Satua “Ni Bawang teken Ni Kesuna”

gedeg pesan, lantas ngalih I Tuwung Kuning ke umah dadongne, lakar matianga. Sawireh bakti ring rerama I Tuwung Kuning nuutang pituduh bapane. Satundene I Tuwung kamatian, dedarine ring Kahyangan medalem I Tuwung Kuning tur katukar ya baan gedebong. I Pudak sane tusing nawang, nyahcah gedebong tur baang siapne, siapne sane baange mekejang mati. Sasubane sipne mati, mara I Pudak nyesel, inget teken panak, bakat kamatian panakne. I Tuwung Kuning sane nawang unduke, nunas ring dedarine mangda kaicen mewali ring reramane. Pinunasne kadagingin oleh Dedarine, lantas I Tuwung Kuning mewali ke reramane. Indike punika ngantos masih ring puri. Anake Agung dot nawang caritane punika lantas ngandikaang mangda I Tuwung Kuning lan reramane nangkil ka Puri. Sasampune nyaritayang indike punika lantas Ida Anake Agung ngarsayang mangda I Tuwung Kuning nyak dados rabine. I Pudak kadadiang perbekel. Sapunika indike I Tuwung Kuning sane polos tur bakti hidup bagia dados rabine anake Agung. b. Nilai-nilai Karakter yang dapat Dijadikan sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah 1. Nilai Karakter Tokoh utama satua di atas, I Tuwung Kuning, memiliki karakter yang sangat baik, penuh bakti kepada orang tua, meski orang tua, yakni ayahnya sangat jahat. Bahkan ayahnya lebih sayang kepada ayam aduannya daripada kepada anaknya. Sang ayah, I Pudak, berkarakter sangat jahat, penjudi, bahkan ingin membunuh anaknya sendiri dan menjadikan tubuh anaknya sebagai makanan untuk ayam aduannya. 2. Nilai Kearifan Lokal Masyarakat Bali Kearifan lokal masyarakat Bali yang terkandung dalam satua ini adalah berupa pesan-pesan kebijaksanaan dan kebajikan yang dianut dan berkembang pada masyarakat Bali dan menjadi rujukan dan panutan bagi masyarakat Bali dalam bertindak dan berperilaku. Adapun pesan kearifan lokal yang terkandung dalam satua ini adalah bahwa sifat baik dan penuh bakti kepada orang tua harus dijadikan sebagai landasan kehidupan kita. Namun perlu pula dikritisi bahwa, sikap orang tua yang tidak menyayangi dan mengabaikan anaknya adalah sikap yang sangat tidak baik dan tidak boleh dilakukan oleh para orang tua. Begitu pula kebiasaan dan sifat buruk seperti berjudi, akan membawa kita kepada penderitaan seumur hidup. 3. Nilai Ideologi Masyarakat Bali Satua “I Tuwung Kuning” selain mengandung nilai-nilai ideologi Tri Hita Karana juga sarat dengan ideologi gender dan ideologi patriakhi ideologi purusa. Kedua ideologi ini sangat dominan dan menghegemoni perempuan Bali tempo dulu lewat penguasaan laki- laki terhadap perempuan.. Kekuasaan ini diterjemahkan dalam bentuk kekerasan terhadap perempuan KDRT dan penempatan perempuan juga anak perempuan dalam posisi yang sangat rendah bahkan “harga”nya lebih rendah dari “harga” ayam jago.

3. Pengintegrasian Nilai-nilai Karakter sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah

Pengintegrasian nilai-nilai karakter yang terdapat dalam satua Bali sebagai sumber pembelajaran Sejarah dapat dicermati pada bagan 0.1 Bagan 0.1: Nilai-nilai Karakter yang Terkandung dalam Satua Bali dan Pengintegrasiannya ke dalam Kurikulum dan Silabus Mata Pelajaran Sejarah Bagan di atas menunjukkan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Bali terintegrasi ke dalam ideologi dominan masyarakat Bali, yakni ideologi Tri Hita Karana, ideologi patriarkhi dan ideologi gender melandasi satua Bali. Hal ini dapat dicermati dan dianalisis secara kritis lewat kajian teks terhadap isi cerita. Dengan pendekatan perspektif pendidikan kritis, nilai-nilai tersebut dapat dijadikan sebagai dasar penanaman nilai karakter yang terintegrasi sebagai sumber pembelajaran di sekolah. Melalui Kurikulum 2013 nilai-nilai karakter pada satua diintegarsikan ke dalam Kompetensi Inti KI, baik KI 1, KI 2, KI 3 dan KI 4.

C. Penutup

Satua Bali memiliki banyak fungsi dan peran strategis, antara lain sebagai alat pendidikan pedagogical device dan pembelajaran bagi anak, baik di keluarga, masyarakat kolektif tertentu maupun lembaga sekolah. Di dalamnya banyak mengandung falsafah hidup masyarakat Bali yang sekaligus berfungsi sebagai local genius dan local wisdom. Melalui pendekatan pendidikan kritis satua Bali dapat diintegrasikan ke dalam silabus dan RPP Mata Pelajaran Sejarah. Daftar Pustaka Agastia, Ida Bagus Gede. 1980. “Geguritan Sebuah Bentuk Karya Sastra Bali”. Makalah dalam Sarasehan Sastra Bali pada Pesta Kesenian Bali III, Denpasar. Artika, I Wayan. 2006. “Tuung Kuning” dan “Men Brayut”: Kajian Kritis tentang Perempuan Bali dan KDRT”. dalam Jurnal Kajian Budaya. Vol.3 No. 6 Juli 2006. Hal. 113-128 Danandjaya, James. 1984. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-lain. Jakarta: PT Grais Pers. Depdikbud. 2013. Kurikulum dan Silabus Mata Pelajaran IPS SMPMTs. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata UPT Gedong Kirtya Singaraja. 2011. Kumpulan Cerita Rakyat Bali. Endraswara, Suwardi. 2013. Pendidikan Karakter Dalam Folklor Konsep, Bentuk dan Model. Yogyakarta: Pustaka Rumah Suluh. Irawan, P. 2006. Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Dept. Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik. Miles, M.B dan Haberman , A.M. 1992. Analisis Data Kualitatif Buku Sumber tentang Metoda-Metoda Baru. Jakarta: UI Press. Mulyana, D. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Naryana, Ida Bagus Udara, dkk. 19921993. Kajian Nilai dan Terjemahan Geguritan Cupak Gerantang. Depdikbud Dirjend. Sejarah dan Balai Tradisional Budaya bali. Noor, Rohinah M. 2011. Pendidikan Karakter Berbasis Sastra Solusi Pendidikan Moral Yang Efektif. Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA. Putra, I Nyoman Darma. 2008. “Sastra dan Masyarakat Multikultural: Pengalaman Bali. dalam Kebudayaan dan Modal Budaya Bali dalam Teropong Lokal, Nasional, Global. Denpasar: Widya Dharma. Udayana, I Dewa Gde Alit. 2010. Pesan-pesan Kebijaksanaan Bali Klasik Dalam Dongeng, Lagu, Syair dan Pertanda Alam. Denpasar: Penerbit Bali Post.