Pembelajaran Sejarah dalam membangun karakter bangsa

4. Sejarah mempunyai prinsip sebab-akibat. Yakni merangkai fakta yang satu dengan fakta yang lain, dalam menjelaskan peristiwa sejarah yang satu dengan yang satu dengan peristiwa sejarah yang lain perlu mengingat prinsip sebab-akibat, dimana peristiwa yang satu diakibatkan oleh peristiwa sejarah yang lain dan peristiwa sejarah yang satu akan menjadi sebab peristiwa sejarah berikutnya. Lebih lanjut Hasan 2012, Hlm. 88 menjelaskan materi pendidikan sejarah akan mampu membangun memori kolektif sebagai bangsa hasil belajar apabila ada proses identiikasi yang kuat dari peserta didik terhadap peristiwa sejarah yang dipelajari. Disinilah guru sejarah berperan penting untuk membantu atau memfasilitasi peserta didik. Guru sejarah harus mampu memberikan pemahaman kepada siswa mengenai makna dari pembelajaran sejarah itu sendiri. Pembelajaran sejarah berfungsi untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter yang dapat dilihat bukti dan implikasinya dari kejadian- kejadian di masa lalu. Sebagai contoh, ketika mempelajari peristiwa proklamasi. Tokoh Proklamator bangsa Indonesia yakni Bung Karno dan Bung Hatta merupakan orang-orang cerdas, intelek, dan pintar. Banyak sekali godaan-godaan dan bujukan-bujukan yang dilakukan oleh pihak pemerintah Belanda agar Bung Karno dan Bung Hatta memihak pada Belanda. Mereka diiming-imingi dengan harta, kekuasaan dan kenyamanan dalam kehidupan, akan tetapi mereka lebih memilih membela kemerdekaan bangsa Indonesia yang penuh dengan perjuangan berat dan kesusahan hingga mereka diasingkan. Dapat disimpulkan bahwa selain mereka memiliki ilmu yang tinggi, mereka juga mempunyai integritas, moral dan hati sehingga tidak menggadaikan bangsanya sendiri hanya demi kenyamanan kehidupan mereka. Masih banyak lagi tokoh-tokoh yang patut menjadi teladan bagi peserta didik, bukan hanya tokoh yang berasal dari kaum laki-laki. Tokoh perempuan juga banyak yang bisa di jadikan teladan, seperti Kartini, dan di Sumatera ada Rohana Kudus yang berjuang demi emansipasi wanita. Keteladalan tokoh dalam pembelajaran sejarah bisa juga terlihat dari tokoh-tokoh yang ada di sekitar peserta didik. Selain itu pembudayaan nilai-nilai karakter dalam lingkungan sekolah dalam kegiatan sehari-hari merupakan sarana yang efektif apabila dilakukan secara disiplin. Proses pembiasaan ini akan mampu membentuk sikap dan perilaku peserta didik melalui interaksi dan komunikasi dengan warga sekolah sebagai komunitas sosial yang cukup heterogen. Proses internalisasi nilai-nilai ini akan semakin bermakna apabila dilakukan dalam suasana kehidupan sekolah yang demokratis, jujur, dan terbuka. Upaya pembudayaan nilai-nilai karakter ini bukan suatu hal yang mudah dilakukan. Tetapi dengan tekat yang kuat dan usaha-usaha serius secara bertahap, maka tujuan tersebut bisa dicapai. Keteladanan yang dicontohkan oleh para tokoh-tokoh sejarah pada masa lampau serta kepala sekolah, guru dan lingkungan sekitar merupakan aspek penting yang akan memberikan dukungan yang optimal terhadap proses sosialisasi nilai-nilai karakter di sekolah. Sejumlah peneliti menunjukkan, bahwa perilaku guru disekolah merupakan standar ukuran yang akan diperhatikan, diamati, dan ditiru peserta didik, walupun pandangan tentang profesi guru dalam dunia yang semakin modern ini telah mengalami perubahan. Namun satu hal yang masih tetap, bahwa guru merupakan igure utama dalam proses pembelajaran siswa di sekolah. Karena itu, guru bukan hanya mampu menyajikan mata pelajaran sejarah secara efektif, tetapi juga mampu memberikan teladan tentang bagaimana mempraktekkan nilai-nilai karakter di sekolah.

