memang tidak dapat dipungkiri dalam
dunia pendidikan, pengajaran yang baik ialah yang bisa menyesuaikan dengan zaman yang ada sehingga apa yang diajarkan sesuai dengan
perkembangan zaman yang ada serta yang akan datang. Sebab itulah kurikulum menjadi komponen penting sebagai penentu arah dan acuan
dalam dunia pendidikan. Perubahan kurikulum menjadi hal yang mutlak diperlukan. Permasalahan yang kemudian muncul adalah; apakah
perubahan kurikulum tersebut dapat diimplementasikan dengan benar di tingkat satuan pendidikan. Berbagai permasalahan teridentiikasi
antara lain adalah ketidak siapan personel yang menjadi ujung tombak implementasi kurikulum, dalam hal ini guru. Langkah antisipasi untuk
masalah tersebut adalah, calon sarjana pendidikan sejarah hendaknya memiliki kemampuan akademis memadai untuk merespon dan beradaptasi
terhadap perubahan kurikulum. Untuk dapat menjalankan fungsi tersebut penting untuk mengidentiikasi kompetensi apa saja yang diperlukan
sarjana pendidikan sejarah dalam implementasi kurikulum nasional pendidikan sejarah di SMAMASMK.
Kata kunci: kompetensi, sarjana pendidikan sejarah, kurikulum nasional A. Pendahuluan
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan sebagai lembaga yang menghasilkan tenaga pendidik, dalam hal ini guru, mempunyai peran yang
sangat spesiik. Berbeda dengan lembaga akademik lain yang spesiik hanya mengkaji bidang keilmuan tertentu, LPTK memiliki tugas tambahan untuk
dapat memadukan aspek keilmuan dengan praksis pendidikan. Dalam hal keilmuan setidaknya LPTK harus mampu menentukan porsi dan posisi lebih
dari satu bidang keilmua. Pada level yang sangat spesiik yaitu program studi, tiap program studi harus memadukan aspek keilmuan bidang studi dan aspek
keilmuan pendidikan ditambah dengan adaptasi atau penyesuaian terhadap
kebijakan pendidikan. Dengan demikian program studi haruslah responsif terhadap berbagai isu pendidikan, terutama perubahan kurikulum persekolahan.
Program studi tidak sepantasnya terkungkung pada ego sektoral keilmuan sehingga lupa pada fungsinya untuk merespon berbagai isu pendidikan,
terlebih perubahan kurikulum. Pada sisi lain program studi juga tidak dapat mengabaikan prinsip-prinsip penting keilmuan dan hanya mengikuti trenisu
yang berkembang di masyarakat. Di tengah peran yang tidak mudah tersebut, program studi pendidikan sejarah diharapkan mampu menyiapkan calon guru
yang cakap, kompeten dan responsif terhadap perubahan kurikulum pendidikan sejarah pada jenjang SLTA. Menjadi pengetahuan bersama bahwa alumni
program studi pendidikan sejarah seringkali mengalami kegagapan ketika mereka lulus dan harus mempraktikkan ilmunya di sekolah, ternyata kurikulum
yang berlaku berbeda dengan kurikulum yang pernah mereka pelajari ketika di perkuliahan. Kondisi seperti ini seringkali terjadi ketika kurikulum berganti,
sedangkan program studi belum mampu serta merta mengubah kurikulum perkuliahan ataupun memberikan suplemen perubahan kurikulum sekolah
kepada para mahasiswanya. Idealnya alumni program studi pendidikan sejarah, ketika mereka menyelesaikan pendidikan kesarjanaannya mereka benar-benar
memiliki bekal pengetahuan, keterampilan dan sikap yang memadai sesuai dengan kebutuhan dunia pendidikan.
Jawaban dari permasalahan tersebut adalah kemampuan program studi dalam memposisikan diri di tengah berbagai tuntutan di atas. Penting untuk
dipahami dengan benar, bahwa program studi pendidikan sejarah bukanlah program studi ilmu sejarah yang tujuan utamanya menghasilkan para ilmuwan
sejarahsejarawan, program studi pendidikan sejarah adalah program studi yang tujuan utamanya menghasilkan calon pendidik untuk bidang studi
sejarah. Mengajarkan kepada siswa untuk belajar dari sejarah guna kepentingan masa kini dan akan datang adalah tugas utama sarjana pendidikan sejarah.
Tinjauan ini bermaksud untuk mengidentiikasi dan merumuskan aspek-aspek kompetensi yang harus dikuasai oleh sarjana pendidikan sejarah sehingga dapat
menjalankan perannya dengan baik dalam sistem pendidikan nasional.
B. Perubahan Kurikulum dan Posisi Pendidikan Sejarah
Terkait implementasi kurikulum, seringkali terjadi kegagapan guru ketika terjadi perubahan kurikulum. Kurikulum seringkali hanya dipahami sebagai
kumpulan mata pelajaran dan poin-poin materi pembelajaran yang harus disampaikan. Tujuan, terlebih ilosoi kurikulum seringkali kurang dipahami
pengajar, sehingga meskipun kurikulum selalu berganti akan tetapi pembelajaran tidak mengalami perkembanganHeri Susanto, 2014: 63-64. Kondisi seperti ini
secara tidak langsung semakin melemahkan posisi pendidikan sejarah karena aspek pedagogi yang seharusnya bersifat sangat dinamis, gagal dimaknai dan
diimplementasikan dengan benar.
