Menemukan masalah untuk memulai hal yang baru

Peran guru adalah sebagai konektor bagi generasi muda masa kini agar terhubung dengan para pelaku sejarah. Pembelajaran yang dilakukan oleh guru sejarah harus mampu menghubungkan peserta didik dengan pelaku sejarah, sehingga antar keduanya terjadi dialog relektif. Hasil dialog itu adalah bahwa peserta didik mampu menangkap pesan-pesan tentang tata nilai yang dihidupi dan perjuangan yang dilakukan oleh para pelaku sejarah untuk mewujudkannya, sehingga generasi muda sekarang menjadi memahami siapa diri mereka dan kemana hidup harus diarahkan. Meminjam pandangan Michelet, pelajaran harus sejarah mampu berperan menjadi media linguistik bagi generasi masa lampau untuk menyuarakan berbagai hal yang sesungguhnya mereka maksudkan dan inginkan Benedict Anderson: 1991., hlm.198. Daftar Pustaka Abdurakhman, Arif Pradono, Linda Sunarti dan Susanto Zuhdi. Sejarah Indonesia. Untuk SMAMA Kelas XII. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2015. Anderson, Benedict. Imagined Communities: Relection on the Origin and Spread of Nationalism. New York: Verso. 1991. Hasan, S. Hamid. “Kurikulum dan Buku Teks Sejarah” dalam Jurnal Pendidikan Sejarah Historia edisi I No. 1. Bandung: Jurusan Pendidikan Sejarah, FPIPS, 1999. Lestariningsih, Amurwani Dwi, Restu Gunawan, Sardiman AM, Mestika Zed, Wahdini Purba, Wasino, dan Agus Mulyana, Sejarah Indonesia Untuk SMA MASMKMAK Kelas X Semester 1. Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014. McGregor, Katharine E. Ketika Sejarah Berseragam: Membongkar Ideologi Militer Dalam Menyusun Sejarah Indonesia. Yogyakarta: Syarikat Indonesia, 2008. Nordholt, Henk Schulte. De-colonising Indonesian Historiography. Paper delivered at the Centre for East and South-East Asian Studies public lecture series “Focus Asia”, 25-27 May, 2004 at Lund University, Sweden. Sardiman AM, dan Amurwani Dwi Lestariningsih. Sejarah Indonesia. Untuk SMA MASMKMAK Kelas XI Semester 1. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014. Sardiman AM, dan Amurwani Dwi Lestariningsih. Sejarah Indonesia. Untuk SMA MASMKMAK Kelas XI Semester 2. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014. Smith, Linda Tuhiwai. Decolonizing Methodologies: Research and Indigenous Peoples. London: Zed Books Ltd, 2008. Soekarno, “Menjadi Guru di Masa Kebangunan” yang terdapat pada Di Bawah Bendera Revolusi. Jilid I. Jakarta: Panitia Penerbit Di Bawah Bendera Revolusi, 1964. White, Hayden. “he Historical Event”. Diferences: A Journal of Feminist Cultural Studies, 192, 9-34, 2008. doi:10.121510407391-2008-002. Kaitan Antara Implementasi Pembelajaran Sejarah Saintifik Kurikulum 2013 dengan Aktivitas Belajar Mengajar di SMA: Kasus Sejarah Sosial Kota Kudus 1

