Strategi Pembelajaran Biograi di Satuan Pendidikan untuk Menggali Nilai-Nilai Karakter

berhati-hati atau sabar dalam bekerja. Hal yang sama juga dapat dilakukan dalam mempelajari pengalaman tentang sikap kenegarawan Soekarno, umpamanya foto ekspresi wajah dan video saat berpidato.Bukti ini menjadi contoh sikap bagi anak dalam hal keberanian menyampaikan pendapat atau berbicara di depan umum. Contoh lain misalnya tentang biograi RA Kartini. Peserta didik tidak hanya sekedar disuguhkan foto Kartini saja, tapi dilengkapi dengan bukti lain berupa surat-surat Kartini atau buku ‘Habis Gelap Terbitlah Terang’. Peserta didik akan terkuak kesadarannya dengan melihat bukti sejarah, apa lagi jika pembelajaran dikemas dengan menarik dengan menceritakan pemikiran, sikap, dan tindakan Kartini untuk dirinya sendiri dan untuk bangsa ini. Pengalaman Kartini dapat dirasakan semakin mendalam, pendidik jangan lupa mengaitkan keadaan Kartini tempo dulu dengan kondisi anak-anak “Kartini” zamansekarang. Pendidik harus selalu berupaya untuk selalu mengaitkan cerita pengalaman masa lalu dengan keadaan masa sekarang. Ini adalah kunci untuk menggugah kesadaran sejarah peserta didik agar mereka dapat berpikir, bersikap dan bertindak lebih baik di masa depan dengan mencontoh perilaku baik generasi terdahulu, terlebih lagi kalau itu adalah orang yang mereka kagumi. Pembelajaran biograi pada pendidikan menengah tentu lebih kompleks lagi dibanding pendidikan dasar. Pada tahap ini pembelajaran biograi dapat disajikan melalui bacaan singkat tentang perjalanan hidup seseorang. Cara yang dilakukan misalnya, pendidik meminta peserta didik membaca atau membuat ringkasan biograi singkat agar diperoleh pengetahuan seputar tokoh biograi tersebut. Di sekolah pendidik dan peserta didik mendikusikannya lebih lanjut layaknya acara talkshow di televisi agar lebih menarik. Hal penting yang selalu diingat bahwa perbincangan mengenai karakter tokoh selalu berdasarkan kepada fakta dan bukti sejarah. Dalam proses diskusi peserta didik dilatih menganalisis dan mengkritisi watak dan tabiat seorang tokoh dari berbagai sudut pandang. Dengan demikian mereka memperoleh wawasan yang luas sehingga bertambah dalam pula kesadaran sejarah dirinya. Peserta didik diajak melakukan penilaian baik buruk pengalaman masa lalu seseorang. Contoh lain yang menarik misalnya mengkaji biograi sejarah yang kontroversial seperti biograi Tan Malaka. Peserta didik akan terasah kemampuan berpikir analitisnya ketika mengungkap seluk beluk kehidupan Tan Malaka, pemikirannya, tindak tanduk dan sikap politiknya di kancah internasional dan nasional dalam pergerakan kebangsaan. Peserta didik diajak merasakan, membayangkan atau memposisikan diri, berempati sampai akhirnya mampu mengemukakan pendapat sendiri lengkap dengan analisis dan penilaiannya. Melalui proses seperti ini peserta didik akan menginternalisasi nilai-nilai tertentu yang layak dicontoh dan yang mesti ditinggalkan, misal jangan mudah terbawa arus dengan paham internasional yang bertolak belakang dengan faham nasional, atau jangan bergerak sendirian, atau mesti bersatu melawan musuh bersama dan sebagainya. Apabila dikaitkan dengan konteks dan kondisi sekarang, misalnya jangan mudah terbawa arus oleh pengaruh westernisasi yang melunturkan warisan nilai-nilai luhur dari leluhur sendiri. Pembelajaran biograi pada pendidikan tinggi adalah yang paling kompleks mekanismenya dalam menyelami nilai-nilai karakter dari biograi tokoh yang dipelajari. Pembelajaran biograi di perguruan tinggi hampir sepenuhnya berada di tangan peserta didik mahasiswa melalui kegiatan