Setiap kurikulum tentunya dilandasi sebuah ilosoi besar yang menjadi dasar pengembangannya. Filsafat Intelektualisme misalnya yang menjiwai
kurikulum 1968, Filsafat Behavioralisme yang mendasari kurikulum 1975. Filsafat Humanisme yang menjiwai kurikulum 1984, yang dikenal dengan
peningkatan peran sejarah sebagai pendorong patriotisme dan nasionalisme sehingga memunculkan mata pelajaran Pendidikan Sejarah Perjuangan
Bangsa PSPB, kendatipun muncul kesan kemudian bahwa hal ini karena mentri pendidikannya adalah orang sejarah. Filsafat Humanisme juga masih
menjiwai kurikulum 1994 meskipun PSPB dihapuskan. Selanjutnya Filsafat Konstruktivisme yang mendasari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
KTSP.
Sumber: materi sosialisasi Kurikulum 2013 Kemendikbud
Kendatipun kurikulum menurut Oliva 1982 adalah produk zaman dan berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat. Akan tetapi perubahan
kurikulum seringkali menimbulkan kegagapan dikalangan pelaku pendidikan terutama guru. Kurang efektifnya proses sosialisasi dan keengganan keluar
dari “zona kenyamanan” kadangkala menjadikan perubahan kurikulum tidak membawa hasil yang diinginkan.
Terkait kurikulum pendidikan sejarah, I Gde Widja 2002, mempertanyakan; apakah pendidikan sejarah akan menjadi beban atau kekuatan dalam
kurikulum di masa depan?. Mengutip Kompas edisi 30 April 1991, Widja menggarisbawahi anggapan yang mengatakan bahwa arah pendidikan ke depan
haruslah berorientasi untuk menyiapkan generasi yang menguasai ilmu-ilmu eksak. Pandangan ini cenderung meletakkan pendidikan sejarah khususnya,
pendidikan ilmu sosial dan humaniora pada umumnya dalam posisi yang berseberangan dengan pendidikan eksakta dan teknologi I Gde Widja, 2002.
Pandangan tersebut bisa jadi menjadi legitimasi untuk meletakkan pendidikan sejarah pada posisi yang tidak penting dan cenderung hanya
menjadi pelengkap kurikulum nasional. Faktanya ada atau tidak pengaruh dari pandangan tersebut, dalam kurikulum KBK dan KTSP, pendidikan sejarah
seakan hanya menjadi subjek minor yang dapat diajarkan oleh guru yang bahkan tidak memiliki kompetensi sebagai pengajar sejarah.
Kehadiran pendidikan sejarah dalam kurikulum pendidikan formal dilandasi oleh pertimbangan akademik. Wineburg 2006 mengatakan bahwa;
pengetahuan sejarah dapat berperan seperti bank pengetahuan dalam melakukan kontemplasi atas masalah-masalah kekinian. Cerita sejarah sangat iluminatif
tentang upaya manusia menjawab tantangan yang mereka hadapi dan media yang sangat baik untuk mengembangkan inspirasi, kreativitas, inisiatif, dan
kemampuan berikir antisipatif. Kemampuan sejarah sebagai media pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan disebabkan karena sejarah berhubungan
dengan berbagai aspek kehidupan manusia di masa lampau yang terus berlanjut ke masa kini dan masa mendatang Hamid Hasan, 2012. Argumen tersebut
menjelaskan bahwa pendidikan sejarah dalam kurikulum nasional sangatlah penting. Peran penting pendidikan sejarah tersebut akan dapat mencapai
fungsinya dengan maksimal apabila keberadaan pendidikan sejarah dalam kurikulum nasional dapat menjadi sumber inspirasi bagi peserta didik, yang
dioperasionalkan dalam pembelajaran sejarah.
C. Kurikulum Nasional dan Prasarat Kompetensi Calon Guru Sejarah
Perkembangan kurikulum pendidikan sejarah dalam beberapa dasawarsa terakhir semakin akademis, hal ini terlihat dari kurikulum sejarah level SLTA yang
telah memasukkan muatan-muatan keilmuan secara spesiik dan mensyaratkan kemampuan berpikir tingkat tinggi pada jenjang SLTA yaitu kemampuan
berpikir historis yang di dalamnya juga mensyaratkan kemampuan berpikir kritis. Bila dianalisis sejak KTSP, terlebih pada Kurikulum 2013 secara eksplisit
telah tertulis bahwa salah satu tujuan kurikulum adalah; mengembangkan kemampuan berpikir sejarah historical thinking, keterampilan sejarah
historical skill, dan wawasan terhadap isu sejarah historical issues, serta menerapkan kemampuan, keterampilan dan wawasan tersebut dalam kehidupan
masa kini Dokumen Kurikulum 2013.
Berpikir historis dalam tinjauan Garvey Krug 2015, tidak terlepas dari aspek pemahaman sejarah. Pembelajaran sejarah yang baik menurut Garvey
Krug 2015: 4 tidak terbatas pada pengetahuan faktual saja. Siswa juga dituntut untuk memahami perkembangan peristiwa sejarah secara imajinatif
dan analitis. Selanjutnya kemampuan ini dapat dilihat melalui tiga hal;