R. Suharso

2 Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang Harsohapsoro98gmail.com Abstrak Pembelajaran sejarah dalam kurikulum KTSP berpusat pada guru dengan metode ceramah, hal ini membuat siswa menjadi pasif dan daya kritis mereka terbendung sehingga siswa menjadi kurang kreatif, sedangkan tujuan instruksional pembelajaran sejarah di Sekolah Menengah Atas SMA menurut S.K. Kochhar 2008 adalah mengembangkan pengetahuan, pemahaman, pemikiran kritis, keterampilan praktis, minat, dan perilaku. Sikap pasif dan daya kritis yang dimiliki siswa inilah yang membuat siswa menjadi kurang kreatif, padahal dengan memiliki kreatiitas, siswa mampu menjadi lebih aktif, mampu menemukan sendiri konsep yang diajarkan, mampu mengembangkan potensinya dan mampu meningkatkan daya kritis pada siswa. Kurikulum 2013 datang membawa perubahan baru, Kurikulum 2013 memusatkan proses pembelajaran kepada siswa dengan pendekatan saintiik yang dirancang sedemikian rupa agar siswa menjadi lebih aktif dan mampu membuat siswa menjadi lebih kreatif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1 Implementasi pendekatan saintiik pembelajaran sejarah kurikulum 2013 di SMA, 2 kreativitas siswa dalam pembelajaran sejarah Kurikulum 2013, 3 Pengaruh pendekatan saintiik dalam pembelajaran sejarah Kurikulum 2013 terhadap tingkat kreativitas siswa. Kata Kunci: Pendekatan Saintiik, Kreativitas, Kurikulum 2013. A. Pendahuluan Kurikulum 2013 menganut pandangan dasar bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari guru ke siswa. Siswa adalah subjek yang memiliki kemampuan untuk secara aktif mencari, mengolah, mengkontruksi, dan menggunakan pengetahuan. Kegiatan pembelajaran dalam kurikulum 2013 diarahkan untuk memberdayakan semua potensi yang dimiliki siswa agar mereka dapat memiliki kompetensio yang diharapkan melalui upaya 1 Artikel yang akan diikutsertakan dalam acara Seminar Nasional dan Workshop Program Studi Pendidikan Sejarah Se- Indonesia di Universitas Negeri Yogyakarta. 2 Dosen Sejarah Lokal dan Sejarah Sosial di Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang. menumbuhkan serta mengembangkan: sikapattitude, pengetahuanknowledge, dan keterampilanskill. Kualitas lain yang dikembangkan kurikulum dan harus terealisasikan dalam proses pembelajaran, antara lain kreativitas, kemandirian, kerja sama, solidaritas, kepemimpinan, empati, toleransi dan kecakapan hidup siswa guna membentuk watak serta meningkatkan peradaban dan martabat bangsa. Untui mencapai kualitas dalam kegiatan pembelajaran perlu menggunakan prinsip: 1 pembelajaran berpusat pada siswa, 2 mengembangkan kreativitas siswa, 3 menciptakan kondisi yang menyenangkan dan menantang, 4 bermuatan nilai, etika, estetika, logika dan kinestetika, 5 menyediakan pengalaman belajarlearning experience yang beragam melalui penerapan berbagai strategi dan metode pembelajaran yang menyenangkan, kontekstual, efektif, eisien, dan bermakna. Kegiatan pembelajaran diorganisasikan menjadi kegiatan : pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Kegiatan ini dijabarkan lebih lanjut menjadi rincian dari kegiatan eksplorasi, elaborasi, dan konirmasi, yakni: mengamati, menanya mengumpulkan informasi, mengasosiasikan, dan mengkomunikasikan di dalam pembelajaran, siswa didorong untuk: 1. Menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks. 2. Mengecek informasi baru dengan yang sudah ada dalam ingatannya. 3. Melakukan pengembangan menjadi informasi atau kemampuan yang sesuai dengan lingkungan dan zaman tempat dan waktu ia hidup. M. Hosnan, 2014. Dibalik itu kebijakan pengembangan kurikulum 2013 yang bertemakan; menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan attitudesikap tahun mengapa, keterampilanskill tahun bagaimana, dan pengetahuanknowledge tahu apa yang terintegrasi Hosnan, 2014:2. Pengembangan kurikulum ini menggunakan pendekatan saintiik. Tulisan kali ini berbicara tentang kaitan antara implementasi pembelajaran sejarah saintiik kurikulum 2013 dengan aktivitas belajar mengajar di SMA dengan mengambil lokasi di luar kelas yaitu Kota Lama Kudus Kulon. Metode saintiik sangat relevan dengan tiga teori belajar, yaitu teori Bruner, teori Piaget, dan teori Vygotsky. Teori belajar Bruner disebut juga teori belajar penemuan. Ada empat hal pokok berkaitan dengan teori belajar Bruner dalam Hosnan 2014: 35. Pertama, individu hanya belajar dan mengembangkan pikirannya apabila ia menggunakan pikirannya. Kedua dengan melakukan proses-proses kognitif dalam proses penemuan, siswa akan memperoleh sensasi dan kepuasan intelektual yang merupakan suatu penghargaan intrinsik. Ketiga, satu-satunya cara agar seseorang dapat mempelajari teknik-teknik dalam melakukan penemuan adalah ia memiliki kesempatan untuk melakukan penemuan. Keempat, dengan melakukan penemuan maka akan memperkuat retensi ingatan. Empat hal di atas adalah bersesuaian dengan proses kognitif yang diperlukan dalam pembelajaran menggunakan metode saintiik.