penelitian, penelusuran bahan sampai pada proses penulisan biograi. Pembelajaran biograibahkan dijadikan sebagai tugas akhir. Pembelajaran biograi untuk menggali nilai-nilai karakter di perguruan tinggi tidak hanya bagi mereka yang menggeluti bidang studi sejarah saja, mahasiswa bidang studi lainpun dapat memanfaatkannya dengan mempelajari biograi tokoh yang relevan dengan bidang studi mereka, misalnya biograi tokoh isika, misalnya Newton. Syaratnya mahasiswa yang bersangkutan mesti memiliki bekal pengetahuan tentang metode sejarah agar kesadaran sejarah tetap menjadi basis untuk menggali nilai karakter tokoh yang dipelajari. Sebaliknya mahasiswa sejarah tentu lebih leluasa memilih tokoh yang akan diteliti dan ditulis, tidak hanya sebatas tokoh-tokoh sejarah. Mahasiswa bebas memilih tokoh inspiratif dan berpengaruh di bidangnya, umpamanya tokoh di bidang pendidikan, politik, ekonomi, budaya, kesenian, dan lain sebagainya. Tentu ada nilai-nilai karakter yang layak ditelusi dari seorang budayawan, seniman, penyanyi, pelukis, penulis, pengusaha, politikus yang dipelajari, diteliti dan ditulis biograinya. Di samping itu juga tidak tertutup kemungkinan menulis mahasiswa bias biograi seorang koruptor atau seorang dikatator yang terkenal sekalipun, asal tetap bersandar pada pengungkapan nilai-nilai karakternya. Pada prinsipnya semua nilai-nilai kebaikan dan keburukan potensial ada dalam diri seorang tokoh sebagai manusia biasa. Tugas mahasiswa dalam meneliti dan menulis biograi berkaitan dengan kesadaran sejarah dan nilai karakter adalah mengungkap fakta-fakta kisah perjalanan hidup seseorang terutama tindak tanduknya yang layak diteladani. Lompatan jauh yang mungkin dapat disasar dalam pembelajaran biograi di pendidikan tinggi adalah potensi untuk menyebarluaskan pemikiran positif dari hasil belajar biograi kepada khalayak ramai. Perguruan tinggi adalah pabrik penelitian dan pengetahuan. Hasil olahan pabrik berupa kumpulan pengetahuan, dalam hal ini pengetahuan akan nilai karater dalam biograi dapat ditansfer ke masyarakat sebagai upaya untuk membentuk karakter mulia generasi bangsa. Kegiatan ini tentu tidak sulit bagi dosen maupun mahasiswa. Bagi mahasiswa peluang ini dapat ditindaklanjuti ketika sedang terjun ke masyarakat saat kuliah kerja nyata KKN. Bagi dosen tanggungjawab ini bisa dilaksanakan dalam agenda tugas pengabdiannya kepada masyarakat. Dengan demikian realisasi moral knowing, moral feeling dan moral action bagi mahasiswa tidak lagi sebatas memperoleh ketiga aspek pendidikan moral untuk dirinya sendiri, namun lebih jauh adalah mentransfer lebih lanjut ketiga aspek itu knowing, feeling action kepada masyarakat sebagai bentuk tangungjawab sosialnya kepada bangsa dan negara. Inilah bentuk nyata dari aktualisasi riil kesadaran sejarah dan nilai karakter dalam diri mahasiswa. Pembelajaran biograi dalam proses belajar mengajar perlu mendapat perhatian serius dari pendidik berkenaan dengan teknik pelaksanaannya. Pembelajaran khusus mengenai biograi biasanya sulit dilakukan dalam proses pembelajaran tatap muka dalam kelas karena harus disesuaikan dengan kurikulum. Pendidik mesti meluangkan waktu dalam bentuk pertemuan khusus untuk itu. Kesempatan itu harus dimanfaatkan untuk mengenalkan cara-cara menggali nilai karakter dari sebuah biograi. Hal yang terpenting adalah selalu berupaya menganalogikan atau mencari perbandingan atas pengalaman masa lalu dengan kondisi masa sekarang supaya tidak terkesan masa lalu hanya untuk masa lalu yang tidak perlu diungkit sisi pembelajarannya.Namun bagaimana mengkaji masalalu untuk kepentingan masa ini dan mendatang.