D. Penutup

Pembelajaran sejarah bukan hanya menanamkan pemahaman masa lampau hingga masa kini, menumbuhkan adanya perkembangan masyarakat kebangsaan dan cinta tanah air, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia dan memperluas wawasan hubungan masyarakat antar bangsa di dunia, melainkan juga ditekankan pada kegiatan yang dapat memberikan pengalaman untuk menumbuhkan rasa kebangsaan dan kecintaan pada manusia secara universal. Pembelajaran sejarah di sekolah selain untuk melatih peserta didik berpikir kritis, juga memiliki fungsi pragmatis sebagai pembentukan identitas dan eksistensi bangsa. Selain pengetahuan kesejarahan kognitif, pembelajaran sejarah juga menyimpan pendidikan nilai untuk pembentukan kesejarahan, kepribadian bangsa dan sikap. Pembelajaran sejarah sebagai wahana pendidikan berguna untuk mengembangkan pribadi peserta didik sebagai anggota masyarakat dan warga negara serta mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air. Peserta didik melalui pembelajaran sejarah diajak menelaah keterkaitan kehidupan yang dialami oleh diri sendiri, masyarakat dan bangsanya, bukan hanya menghapal fakta atau peristiwa sejarah yang merupakan bentuk pengulangan secara lisan dari buku pelajaran dan bukan merupakan ajang latih keterampilan intelektual. Daftar Pustaka Elmubarok, Z 2008. Membumikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta. Hasan, S.H. 2012. Pendidikan Sejarah untuk Memperkuat Pendidikan Karakter. Paramita, 22 1, Hlm. 81 – 95 Irawan. 2016. Pendidikan Karakter Diperlukan Untuk Mengubah Moral Bangsa Yang Tengah Merosot. Diakses dari http:batamtoday.comberita-72331- Pendidikan-Karakter-Diperlukan-untuk-Mengubah-Moral-Bangsa-yang- Tengah-Merosot.html [4 oktober 2016] Munib, A. 2009. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang: UNNES Press Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Sirnayantin, T.A 2013. Membangun Karakter Bangsa Melalui Pembelajaran Sejarah. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Yamin. M. 2009. Menggugat Pendidikan Indonesia: Belajar dari Paolo Freire dan Ki Hajar Dewantara. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Wagiran. 2012. Pengembangan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Hamemayu Hayuning Bawana. Jurnal Pendidikan Karakter, 3 2, hlm. 329-339 Zainul, A. 2004. Penerapan Assesmen Alternatif Dalam Pembelajaran Sejarah Lokal. Historia 5V. Bandung:Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI Zubaedi. 2012. Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan. Jakarta: Kencana. Multikulturalisme dalam Pembelajaran Sejarah untuk Meningkatkan Integrasi Sosial Oleh : Moh. Zulham Alsyahdian, S. Hum Mahasiswa Sekolah Pasca Sarjana SPS Universitas Pendidikan Indonesia UPI Program Studi Pendidikan Sejarah zulham1180gmail.com Abstrak Maraknya konlik yang terjadi di negeri ini, seyogyanya semakin menyadarkan segenap anak bangsa akan arti pentingnya persatuan dan kesatuan, di tengah multikulturalitas kebangsaan dan globalisasi zaman. Masyarakat yang multikultur seharusnya menjadi social capital bagi terciptanya masyarakat yang kreatif, inovatif, dan berperadaban. Bukan malah sebaliknya. Tugas untuk mencari solusi bagi persoalan-persoalan kebangsaan di atas, bukan semata-mata tugas pemerintah an sich. Akan tetapi merupakan tugas bersama anak bangsa, apa pun latar belakang profesinya. Di tambah dengan situasi negara dan dunia hari ini yang oleh karena kemajuan teknologi dan informatika, seakan-akan berada di wilayah “tanpa batas” borderless. Salah satu medium yang paling efektif bagi persemaian ide-ide multikulturalisme tersebut, adalah melalui proses pendidikan di sekolah- sekolah. Utamanya melalui pembelajaran sejarah di sekolah-sekolah, diharapkan nilai-nilai multikulturalisme tersebut menjadi bagian inheren dalam pembelajaran sejarah di sekolah. Dengan ini diharapkan agar terjaga dan terciptanya masyarakat yang terintegrasi, dalam rangka persatuan dan kesatuan bangsa. Kata Kunci : Multikulturalisme, Pembelajaran Sejarah, Integrasi. A. Pendahuluan Masih segar dalam ingatan kita kasus kerusuhan yang terjadi di Tanjung Balai, Medan, pada 29 Juli 2016 yang silam, mengakibatkan dibakarnya beberapa Vihara dan Klenteng di sana. Lebih mundur ke belakang, di Tolikara, pada 17 Juli 2016, di mana masjid umat Islam dibakar ketika mau melaksanakan shalat Idul Fitri. Jauh ke belakang, meletusnya Tragedi Sambas dan Sampit di