B. Hasil Implementasi

1. Sejarah Sosial Kota Kudus Adapun bentuk kegiatan pembelajarn melalui pendekatan saintiik meliputi; mengamati observing yaitu kegiatan melihat, mengamati, membaca, mendengar, menyimak tanpa dengan alat. Menanya questioning yaitu mengajukan pertanyaan dari yang faktual sampi ke yang bersifat hipotesis. Diawali dengan bimbingan guru sampai dengan mandiri. Berikutnya pengumpulan data experimenting yaitu menentukan data yang diperlukan dari perntanyaan yang diajukan, menentukan sumber data dan mengumpulkan data. Berikutnya mengasosiasi asosiating yaitu menganalisis data dalam bentuk membuat kategori, menentukan hubungan data, menyimpulkan dari analisis data dimulai dari hasi penelitian. Selanjutnya mengkomunikasikannya yaitu menyampaikan hasil konseptualisasi dalam bentuk lisan, tulisan, diagram, gambar, dan media lainnya. Dalam implementasi kali ini siswa diminta meneliti tentang sejarah sosial Kota Kudus, yang menghasilkan konseptualisasi seperti di bawah ini. Pembentukan suatu kota dimulai dari adanya embrio aktivitas, kebutuhan akan sarana dan prasarana perkotaan, dan kelengkapan kota lainnya yang terus mengalami perkembangan. Di Nusantara munculnya gejala perkotaan mulai dikenali pada awal abad XI Masehi, yang secara umum dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu kota pelabuhan perdagangan yang mempunyai akses ke jalur pelayaran internasional atau sebuah pusat administrasi dari daerah pertanian yang subur. Pada awal abad XIV, paling tidak sejenis model perkotaan kota muncul. Kota-kota lama di pedalaman Jawa dibangun di tepi sungai yang memberi pasokan air, mobilitas dan perlindungan mereka. Bahkan seluruh kota lama di pedalaman Jawa pun dibangun di tepi sungai besar maupun kecil. Banyak kota pantai bermunculan karena mempunyai kepentingan dengan jalur perdaganagn seperti Gresik, Tuban, Lasem, Demak, Kudus, Jepara, Sunda Kelapa, Banten, Makasar, Banjarnasin, Malaka dan sebagainya. Pusat kota pada masa itu umumnya tersusun atas keraton, lapangan upacara atau alun- alun, pasar dan permukiman yang tersusun atas satuan kebangsaan ras dan semuanya tertampung dalam teritori oleh dinding keliling kutha dalam bahasa Tamil. Suatu konsep baru yang nanti dikenal oleh kota-kota pedalaman. Kota-kota di sepanjang Pantai Utara Jawa mengalami perkembangan pesat karena adanya kemudahan jalur transportasi berupa jalan Daendles atau Jalan Raya Pos. Jaringan Jalan Raya Pos dibangun ketika H.W. Daendles menjadi