F. Simpulan

Biograi potensial dalam mengembangkan kesadaran sejarah dan membina karakter peserta didik. Efektiitas pembelajaran biograi bergantung pada strategi pembelajaran yangditetapkan. Pendidik perlu menyesesuaikan strategi pembelajaran biograi dengan tingkat perkembangan moral dan mental peserta didik agar dapat menggugah kesadaran sejarahnya dalam menggali nilai karakter atau nilai moral tokoh dalam biograi. Pada pendidikan usia dini dan pendidikan dasar pembelajaran biograi dilakukan melalui cerita sejarah, pada pendidikan menengah melalui bacaan biograi singkat seorang tokoh, dan pada pendidikan tinggi melalui penelitian dan penulisan biograi tokoh. Beragam strategi ini diharapkan relevan untuk menggugah kesadaran sejarah dan membina karakter peserta didik sesuai dengan level pendidikannya. Daftar Pustaka Daliman. 2012. Pengantar ilsafat sejarah. Yogyakarta: Ombak. Aman 2014. “Aktualisasi nilai-nilai kesadaran sejarah dan nasionalisme dalam pembelajaran sejarah di SMA”. Jurnal Pendidikan Karakter, iv,1, 23-34. Anonym. 2006. he Churchill centre. www.winstonchurchil.org. Arthur, J. 2003. Education with character: the moral economy of schooling. London: Routledge Falmer. Carter, P. 2002. “Polite ’person’: character, biography and the gentleman”. Royal Historical Society RHS, 12, 333-354. Denison, B. J. 2011. History, time, meaning and memory: idea for sociology of religious. Leiden: Koninkjlijke Brill N Leiden: Koninkjlijke Brill NV. Glencross, A. 2010. Historical consciousness in international relation theory: a hidden disciplinary dialogue. Paper prepared for millennium conference at University of Berden. Pemerintah Republik Indonesia. 2010. Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025. Jakarta. Pownall, F. 2007. Lesson from the past: the moral use of history in fourth-century prose. USA: he University of Michigan Press. Kemendiknas. 2010. Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum dan Perbukuan. Kransy, K. 2006. “Into a new light: re-envisioning educational possibility for biography”. Language and Literacy, 8, 2, 1-28. Soedjatmoko. 1976. “Kesadaran sejarah dalam pembangunan”. Prisma. No. 7. horp, R. 2014. “Historical consciousness, historical media, and history education”. Historiska medier nr.5 ISBN 978-91-7601-077-8 versi elektronik. Wineburg, S. 2006. Berpikir historis: memetakan masa depan mengajarkan masa lalu. Terjemahan Masri Maris. USA: Temple University. buku asli diterbitkan tahun 2001. Nasionalisme Indonesia Awal Abad XX sebagai Pembelajaran Pendidikan dalam Masyarakat Multikulturalisme Indonesia Oleh: Ali Ma’ruf Abstrak Nasionalisme memiliki peranan penting dalam pembelajaran pendidikan masyarakat multikultural Indonesia. Nasionalisme Indonesia yang terbentuk pada awal abad ke XX sudah semestinya menjadi pembelajaran pendidikan pada dewasa ini. Nasionalisme yang terbentuk di Indonesia pada awal abad XX tidak memandang perbedaan ras, agama, atau suku bangsa. Nasionalisme lebih didasari pada persamaan nasib diantara masyarakat Indonesia karena dijajah Belanda. Nasionalisme pada awal abab XX sudah selayaknya menjadi pembelajaran bagi pendidikan dewasa ini. Pada kalangan pelajar nilai-nilai nasionalisme dapat dikatakan mulai luntur. Hal ini sangat berpengaruh terhadap konlik yang terjadi di masyarakat Indonesia akhir-akhir ini. Pada akhirnya nasionalisme harus ditingkatkan kembali dalam pembelajaran pendidikan untuk mencegah terjadinya konlik di masyarakat Indonesia yang multikultural. Kata Kunci: Nasionalisme Indonesia, Pendidikan Multikultur, Abad XX. A. Pendahuluan Indonesia yang memiliki keanekaragaman budaya dalam masyarakatnya sangat rawan terhadap konlik-konlik baik yang bersifat horisontal maupun vertikal. Konlik-konlik yang bersikap horizontal maupun vertikal jika tidak ditangani dengan baik dapat mengancam integritas kesatuan bangsa Indonesia. Pada era modern ini, masyarakat Indonesia sering dihadapkan pada konlik- konlik di berbagai daerah. Faktor penyebab konlik di berbagai daerah di antaranya diawali oleh kurangnya sifat saling menghargai terhadap perbedaan diantara masayarakat Indonesia itu sendiri. Konlik horizontal lahir karena perbedaan suku bangsa, agama, dan budaya yang berkembang dalam masyarakat Indonesia. Pada sisi lain konlik vertikal tercipta karena adanya konlik antara pemimpin dengan masyarakat, atasan dengan bawahan, maupun pemilik modal dengan buruhnya. Pendek katanya konlik horizontal merupakan konlik sosial, sedangkan konlik vertikal merupakan konlik politik. Konlik yang terjadi di berbagai daerah tidak akan terjadi jika masyarakat Indonesia dapat mengambil sisi positif terhadap masyarakat multikultural yang dimilikinya. Konlik yang terjadi di Indonesia jika dibiarkan terus-menerus tentu